Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris
Penari Rangda Berusia 16 Tahun Tewas Saat Acara Napak Pertiwi di Denpasar
Penari rangda berusia 16 tahun tewas tertusuk keris saat acara Napak Pertiwi di Denpasar
Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kejadian peristiwa penari rangda tewas tertusuk keris saat mesolah kembali terjadi di Bali.
Kali ini menimpa seorang pemuda berinisial IGNEP, yang mengembuskan napas terakhir setelah ditusuk keris yang kabarnya tembus sampai ke jantungnya.
Ironisnya, sang penari rangda yang menjadi korban baru berusia 16 tahun.
IGNEP yang masih berstatus pelajar berasal dari Banjar Dukuh, Dalung, Badung.
Dalam keterangannya kepada awak media di Balai Banjar Blong Gede, Jumat 5 Februari 2021 sore, Kelian Dinas (Kepala Dusun) Blong Gede I Made Rispong Arta Suda Negara menyatakan kejadian nahas yang menimpa pemuda tersebut terjadi di sebuah rumah di Jalan Sutomo Nomor 44, Banjar Blong Gede, Pemecutan Kaja, Kota Denpasar.
• Tertusuk Keris, Sang Penari Rangda Berusia 16 Tahun Tewas di Denpasar Bali
“Korban saat itu mengikuti acara Napak Pertiwi dalam rangkaian Hari Pagerwesi,” ujar Made Rispong, didampingi Kelian Adat Banjar Blong Gede, Made Jaya Atmaja.
Napak pertiwi merupakan upacara sakral dengan melibatkan/menurunkan sesuhunan (barong atau rangda), yang bertujuan untuk penyucian alam atau pertiwi.
Terkait kejadian ini, kemarin semua prajuru banjar melaksanakan pertemuan di Balai Banjar Blong Gede, Denpasar, pukul 15.00 Wita.
Dikira Kerauhan
Menurut Made Rispong, korban saat itu menjadi penari rangda.
Ia tampak biasa mengikuti acara yang diikuti kurang lebih 30 orang tersebut.
"Di acara ritual Napak Pertiwi itu, diikuti kurang lebih 30 orang. Harinya pas upacara Pagerwesi, hari Kamis (kemarin) sekitar pukul 01.00 Wita dini hari," ujarnya.
Acara yang berlangsung hingga tengah malam tersebut, dikatakan Made Rispong, dilaksanakan oleh seorang yang bertugas di Polresta Denpasar.
"Pelaksana acara infonya anggota kepolisian di Polresta," jelasnya.
Diceritakan, korban awalnya menari rangda seperti biasa.
• Penari Rangda Tidak Boleh Melewatkan Ritual pada Tuhan
Puncaknya, sekitar tujuh pepatih mengetes “kesaktian” si rangda.
Ketujuh pepatih yang masing-masing membawa keris kemudian menusuk si penari rangda secara bergantian.
Sang penari rangda langsung terjatuh dan tersungkur diiringi suara gamelan.
Peserta ritual menduga penari rangda kerauhan.
"Pas kena tusuk dianggap tidak apa-apa. Peserta juga tak menyadari karena gamelan riuh saat itu.
Tapi korban kemudian tersungkur, pas ditolong oleh tukang gamel dan diperiksa ternyata sudah ada darahnya," terang Made Rispong.
Saat itu juga korban langsung dilarikan ke RSUD Wangaya, Denpasar, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, namun nyawa IGNEP tidak dapat tertolong.
"Menurut info kena tusuk pas di bagian jantung. Lebih lanjutnya saya kurang paham lagi, kabarnya meninggal dunia," tuturnya.
Menurut Rispong, tempat ritual Napak Pertiwi ini bukan di pura atau sanggar.
“Tapi di rumah pribadi di Jalan Sutomo Nomor 44," tegasnya.
• BREAKING NEWS: Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris di Pemecutan Kaja Denpasar
Periksa Penyelenggara
Made Rispong menambahkan, kasus ini sudah ditangani Polresta Denpasar.
Pihak kepolisian, kata dia, sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk penyelenggara.
Kasubbag Humas Polresta Denpasar, Iptu I Ketut Sukadi, dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telepon membenarkan informasi tersebut.
Namun ia mengaku belum mengetahui lebih lanjut kronologi dari kejadian acara yang mengakibatkan korban jiwa itu.
"Infonya sudah ditangani. Tapi saya belum terima laporan dari unit reskrim. Jika sudah, nanti saya kabari," katanya, kemarin.
Saat coba didesak lagi, Sukadi tetap mengaku belum terima laporan atas kejadian yang terjadi Kamis 4 Februari 2021 dini hari ini.
"Saat ini saya belum bisa kasih keterangan lebih lanjut karena belum ada kabar dari kasat atau dari unit reskrim," tandasnya.
Luka Dada Kiri
Sementara itu, Kasubag Hukum dan Humas RSUD Wangaya Kota Denpasar, AA Ngurah Suastika, mengatakan korban masuk ke UGD RSUD Wangaya pada Kamis pukul 02.00 Wita.
"Jenazah masuk ke kamar jenazah pukul 08.30 pagi tanggal 5 Februari. Jenazah masih dititipkan di RSUD Wangaya. Sudah dilakukan pemeriksaan luar dan ditemukan luka pada dada kiri," katanya saat dikonfirmasi, Jumat 5 Februari 2021.
Pihak rumah sakit tidak melakukan swab test terhadap jenazah korban karena tidak ada mengarah ke gejala Covid-19.
"Pasien masuk UGD RSUD Wangaya sudah meninggal. Saat ini jenazah masih dititipkan di kamar jenazah. Pihak keluarga juga sudah ada yang datang ke rumah sakit," terangnya.
Sebelumnya, kasus hampir serupa juga menimpa seorang remaja Komang NTP (14) asal lingkungan Delod Bale Agung, Kelurahan Tegalcangkring, Jembrana.
Korban yang menjadi penari rangda tewas tertusuk keris ketika pentas Calonarang di Pura Sari Jati Luwih pada 15 Oktober 2015.
Korban lainnya adalah Ketut Sudira (55), pria asal Desa Nagasepeha, Buleleng, ini tewas tertusuk keris pada 25 September 2018 saat mengikuti ritual di Pura Desa Nagasepeha.
Kemudian Gede Suardana (40), yang tertusuk keris saat mengikuti upacara Mepik Desa di Pura Segara Batu Telu, Banjar Celagi, Desa Seraya, Buleleng, pada 30 Oktober 2019.
Suardana saat itu diduga kerauhan dan melakukan aksi ngurek.
Nahas, ia tertusuk keris di bagian dada hingga membuat terluka dan meninggal dunia setelah sempat dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar.
• Hasil Pemeriksaan Luar Jenazah Pemuda Tewas Tertusuk Keris di Denpasar, Ditemukan Luka di Dada Kiri
Penari Rangda Tak Boleh Abaikan Ritual Pada Tuhan
Peristiwa penari rangda tewas tertusuk keris saat masolah atau menari cukup mengejutkan banyak pihak.
Jero Mangku Ketut Maliarsa, juga tak kalah kaget mendengar kabar duka ini.
“Saya pribadi tidak berani berkomentar banyak, karena ini menyangkut hal magis, misteri, dan sangat sakral,” sebutnya kepada Tribun Bali, Jumat 5 Februari 2021.
Ia menjelaskan biasanya rangda bersanding dengan barong saat pementasan atau masolah.
Kegiatan itu pun harus didahului dengan melakukan ritual keagamaan dengan menghaturkan sesajen atau pecaruan agar tidak terjadi hal-hal di luar keinginan atau hal buruk dan negatif lainnya.
Kemudian setelah ritual pecaruan itu, semua pragina yang akan masolah menghaturkan sembah bakti kepada Tuhan.
Memohon agar mendapat anugerah kekuatan, sehingga acara sesolahan berjalan baik tidak ada insiden buruk.
“Jika sudah ritual itu dilaksanakan sesuai dengan pakemnya, dan setelah penarinya kerasukan roh atau disebut ‘trance’ yang memberi kekuatan. Jangankan mati karena tertusuk keris, tergores pun tidak karena ada kekuatan di luar kesadaran manusia itu sendiri yang merasuk,” tegasnya.
Hal ini disebabkan adanya kekuatan di luar kuasa manusia, yaitu roh lain yang mendapat kekuatan suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Fenomena ini, kata dia, sulit dijelaskan secara ilmiah sebab hal tersebut menyangkut kekuatan niskala.
“Maka orang yang menekuni sebagai pragina rangda atau barong, tidak boleh mengabaikan ritualnya untuk memohon kekuatan dari Tuhan serta ida sesuhunan atau Ida Sang Hyang Parama Wisesa,” katanya.
Ditegaskan, wajib hukumnya adanya ritual keagamaan sebelum masolah sehingga pelaksanaannya aman dan damai, serta memberikan vibrasi positif bukan justru musibah seperti adanya penari rangda yang tewas tertusuk keris.
(riz/sar/ask)