Berita Gianyar

Tanah Pasar Gianyar Jadi Rebutan, Desa Adat Berhadapan dengan Pemkab

Desa Adat Gianyar tak bisa mensertifikatkan tanah karena saat waktu bersamaan Pemkab Gianyar mengajukan hak guna pakai atas tanah seluas 1,297 hektare

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Pembangunan Pasar Gianyar dibangun dalam status tanah yang saat ini tengah diperebutkan antara Desa Adat Gianyar dan Pemkab Gianyar. Foto diambil, Rabu 10 Februari 2021 

"Seharusnya, kalau memang mau hak guna pakai, kan biarkan dulu desa adat mensertifikasi, nanti kalau umpamanya Pemda ingin mengajukan hak guna pakai tanah desa  adat itu, harus berbicara dengan desa adat," imbuhnya.

Baca Juga: Ketua PHRI Gianyar : Pariwisata Bisa Dibuka dengan Mencontoh Negara UEA 

Baca Juga: Selain Sepi, Kini Jalan di Ubud Gianyar Berlubang Akibat Hujan Lebat yang Terus Mengguyur dan Banjir 

Dewa Made Swardana,  mengatakan Pemkab tidak mau mencabut permohonan tersebut. "Malahan dia (Pemda) mengklaim bahwa itu adalah tanah Puri Agung Gianyar. Pemda tak ngerti sejarah. Klaim itu sudah bisa dipatahkan," ujarnya.

"Kalau itu dikatakan pasar puri, dulu puri itu keratonnya di Kelurahan Beng. Tahun 1771, keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar, di Gianyar sudah ada masyararakat adat," jelasnya.

"Karena di BPN tak boleh mengajukan (PTSL dan HGP) jadi tidak boleh. BPN sudah melakukan mediasi antara Pemkab dan desa adat, tapi mediasi pertama itu Pemkab tak mau hadir. Malahan ada surat, Pemda menutup ruang dan waktu untuk mediasi. Di sini arogansinya kekuasaan," papar dia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, Ni Luh Gede Eka Suary belum bisa berkomentar soal polemik yang membuat Desa Adat Gianyar sampai mengirim surat ke Kapolda Bali.

Saat dihungi ia mengaku sedang rapat. “Saya masih rapat,” ujarnya singkat. Tribun-Bali.com kemudian mencoba mengonfimasi lagi sebelum berita ini diturunkan. Namun nomor ponsel yang bersangkutan tak bisa dihubungi.  

Ingin Selesaikan Baik-baik

Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana menegaskan, pihaknya ingin menyelesaikan persoalam ini secara damai, musyawarah, dan mufakat.

“Desa adat sudah ngalah. Malahan desa adat mengapresiasi pembangunan pasar itu. Pakai saja tanah desa adat itu, tapi berikan kami mensertifikasi," tandasnya.

"Atas persoalan inilah, kami minta perlindungan hukum ke Polda. Biar Polda nanti menyelesaikan masalah ini berdasarkan musyawarah mufakat. Kalau tetap tidak terselesaikan, maka desa adat akan tetap melaksanakan sesuai hukum yang berlaku," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved