Berita Bali
MDA Bali Minta Pelarangan Ogoh-ogoh Serangkaian Nyepi Tak Jadi Polemik, Sebut Kesehatan Alasan Utama
"Arak-arakan ogoh-ogoh ditiadakan mestinya di masyarakat tidaklah menjadi polemik lagi. Karena mengapa? Bahwa kita dalam suasana pandemi,
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
"Yang penting kan kesehatan dulu, biar hidup kita dengan selamat. Jangan sampai kita malu secara nasional dan secara dunia juga (kalau) nanti ada klaster Nyepi. Waduh Nyepi kita kan jadi ternoda, kan malu kita," jelasnya.
Dirinya menilai, saat ini saja sudah terdapat klaster adat dan klaster agama, Bali sudah merasakan malu sekali.
Oleh karena itu, dirinya mengajak masyarakat Bali jengah sehingga tidak ada klaster Nyepi.
Sukahet menuturkan, kebijakan untuk pelarangan arak-arakan ogoh-ogoh sebagai rangkaian Hari Raya Nyepi tahun ini dikeluarkan jauh lebih awal.
"Nyepinya bulan Maret, Januari sudah kita keluarkan SE. Supaya anak-anak muda kita, para yowana itu, bisa kemudian tidak terlalu mempersiapkan," jelasnya.
Berbeda dengan saat Nyepi sebelumnya, pelarangan arak-arakan ogoh-ogoh terkesan mendadak.
Hal itu disebabkan karena kasus Covid-19 di Bali pertama kali ditemukan pada 11 Maret.
Sedangkan Hari Raya Nyepi juga jatuh pada bulan yang sama, tepatnya pada 25 Maret 2020.
Hal ini menyebabkan pelarangan arak-arakan ogoh-ogoh saat itu terkesan lebih mendadak.
"Nah kalau (ogoh-ogoh) yang dulu masih ada, simpan saja dulu. Karena yang paling penting adalah bagaimana pun kesehatan dan hidup kita semuanya, terutama tua-tua yang sedang sakit-sakit itu lebih penting dari pada sekadar arak-arakan ogoh-ogoh," kata dia.
Baca juga: BREAKING NEWS: Pawai Ogoh-ogoh Tahun 2021 Kembali Ditiadakan, Ini Tata Cara Melasti di Masa Pandemi
Nantinya setelah pandemi usai, Sukahet mengajak masyarakat untuk beramai-ramai untuk melaksanakan pawai atau perlombaan ogoh-ogoh.
"Saya kira gubernur, bupati, wali kota pasti akan mengadakan itu (usai pandemi)," tuturnya.
Di sisi lain, Sukahet pun menepis adanya anggapan bahwa kebijakan pelarangan arak-arakan ogoh-ogoh ini bisa menghilangkan kebudayaan Bali.
"Ampura itu ya, supaya kita berpikir lebih bijak di dalam kehidupan ini ada prioritas. Esensi budaya tidak pernah dikurangi," paparnya.
Terlebih saat Hari Raya Nyepi, berbagai hal seperti catur brata penyepian, tawur agung kesanga dan melasti tetap dilaksanakan.
Hanya saja orangnya dibatasi dan esensi budayanya tetap jalan.
"Cuma budaya hura-hura, megambelan (dan) rame-rame yang sekali lagi kita harus (kurangi)," paparnya. (*)