Berita Gianyar

Desa Adat Gianyar Mohon Perlindungan Hukum ke Kapolda Bali Terkait Polemik Tanah Pasar Umum Gianyar

Desa Adat Gianyar, Kabupaten Gianyar, Bali meminta perlindungan hukum pada Kapolda Bali, Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Pembangunan Pasar Umum Gianyar dibangun dalam status tanah yang saat ini tengah dipersoalkan. Foto diambil, Rabu 10 Februari 2021 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Desa Adat Gianyar, Kabupaten Gianyar, Bali meminta perlindungan hukum pada Kapolda Bali, Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra.

Hal itu berkaitan dengan polemik antara Desa Adat Gianyar dengan Pemkab Gianyar, berkaitan dengan tanah tempat dibangunnya Pasar Umum Gianyar senilai Rp 250 miliar di atas tanah seluas 1,297 hektare tersebut.

Sebab desa adat tidak bisa mensertifikatkan tanah itu, lantaran dalam waktu bersamaan Pemkab Gianyar mengajukan hak guna pakai atas tanah tersebut.

Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana, Rabu 10 Februari 2021 mengatakan, surat perlindungan hukum ini langsung diserahkan pada Kapolda Bali dua hari lalu.

Pekerjakan 260 Orang, Revitalisasi Pasar Umum Gianyar Terapkan Protokol Kesehatan Ketat

Dia menjelaskan, latar belakang perlindungan hukum ini terkait tanah PKD (pekarangan desa) di Pasar Umum Gianyar.

Kata dia, sebelum tanah tersebut menjadi Pasar Umum Gianyar, pada tahun 1947 warga yang sebelumnya berjualan di Pasar Tenten (sekarang menjadi Bale Budaya Gianyar), dipindahkan ke lokasi yang saat ini menjadi Pasar Umum Gianyar yang masih berstatus tanah Desa Adat Gianyar.

"Zaman pemerintahan Anak Agung Gde Agung, dipindahkan dengan tujuan memperluas pasar, namun masih berstatus Pasar Adat.

Saat pindah ke lokasi saat ini, ada 16 KK yang dipindahkan oleh desa adat ke daerah Kampung Tinggi, warga itu diberikan tanah oleh Desa Adat Gianyar," ujarnya.

"Kemudian, tahun 1976-1977, pemerintahan Bupati Anak Agung Putra (periode 1969-1983), pada zaman itu lagi diperluas dengan mengambil lokasi di selatan pasar. Saat itu ada 10 KK dipindahkan ke jalan Majapahit," ujarnya.

Dalam perjalanannya, pasar adat ini lantas dipinjam oleh Pemda Gianyar menjadi Pasar Gianyar. "

Tanahnya milik adat, tapi bangunannya milik pemerintah," ujarnya.

Dia pun mengungkapkan, permasalahan muncul saat masa Bupati Gianyar, Made Mahayastra saat ini.

Oleh Pemkab Gianyar,  tanah adat tersebut dimasukkan ke dalam Kartu Inventaris Barang (KIB).

"Seharusnya yang masuk KIB itu kan hanya bangunannya saja," ujarnya.

"Tapi, tanah desa adat tersebut diklaim bahwa itu adalah tanah puri. Bupati dulu kan tidak seperti itu. Dulu, karena ini tanah adat, makanya ada MoU parkir sengol. Ada perjanjian, karena kita punya tanah PKD di sana, supaya ada rasa terimakasih Pemda pada desa adat makanya diberikan MoU pendapatan parkir sengol, pembagiannya 65 persen untuk desa adat," imbuhnya.

Glodon dan Tunas Jaya Sanur Terapkan BIM Cubicost Dalam Proyek Pasar Umum Gianyar

Terkait perlindungan hukum yang dimaksud, Dewa Swardana menjelaskan, Desa Adat Gianyar saat ini akan melaksanakan program Presiden Jokowi, yakni  Pendaftaran  Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan objek tanah Pasar Umum Gianyar ini.

Namun pada saat yang sama, Pemda justru mengajukan permohonan hak guna pakai atas tanah itu

"Karena ini adalah permohonan dalam 1 lokasi, jadi kami tidak bisa melaksanakan PTSL. Kita desa adat sudah bersurat ke BPN, merasa keberatan masalah permohonan dari Pemda," ujarnya.

"Seharusnya, kalau memang mau hak guna pakai, kan biarkan dulu desa adat mensertifikati, nanti kalau umpamanya Pemda ingin mengajukan hak guna pakai tanah desa  adat itu, harus berbicara dengan desa adat," imbuhnya.

Pihaknya menilai Pemda arogansi. Sebab mereka tidak mau mencabut permohonan tersebut.

"Malahan dia (Pemda) mengklaim bahwa itu adalah tanah Puri Agung Gianyar. Pemda tak ngerti sejarah. Klaim itu sudah bisa dipatahkan," ujarnya.

"Kalau itu dikatakan pasar puri, dulu puri itu keratonnya di Kelurahan Beng. Tahun 1771,keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar, di Gianyar sudah ada masyararakat adat," ujarnya.

Terkait permasalahan ini, pihaknya pun akan melanjutkan hingga ke tingkat manapun.

"Karena di BPN tak boleh mengajukan (PTSL dan HGP) jadi tidak boleh. BPN sudah melakukan mediasi antara pemkab dan desa adat, tapi mediasi pertama itu Pemkab tak mau hadir. Malahan ada surat, Pemda menutup ruang dan waktu untuk mediasi. Di sini arogansinya kekuasaan," ujarnya.

"Kita ingin menyelesaikan secara damai, musyawarah dan mufakat. Desa adat sudah ngalah. Malahan desa adat mengapresiasi pembangunan pasar itu. Pakai aja tanah desa adat itu, tapi berikan kami mensertifikati," tandasnya.

Peletakan Batu Pertama, Pasar Umum Gianyar Solid Bergerak untuk Ekonomi Rakyat

"Atas persoalan inilah, kita minta perlindungan hukum ke Polda. Biar Polda nanti menyelesaikan masalah ini berdasarkan musyawarah mufakat. Kalau tetap tidak terselesaikan, maka desa adat akan tetap melaksanakan sesuai hukum yang berlaku," tandasnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, Ni Luh Gede Eka Suary belum bisa berkomentar soal surat desa adat ke Polda Bali tersebut.

“Saya masih rapat,” ujarnya singkat.(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved