Serba Serbi
Ini Makna dan Pentingnya Ngulapin Dalam Agama Hindu, Jangan Lewat 3 Hari
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menegaskan bahwa jika ada yang meninggal. Maka sepatutnya sebelum lewat tiga hari,
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Upacara dan upakara dalam agama Hindu, khususnya di Bali memang terkenal detail dan cukup banyak.
Apalagi jika berkaitan dengan kematian. Agar roh yang meninggal bisa kembali ke Tuhan dengan baik dan benar.
Hal ini pun diturunkan, dari generasi ke generasi dan selalu diikuti hingga saat ini.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menegaskan bahwa jika ada yang meninggal. Maka sepatutnya sebelum lewat tiga hari, rohnya harus diulapin.
Baca juga: Upacara Ngulapin untuk Mengembalikan Roh ke Badan, Ini yang Penting
Dimanapun dia meninggal, dan jangan sampai lewat dari tiga hari.
“Sebab dalam konsep agama Hindu, roh yang baru keluar dari badan kasar itu namanya preta bukan pitra,” jelas beliau kepada Tribun Bali, Minggu 17 Januari 2021 di Denpasar.
Preta, kata beliau, adalah roh yang diliputi 2 unsur.
Ada yang namanya suksma sarira, dan ada yang namanya antah karana sarira.
“Antah karana sarira ini, adalah suatu hal yang memiliki konsep material. Artinya punya keinginan dan punya segalanya yang masih berkaitan dengan dunia,” sebut pensiunan dosen Unhi ini. Sehingga ketika roh itu keluar dari raga kasarnya, ia akan kaget.
Mantan jurnalis koran ini, mengibaratkan seseorang yang kaya dan berpengaruh.
Saat meninggal mendadak, maka rohnya akan kaget dan takut kehilangan kekayaan atau kejayaan.
Sama halnya dengan seseorang yang dibunuh, maka ia akan mencari siapa pembunuhnya.
“Itulah kalau lewat dari 3 hari, bisa jadi gentayangan roh ini. Maka dia (roh) akan, kalau orang Bali menyebutkan bisa menjadi bhuta cuil,” jelas ida rsi.
Oleh sebab itu, roh ini harus ditangkap terlebih dahulu agar supaya tidak pergi jauh. Dan tidak menyakiti, serta berbuat jahil lainnya.
Baca juga: Bunuh Diri, Ini Hukuman dan Dosanya Dalam Ajaran Agama Hindu
Ida rsi menekankan ngulapin harus sebelum tiga hari, namun jika lebih dari itu juga harus segera diulapin.
“Semisal salah pati karena dibunuh dan orang tua tidak tahu, seminggu kemudian baru ditemukan mayatnya. Memang kalau bisa sebelum tiga hari diulapinnya, kalaupun tidak ya tetap harus diulapin segera,” tegas beliau.
Sebab dalam tiga hari ini, roh tersebut belum sadar bahwa mereka telah meninggal.
Roh itu belum sadar, setelah tiga hari baru dia sadar untuk pergi. Nah sebelum itu harus diulapin agar pergi ke arah dan tempat yang benar.
“Tapi masak anak atau keluarga hilang, lebih dari sehari tidak berusaha dicari,” kata beliau.
Setelah diulapin, ada upacara yang disebut ngaskara ketika prosesi ngaben.
“Ngaskara itulah pentingnya, namun sayang banyak ngaben tanpa ngaskara. Kalau ngaben tanpa ngaskara sama dengan mubazir,” tegas ida rsi.
Artinya sama dengan sesuatu yang tidak sempurna. Karena pengaskaran itu, adalah simbol mengubah, menginisiasi, dan membersihkan suksma sarira dari ikatan antah karana sarira.
Sehingga ketika ada pengaskaran, maka roh yang tadinya preta akan berubah menjadi pitra.
“Seperti yang saya katakan, yang utama dalam pengulapan adalah sanggah urip. Sanggah urip itu sangga urip atau yang menyangga roh, agar roh itu dipegang di sanggah ini dan tidak gentayangan,” jelas beliau.
Baca juga: Begini Penjelasan Tentang Reinkarnasi Dalam Agama Hindu
Jika di wilayah lain, selain Pulau Dewata dikenal dengan roh gentayangan seperti pocong, kuntilanak dan sebagainya. Dimungkinkan karena memang roh dan sebagainya tidak dikembalikan dengan baik ke tempat asalnya.
“Kalau di Hindu di Bali, kan ada istilah pengulapan agar roh tenang kembali ke asalnya. Kepentingan ngulapin ya itu,” ujar pendiri peradah ini.
Sama halnya dengan ngulapin orang jatuh, pentingnya agar roh tidak jauh pergi. Sebab dipercayai, manusia memiliki roh yang terdiri dari beberapa bagian.
Sampai bagian paling dalam pun ada, namun secara umum dikenal dan disebut dengan antah karana serta suksma sarira.
“Antah karana sifatnya masih material, masih dendam duniawi dan ini yang dihilangkan,” kata beliau.
Maka ada yang disebut dengan tulung sayut, untuk memohon agar roh mendapat pertolongan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kemudian dalam kasus ibu yang keguguran, atau tanpa sengaja kehilangan bayinya. Maka harus dilakukan upacara ngelangkir warak keruron.
“Dahulu di pasraman kami, sudah melakukan upacara ini sekitar 3-4 kali. Namun karena pandemi, akhirnya belum bisa lagi sekarang,” imbuh pendiri dan pembina Pasraman Bhuwana Dharma Shanti ini.
Beliau menjelaskan sebelum tahun 1970an, orang yang keguguran maka dianggap belum lahir menjadi manusia.
“Di dalam lontar disebutkan bahwa orang yang meninggal sebelum kepus puser, tidak perlu diupacarai dan tidak ada sebel,” jelas beliau.
Dahulu hanya diberi canang dan dikubur saja. Namun mungkin karena fenomena dunia ini, yang telah kotor dan lain sebagainya sehingga orang keguguran pun turut memberikan dampak negatif terhadap keluarganya.
Banyak yang sering ada kehilangan, pertengakaran, bahkan tidak punya anak dikeluarganya.
Namun dalam lontar memang belum disebutkan bahwa bayi yang keguguran, harus diupacarai layaknya orang hidup.
Namun beliau menjelaskan, dengan fenomena banyaknya kejadian akibat keguguran maka dibuatkanlah upacara ngelangkir bagi bayi yang belum kepus pungset.
Artinya dari sudah menjadi embrio, namun belum lahir ke dunia menjadi bayi. Sementara ibunya diupacarai dengan istilah warak keruron upacaranya.
“Artinya membersihkan anak itu, agar anak itu tidak menjadi bhuta cuil karena itu kan sudah berupa roh,” tegas beliau. Dalam upacara ini pun, kata beliau, tetap yang pertama harus ngulapin.
“Upacara bisa dilangsungkan di pinggir pantai, setelah bayinya kemudian baru melakukan upacara pembersihan kepada ibunya,” kata ida rsi.
Kemudian pembersihan kepada bayi ini, tidak perlu ada upacara ngalinggihang.
Hanya sampai di ngelangkir warak keruron saja. Sebab anak yang belum lahir itu masih dianggap dewa. (*)