Serba Serbi
Memagari Diri Saat Pagerwesi, Persembahkan Segehan Lima Warna untuk Panca Maha Butha
Pagerwesi ini dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali dan dilaksanakan hari ini, Rabu 3 Februari 2021
Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Sehingga berdasarkan lontar tersebut, sarana upakaranya yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta prayascita. Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci.
Selain itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung satu buah.
Bantennya Dalam Agama Hindu
Setelah rahinan Siwaratri dan Saraswati, kini saatnya umat Hindu di Bali menyambut Hari Raya Pagerwesi.
Dalam ‘Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama’ dijelaskan bahwa Pada Rabu Kliwon Sinta dinamakan dengan Pagerwesi.
Saatnya Sang Hyang Paramestiguru beryoga, diiringi para dewata nawa sanga (sembilan dewa penghuni sembilan penjuru).
Untuk mendoakan kesuburuan mahluk yang hidup dam tumbuh di alam semesta.
Pada saat itu, pendeta agung wajib melakukan pemujaan, memohon air suci, dan memuja kebesaran Bhatara Sang Hyang Parameswara.
“Sesajennya terdiri atas satu daksina, satu suci, satu pras, satu panyeneng, sasayut panca lingga, penek ajuman, beserta raka wangi-wangi selengkapnya."
"Ini dipersembahkan di sanggah kemulan,” jelas I Nyoman Suarka, Koordinator Tim Alih Aksara, Alih Bahasa dan Kajian Lontar Sundarigama, Selasa 2 Februari 2021.
• Krama Desa Adat Buleleng Gelar Tradisi Memujung Saat Pagerwesi
Adapun sesajen untuk manusianya, terdiri atas satu sasayut pageh urip dan prayascita.
“Pada tengah malam umat wajib melakukan yoga semadi,” imbuhnya.
Adalagi sesajen caru untuk Sang Panca Mahabhuta, terdiri atas segehan warna sesuai dengan neptu kelima penjuru, diletakkan di kelima penjuru di halaman sanggah.
Sesajen untuk keselamatan sesama manusianya dilengkapi dengan satu segehan agung.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menjelaskan bahwasanya Pagerwesi tidak lepas dari Saraswati dan kisah Watugunung Runtuh.