Bayi Belum Tumbuh Gigi padahal Sudah Waktunya, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

Bayi belum tumbuh gigi padahal sudah waktunya. Berikut hal-hal yang harus dilakukan orangtua.

Istimewa
ilustrasi bayi - bayi yang belum tumbuh gigi padahal sudah waktunya, apa yang harus dilakukan orangtua? 

Laporan Wartawan, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami 

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG – Bayi belum tumbuh gigi padahal sudah waktunya. Berikut hal-hal yang harus dilakukan orangtua.

Idealnya tumbuh gigi pada bayi adalah di usia di bawah satu tahun yaitu umur enam bulan.

Namun setiap bayi tentu saja kondisinya berbeda. 

Drg. Tri Wahyu Fajarwati selaku seorang Dokter Gigi di Kota Denpasar memberikan penjelasan terkait hal tersebut. 

"Memang idealnya tumbuh gigi pada bayi di usia 6 bulan. Namun ada juga yang baru umur 1 tahun baru tumbuh dan ada juga yang umur 8 bulan," jelasnya pada, Minggu 31 Januari 2021. 

Dari teorinya pada umur 6 bulan biasanya pada bayi akan tumbuh gigi pada depan dan bawah.

Kemudian gigi depan atas, dan yang terakhir gigi geraham. Biasanya gigi geraham akan tumbuh di umur 23 bulan sampai 2 tahun. 

"Lambatnya tumbuh gigi pada anak, biasanya disebabkan karena faktor keturunan atau genetik misalnya pada orang tuanya pertumbuhan giginya cepat atau lambat dahulu," tambahnya. 

Selain itu penyebabnya lainnya juga karena kekurangan gizi atau mal nutrisi, trauma pada rongga mulut.

Selain itu karen faktor penyakit atau Anodontia.

Ibu dari dua anak ini juga turut membagikan cara agar gigi pada bayi yang sudah umurnya cepat tumbuh.

Yaitu dengan cara memberikan makanan yang bertekstur kasar seperti sayur-sayuran misalnya brokoli, wortel, pisang, pepaya, dan kembang kol. 

"Atau bisa juga dengan cara memberikan mainan gigit bayi. Tekstur makanan apabila umur bayi bertambah sebaiknya tekstur makanan bertambah. Misalnya pemberian biskuit bayi atau tekstur bubur yang kasar," lanjutnya. 

Jika sampai umur 18 bulan bayi juga belum mengalami tumbuh gigi, sebaiknya melakukan pemeriksaan ke dokter gigi agar dilakukan rontgen. 

Pengobatan Bayi dengan Usada Masih Diminati

Pengetahuan yang mengandung nilai-nilai agama dan budaya, sangat dibutuhkan pada zaman postmodern ini.

Sebagai pedoman hidup dalam mencapai kedamaian, kesejahteraan lahir-batin, dan kesehatan jasmani-rohani, menuju ‘Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma’.

Satu diantaranya dalam pengobatan alternatif, berdasarkan Usada di Bali.

Anak Agung Putu Agung Mediastari, dalam program studi Doktor (S3) Ilmu Agama dan Kebudayaan, Unhi, mengambil kosentrasi tentang perawatan ibu dan bayi pasca persalinan.

Dengan judul disertasi ‘Pengobatan Usada Dalam Perawatan Bayi dan Ibu Pasca Persalinan Pada Era Postmodern di Kota Denpasar’.

“Sesungguhnya kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan menjadi sangat penting, karena telah disepakati menjadi isu global yang harus segera diwujudkan,” katanya kepada Tribun Bali, Senin (4/1/2020).

Kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan, menjadi kebutuhan utama masyarakat di seluruh dunia, dan telah ditetapkan melalui tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs).

Deklarasi Milenium hasil forum 189 kepala negara, atau perwakilan negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersepakat menetapkan pencapaian kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan pada MDGs 4 dan 5.

“Keseriusan perhatian forum Internasional, telah mampu menetapkan tujuan utama MDGs 4, untuk menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBA) melalui indikator AKB dan AKBA per 1.000 kelahiran hidup,” sebutnya.

Deklarasi tersebut juga telah mampu menetapkan tujuan utama MDGs 5, untuk meningkatkan kesehatan ibu dan mewujudkan kesehatan reproduksi.

Dunia memandang perlu menuntaskan isu kesehatan bayi dan ibu, sehingga kini program MDGs dilanjutkan dengan pembentukan program Sustainable Development Goals (SDGs).

Ditetapkannya kesehatan bayi dan ibu sebagai target prioritas SDGs diurutan 1 dan 2.

Mengurangi rasio angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran pada tahun 2030 sebagai SDGstarget 1.

Mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi (12 per 1000 kelahiran), dan balita (25 per 1000 kelahiran) sebagai target nomor 2 SDGs.

Namun demikian karena masih tingginya AKB dan AKI, maka merupakan tantangan serius seluruh negara anggota untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

“Sejalan dengan program MDGs dan SDGs, sesungguhnya Pemerintah Pusat juga telah menaruh perhatian serius terhadap kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan,” katanya.

Hal ini ditunjukkan dengan dukungan diterbitkannya peraturan Pemerintah berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI, Nomor.369/MENKES/SK/III/2007 dan Nomor1109/MENKES/PER/IX/2007.

Permenkes tersebut, kata dia, menegaskan bahwa pengobatan tradisional dikenal dengan nama pelayanan kesehatan tradisional komplementer (Yankestradkom), ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi.

Difungsikan untuk mendukung tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat, satu diantaranya untuk peningkatan kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan.

“Perlu dikaji lebih mendalam tentang jenis-jenis pelayanan sistem pengobatan tradisional, untuk kesehatan bayi dan ibu yang seharusnya sudah diterapkan secara kontinyu di puskesmas, rumah sakit, bidan mandiri, pengusada, dan penyehat tradisional lainnya,” jelasnya.

Berbicara mengenai perawatan kesehatan bayi dan ibu, seperti yang diharapkan WHO dalam program MDGs dan SDGs, sesungguhnya masyarakat Bali telah memiliki tradisi pengobatan dan perawatan bayi yang tertuang di dalam lontar Usada.

Tradisi pengobatan Usada tersebut, mengisyaratkan bahwa para leluhur terdahulu telah menaruh perhatian penting terhadap kesehatan bayi dalam tradisi Bali.

Kearifan lokal pengobatan milik masyarakat Bali diperkuat keberadaannya, dengan diterbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali.

Pedoman penatalaksanaan sistem pengobatan tradisional perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat diketahui kontribusinya, terhadap upaya penurunan AKB dan AKI serta peningkatan derajat kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan.

“Tradisi leluhur untuk mendapatkan kesehatan secara spiritual dan jasmani, telah dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat Bali,” katanya.

Pelaksanaan Tiga Kerangka Agama yaitu tattwa, susila, upakara, memegang peranan penting bagi pemenuhan kesehatan spiritual ibu dan bayi.

“Beberapa pantangan (mebrata) dilakukan ibu hamil, ibu pasca persalinan, dan menyusui, sebagai penerapan etika dan tattwa dalam mengatur pola hidup untuk dapat melahirkan putra suputra,"

“Maboreh, maloloh, masimbuh, merupakan tradisi pemeliharaan kesehatan jasmani mulai ibu mengandung hingga pasca persalinan,” katanya.

Tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai tradisi perawatan kesehatan jasmani, namun perlu dikaji lebih mendalam, tentang seberapa banyak masyarakat yang telah melaksanakan sistem perawatan tersebut di Kota Denpasar.

Kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan merupakan indikator utama, untuk menilai derajat kesehatan masyarakatnya.

Bayi merupakan kelompok umur yang paling rentan terhadap penyakit.

Kesehatan bayi dan ibu perlu mendapat prioritas, untuk mendukung keberhasilan pencapaian pembangunan di bidang kesehatan.

“Namun realitanya masih ditemukan adanya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI), di tingkat nasional maupun di tingkat lokal, salah satunya di Kota Denpasar,” sebutnya.

Jika ingin mendapatkan bayi dan ibu sehat pasca persalinan, maka pengobatan tradisional Usada mempunyai potensi sebagai salah satu upaya menanggulangi permasalahan tersebut.

AKB dan AKI merupakan masalah serius yang membutuhkan penanganan segera secara holistik dan berkesinambungan.

Masyarakat Kota Denpasar di era postmodern ini, untuk mencapai tujuan kesehatan fisik dan psikologis bayi dan ibu pasca persalinan, kembali memanfaatkan pengobatan yang bersumber dari tradisi kearifan lokal pengobatan Usada.

Kuatnya struktur adat dan tradisi budaya masyarakat Kota Denpasar, mempengaruhi keputusannya dalam memanfaatkan pengobatan tradisional Usada untuk meningkatkan derajat kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan.

“Pengobatan tradisional Usada dirasakan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan secara holistik, melalui pemenuhan kesehatan fisik, mental, dan sosial budaya, di tengah-tengah arus globalisasi yang tengah melanda masyarakat Kota Denpasar,” katanya.

Kalangan medis pun, kata dia, kini mempelajari obat tradisional herbal, karena bahan alami lebih cocok, dapat diterima, diserap, dan ditoleransi oleh kondisi organik tubuh manusia tanpa menimbulkan efek samping dan dapat dikonsumsi setiap waktu.

“Lebih lanjut Lenan Sari menyatakan bahwa herbal berkhasiat sebagai ramuan, makanan, dan minumam alami untuk mendapatkan proses kelahiran normal, bayi dan ibu sehat pasca persalinan. Namun  sebagian besar masyarakat belum mengetahui tata cara pemanfaatan tanaman dalam upaya perawatan kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan, maka perlu digali, dikaji, dan diterapkan lebih serius,” ujarnya.

Menggali kembali pengetahuan, pengalaman, tradisi budaya leluhur tentang pengobatan tradisional Usada dalam penatalaksanaan perawatan bayi dan ibu pasca persalinan. 

Dalam masyarakat postmodern, pengobatan tradisional Usada merupakan salah satu mewujudkan budaya hidup sehat.

Fisik maupun psikologis ditangani secara bersama-sama untuk mencegah, mengatasi suatu penyakit, dan memelihara kesehatan.

“Usada sebagai etnomedisin pengobatan tradisional masyarakat Bali, sudah diterapkan sejak dahulu oleh masyarakat terutama pengusada, untuk menanggulangi permasalahan kesehatan ibu dan bayi,” jelas dosen Unhi ini.

Akulturasi budaya meniscayakan terjadinya perpaduan sistem pengobatan tradisional Bali, dengan sistem pengobatan Ayurweda yang bersumber dari teks-teks Hindu.

Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang mendalam, kata dia, terhadap pengobat tradisional dalam perawatan bayi dan ibu pasca persalinan di Kota Denpasar didapatkan hasil bahwa masyarakat masih memanfaatkan pengobatan tradisional karena alasan.

Diantaranya, alasan agama dan budaya, alasan kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang dimiliki pengusada, serta keampuhan obat tradisional.

Kemudian alasan legalitas sebagai penguatan pengobatan tradisional, lalu alasan dukungan sarana dan prasarana.

Serta alasan gaya hidup (lifestyle) dan pariwisata kesehatan.

Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan Ayurweda, agama dan budaya memegang peranan penting bagi pengusada di Kota Denpasar dalam memberikan pertolongan kepada pasiennya.

Ayurweda merupakan kitab suci yang di dalamnya terkandung ilmu kesehatan jasmani dan rohani. Bu Gung, sapaan akrabnya melakukan observasi terhadap pengusada I dengan wawancara pada tanggal 20 April 2020.

“Pengusada ini telah melaksanakan praktek pengobatan tradisional Usada selama 35 tahun. Dalam melaksanakan praktek pengobatan tradisional, didapatkan hasil bahwa pasien yang ditangani mendapat kesembuhan,” ucapnya.

Pasien yang berobat kepada pengusada ini, sejak bayinya berumur 42 hari.

Keluhan yang dialami berupa sakit jantung pada bayinya.

Pasien juga berobat dengan keluhan bayinya sering menangis menjelang rahinan dan sandikala.

Pasien itu mengatakan, penyakit yang dialami bayinya cukup berat dan serius.

“Pasien ini merasa yakin bayinya dapat disembuhkan oleh pengudasa tersebut, hal ini dibuktikan bahwa bayinya mendapatkan pertolongan dengan cara pendekatan Agama Hindu yaitu dengan tekun memohon atau ngerastiti bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui petunjuk dan tuntunan pengusada,” katanya.

Atas pertolongan pengusada ini, bayinya bisa diselamatkan dan hingga kini bayi tersebut telah berumur 4 tahun. 

Pasien pun, kata dia, melakukan pengobatan rutin setiap minggu sekali.

Lanjutnya, dalam melaksanakan pengobatan pasien ini, pengusada mempergunakan sarana banten, canang sari, tirtha, dan dupa.

Tahap selanjutnya pasien ditanyakan tentang perkembangan kesehatan bayinya.

Setelah tahap wawancara, selanjutnya pasien diperiksa (roga pariksa) dengan cara perabaan, prana, dan pemijatan.

Setelah terapi dilakukan, langkah berikutnya pasien mendapatkan tamba berupa tirtha dan loloh diisi madu.

Untuk penjagaan dan perlindungan, diberikan labaan pada ari-ari dan pintu gerbang rumah.

Juga dibuatkan penyengker berupa serana pada bayi dan ibu untuk protector, penjagaan dan perlindungan.

“Pasien itu mengatakan mengalami depresi saat mengetahui penyakit jantung pada bayinya. Ibu tersebut mengatakan bahwa penyakit depresi yang dialami, dapat ditangani dengan baik oleh pengusada,” tegasnya.

Ibu tersebut mendapatkan penanganan terapi energi prana, dilanjutkan dengan melakukan meditasi sendiri di rumah ibu tersebut.

Dengan pengobatan secara rutin yang dilakukan selama 4 tahun, ibu dan bayinya bisa sembuh dan selamat hingga saat ini. (*).

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved