RENUNGAN Siwaratri: Malam Paling Gelap hingga Refleksi Kisah Lubdaka Sang Pemburu
RENUNGAN Siwaratri: Hari ini merupakan payogan Sang Hyang Siwa. Malam Paling Gelap hingga Refleksi Kisah Lubdaka Sang Pemburu.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Daun satu per satu berjatuhan ke telaga, dan mengarah ke sebuah lingga (simbol Siwa) yang berada di telaga.
Daun-daun tersebut menyentuh lingga, sehingga membuat Dewa Siwa tersentuh hatinya.
Matahari akhirnya muncul, dan Lubdaka turun dari pohon lalu pulang ke rumah.
“Ketakutannya mulai hilang dan keberanian mulai tumbuh,” ujar Ida rsi.
Ia mengatakan pada keluarga, bahwa ia tidak mendapatkan buruan.
Sejatinya, Lubdaka mulai sadar dan mengubah pikirannya yang tadi berburu lalu membunuh menjadi hidup lebih baik.
Hari berlaru, dan Lubdaka sakit keras sehingga akhirnya ia tiada.
Uniknya, setelah prosesi ngaben jenazah atma atau rohnya disambut oleh bala tentara Yama Raja.
Namun bala tentara Dewa Siwa datang, dan mengatakan bahwa akan menjemput Lubdaka dan membawanya kehadapan beliau.
Namun bagi Yama, Lubdaka berdosa karena membunuh semasa hidupnya.
Namun bagi Siwa, Lubdaka sangat berjasa karena menjaga malam suci dengan ketenangan dan tidak berburu serta hati yang baik.
Ida rsi menjelaskan, kisah ini memberikan nilai bahwa hidup memang penuh derita (papa) dan sengsara (samsara).
Sehingga dengan Siwaratri ini, diharapkan umat Hindu dan segenap umat manusia kian sadar, serta tidak lupa (jagra) pada Tuhan, dalam simbolnya sebagai Dewa Siwa.
“Jadi esensi Siwaratri bukan hanya tentang bergadang saja, tetapi memahami diri lebih dalam, introspeksi diri atau mulat sarira,” tegas Ida Rsi.
Makna melek semalaman, saat Siwaratri adalah untuk menyadarkan diri kita sendiri tentang kehidupan di dunia ini.