Sejarah Etnis Tionghoa di Kawasan Gajah Mada Denpasar, Datang Saat Masa Penjajahan Belanda
Hampir 101 tahun etnis Tionghoa telah menempati wilayah sekitaran Jalan Gajah Mada Denpasar, Bali.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
“Kami saling melengkapi dan tidak ada persaingan,” katanya.
Setelah itu, banyak permasalahan yang timbul dan beberapa toko mulai dijual dan diambil alih oleh Arab dan India.
Penduduk etnis Tionghoa di sana pun berpencar ke beberapa daerah dan banyak juga yang kembali ke Kuta.
“Jadi kebanyakan mencar mereka, sebagian ke Kuta lagi, jadinya Kuta kan ramai sekarang dengan etnis Tionghoa. Kalau dihitung-hitung di sini hanya tersisa 30 sampai 40 persen warga Tionghoa,” paparnya.
Kejadian yang paling buruk dialami saat masa pemerintahan Soeharto.
Dimana saat itu banyak pemuda etnis Tionghoa yang kembali ke China karena di sini tidak diijinkan sekolah.
Mereka juga mengganti nama termasuk nama toko mereka agar tak menggunakan nama yang berbau China.
“Sekolah Tionghoa ditutup dan aset mereka banyak diambil. Kelenteng juga tutup dan banyak pemuda yang pulang ke China,” katanya.
Setelah pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) komunitas ini mulai bisa bernapas lega.
Usaha mereka pun mulai menggeliat hingga saat ini.
Namun, karena masa pengekangan tersebut, menurut Tio banyak anak muda etnis Tionghoa yang hampir melupakan tradisi leluhurnya.
“Karena ada yang tua-tua, makanya adat istiadat dari leluhur kami masih tetap bertahan,” paparnya.
Walaupun etnis ini masih bertahan di kawasan Gajah Mada, namun jumlah mereka sudah tidak banyak.
Tempat usaha mereka yang masih bertahan pun bisa dihitung dengan jari.
“Yang bertahan toko yang jual kopi itu Bhineka Jaya, toko obat, dan beberapa toko. Kalau dulu banyak, sampai Wisnu Teater. Namun sudah kebanyakan dijual dan dibeli sama orang Arab dan India, sehingga kebanyakan pedagang kain di sini,” katanya.