Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris

UPDATE: Keluarga Penari Rangda Tak Tempuh Jalur Hukum, Sudah Ikhlaskan Kepergian IGNEP

UPDATE: Keluarga Penari Rangda Tak Tempuh Jalur Hukum, Sudah Ikhlaskan Kepergian IGNEP, Korban Anak Yatim, Tinggal dengan Nenek

Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Firizqi Irwan
RUMAH DUKA – Suasana di rumah duka mendiang IGNEP, Jalan Raya Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung, Sabtu 6 Februari 2021 - UPDATE: Keluarga Penari Rangda Tak Tempuh Jalur Hukum, Sudah Ikhlaskan Kepergian IGNEP 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Suasana duka menyelimuti rumah penari rangda IGNEP (16) di Jalan Raya Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung, Sabtu 6 Februari 2021.

Tampak sejumlah karangan bunga menghiasi rumah mendiang IGNEP, yang meninggal dunia akibat tertusuk keris saat menari rangda.

Dari pantauan Tribun Bali, beberapa keluarga dan kerabat terlihat berkumpul di rumah duka.

Sedang jenazah IGNEP disemayamkan di bale dangin.

UPDATE Pemuda Penari Rangda yang Meninggal Tertusuk Keris di Denpasar Yatim Piatu Sejak 2 Tahun Lalu

INFO TERBARU, Pemuda Penari Rangda yang Tewas Tertusuk Keris Dikenal Miliki Talenta Sejak Usia Dini

UPDATE: Terkait Meninggalnya Penari Rangda, Kepolisian Lakukan Koordinasi Dengan Tokoh Adat & Agama

IGNEP meninggal saat menari rangda dalam acara Napak Pertiwi di rumah sanggar Jalan Sutomo, Nomor 44, Pemecutan Kaja, Denpasar, pada Kamis 4 Februari 2021 dini hari.

Ia menghembuskan napasnya setelah mengalami luka yang cukup dalam di dada kiri akibat tertusuk keris para pepatih.

Meski meninggal karena ditusuk keris, keluarga korban menyatakan tidak akan melanjutkan kasus ini ke jalur hukum.

Pihak keluarga mengaku sudah mengikhlaskan kepergian IGNEP.

“Saya selaku kakeknya mewakili keluarga besar, kami tidak akan memprosesnya (ke jalur hukum). Kami sudah mengikhlaskan kepergian dari cucu kami,” kata kerabat korban, I Nyoman Suardana, ditemui Tribun Bali di rumah duka, Sabtu 6 Februari 2021.

Suardana kembali menegaskan tidak ingin membahas mengenai kelanjutan dari kasus ini.

“Cukuplah sampai di sini. Kami tidak ingin memperpanjang masalah ini. Karena kami sudah banyak kehilangan, kami berusaha mengikhlaskan kepergiannya," jelasnya.

Suardana dan keluarga mengakui sangat terpukul dengan kepergian sang cucu yang begitu cepat dan masih sangat belia.

Meski demikian, pihak keluarga berusaha untuk tabah menganggap ini sudah menjadi “jalan” dari sang cucu yang meninggal saat menari rangda.

"Dia pergi meninggalkan kita saat ngayah, mungkin sudah jalan yang harus ditempuh memang seperti itu," tandasnya.

Karena tak ingin melanjutkan kasus meninggalnya IGNEP ke jalur hukum, pihak keluarga pun tak melaporkannya ke polisi.

Hal ini dibenarkan Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan.

“Ya, keluarga korban tidak ada melakukan laporan,” katanya saat ditemui terpisah di Mapolresta Denpasar, Sabtu kemarin.

Lebih lanjut Suardana menyampaikan pihak keluarga hanya meminta doa untuk mendiang IGNEP.

"Kami memohon doanya agar keluarga yang ditinggalkan oleh cucu kami Gede Nanda ini bisa dikuatkan dan ditabahkan," tambahnya.

Untuk diketahui, Suardana merupakan adik dari kakek kandung IGNEP.

“Jadi Gede Nanda ini cucu dari kakak kami,” ujar pria paruh baya yang tinggal tak jauh dari rumah duka.

Ditinggal Ayah Ibu

Suardana menuturkan, IGNEP merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Adiknya masih kelas 5 Sekolah Dasar (SD).

Namun diketahui, pemuda 16 tahun tersebut sudah menjadi seorang anak yatim piatu sejak dua atau tiga tahun lalu.

Kedua orangtuanya telah pergi terlebih dahulu karena sakit.

Tak lama, kakek kesayangan IGNEP juga menyusul pada tahun 2020.

Sang kakek juga meninggal karena sakit.

"Kedua orangtuanya meninggal dunia karena sakit sekitar dua dan tiga tahun lalu. Kakeknya juga sama tahun lalu,” terang Suardana.

Sejak ditinggal ayah, ibu, dan kakeknya dalam waktu berdekatan, korban IGNEP sehari-hari hanya tinggal bertiga dengan adiknya dan sang nenek.

“Sekarang dia tinggal sama nenek dan adiknya yang masih kelas 5 SD. Almarhum adalah tulang punggung keluarga," kata Suardana.

Kini, IGNEP juga turut menyusul kedua orangtuanya di usianya yang masih sangat muda.

Hari ini, Minggu 7 Februari 2021, keluarga akan melaksanakan upacara mesangih atau potong gigi terlebih dulu terhadap almarhum IGNEP, kemudian dilanjutkan dengan prosesi pengabenan.

"Semoga upacaranya bisa berjalan dengan lancar dan baik, semoga bisa menyatu dengan-Nya," harap Suardana dengan suara lirih.

Bakat Seni

Suardana menyebut IGNEP merupakan anak yang penuh talenta yang menekuni bidang kesenian tari-tarian Bali sejak usia dini.

“Dia di bidang tari, tari apapun bisa. Baik topeng, pewayangan, dan lainnya. Bahkan tabuh juga bisa. Padahal dia baru kelas 10 (kelas 1) di SMK," ujarnya.

Sosok IGNEP di mata keluarga serta kerabat dekatnya dikenal sebagai pemuda yang baik, ramah, dan berjiwa sosial, terutama saat kegiatan adat dan keagamaan.

Seni tari yang ia geluti sudah diasah mulai dari kecil.

Bahkan sejak kelas 5 SD, IGNEP sudah mengisi beberapa acara di desa tempat ia tinggal dengan menari di pura, gereja, ataupun tempat lainnya.

"Walaupun baru SMK, tapi dia sangat diandalkan oleh keluarganya. Dia kadang-kadang melatih tabuh, dan diberikan (uang) sekadar, dia pakai untuk keluarga," tutur Suardana.

"Dia sangat sosial sekali, dia ngayah nabuh atau nari di mana-di mana dia mau. Dia dari umur kelas 5 sudah pentas," lanjutnya.

Suardana mengaku sangat bangga dengan korban, namun ia menyayangkan kepergian IGNEP yang masih berusia belasan tahun.

"Yang amat sangat kami sayangkan bersama, seorang anak muda yang punya talenta telah meninggalkan kita semua. Saya juga selaku kakeknya sangat bangga punya cucu seperti itu. Hanya sangat disayangkan dalam usia yang sangat belia ini beliau harus meninggalkan kita bersama," kata Suardana.

Pelajaran bagi Penari

Mengenai hal ini, Suardana pun memberikan pesan kepada semua orangtua atau penggiat seni agar bisa memperhatikan penari yang masih berusia belasan tahun.

Agar hal ini bisa menjadi pelajaran bersama, karena usia penari yang masih belia belum sepatutnya untuk menjalankan hal-hal yang seperti itu, mengingat acara tersebut terbilang sakral di Bali.

"Walupun dari segi kelihaian mereka menari bagus, tapi dari segi usia dan mental mereka belum siap. Maka kami, saya selaku kakeknya memohon kepada siapa pun yang melaksanakan kegiatan seperti ini mohon memperhatikan dari segi resiko yang mungkin dihadapi oleh penari,” ujarnya.

Suardana berharap kasus ini menjadi yang terakhir kali terjadi di Bali.

“Jangan sampai terjadi ke anak-anak yang punya talenta seperti ini, malah jadi akhir dari prestasi mereka di dalam kehidupan," tutupnya. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved