Berita Buleleng
Kasus Dugaan Korupsi Hibah Pariwisata, 7 Pejabat Dispar Buleleng Diperiksa, Dicecar 30 Pertanyaan
Dicecar 27 hingga 30 Pertanyaan, 7 Pejabat Dispar Buleleng Diperiksa, 1 Tersangka Sakit, Kasus Dugaan Korupsi Hibah Pariwisata
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng memeriksa tujuh tersangka kasus dugaan mark-up program Explore Buleleng, Selasa 16 Februari 2021.
Pemeriksaan dilakukan selama kurang lebih enam jam, mulai pukul 08.00 Wita hingga pukul 14.00 Wita di kantor Kejari Buleleng.
Sebelum menjalani pemeriksaan, para tersangka terpantau menjalani swab test terlebih dahulu.
Setelah itu, mereka diperiksa di ruang penyidik, didampingi oleh masing-masing kuasa hukum.
Baca juga: Terkait Kasus Dugaan Mark-up Dana Hibah Pariwisata 8 Pejabat Dispar, Ini Kata Ketua DPRD Buleleng
Baca juga: Menteri Sandiaga Prihatin, 8 Pejabat Dispar Buleleng Tersangka Korupsi Dana Hibah
Baca juga: Soal Dugaan Mega Korupsi di Dispar Buleleng, Pemprov Tak Mau Komentar
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng, I Putu Gede Astawa mengatakan, pemeriksaan kali ini memang hanya diikuti oleh tujuh tersangka.
Sementara satu tersangka lainnya berinisial Nyoman GG tidak menghadiri pemeriksaan karena sakit diabetes.
"Sudah ada surat keterangan dari dokternya kalau yang bersangkutan sedang sakit diabetes. Pemeriksaan akan dilakukan jika yang bersangkutan sudah sembuh. Kami tidak akan menjemput bola, nanti melanggar HAM," jelasnya.
Sementara Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng AA Jayalantara mengatakan, berkas perkara dalam kasus dugaan korupsi ini terbagi menjadi dua, yakni mark-up program Explore Buleleng, dan mark-up sosialisasi atau bimtek CHSE.
Dimana, untuk tersangka yang diduga melakukan mark-up di program Explore Buleleng berjumlah dua orang.
Sementara di program Bimtek CHSE sebanyak empat orang, satu orang tersangka di Pengguna Anggaran (PA) dan satu orang tersangka PPK.
"Jadi ada yang diperiksa sebagai tersangka, di sisi lain juga diperiksa sebagai saksi. Karena dalam kasus ini, perkaranya displitsing ada yang mark-up bimtek dan ada yang mark-up Explore Buleleng," jelasnya.
Para tersangka imbuh Jayalantara rata-rata dicecar 27 hingga 30 pertanyaan. Mereka seluruhnya menjawab dengan kooperatif.
Jaksa pun memberikan kesempatan pada para tersangka apabila ingin menghadirkan saksi yang dapat memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri.
"Ada tersagka yang menyatakan tidak mengajukan saksi yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Ada juga yang mengaku masih pikir-pikir," jelasnya.
Saat pemeriksaan, salah satu tersangka berinisial Nyoman S diakui Jayalantara telah mengembalikan dana hasil penyalahgunaan sebesar Rp 32.075.000.
Dana tersebut kini telah dijadikan sebagai barang bukti.
Seusai menjalani pemeriksaan, para tersangka diperbolehkan pulang, dan akan menjalani pemeriksaan kali ke dua di Kejari Buleleng, Rabu 17 Februari 2021 hari ini.
"Kami belum melakukan penahanan karena masih harus melakukan pemeriksaan lagi," pungkas Jayalantara
Sementara kuasa hukum salah satu tersangka inisial MD SN, Nur Abidin mengatakan, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan berjalan cukup baik dan humanis.
Kliennya itu kata Abidin dicerca sebanyak 27 pertanyaan, yang sebagian besar terkait fungsi dan tugas sang klien dan terkait pembagian dana hibah 30 persen.
Berdasarkan keyakinan hukumnya sebagai advokat, Abidin mengaku yakin dapat membuktikan dan meyakinkan peradilan bahwa sang klien tidak melakukan perbuatan seperti yang disangkakan oleh pihak kejaksaan.
"Klien kami sudah menjalankan tugas dan kewenangan serta regulasi yang ada," tutupnya.
Seperti diberitakan, Tim Penyidik Pidsus Kejari Buleleng memeriksa 20 saksi yang merupakan rekanan pendukung kegiatan Explore Buleleng, Senin 15 Februari 2021 lalu.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menguatkan dugaan delapan pejabat di Dispar Buleleng melakukan mark-up dalam program Explore Buleleng, yang dananya bersumber dari dana hibah pariwisata.
Jayalantara mengatakan, tim penyidik Pidsus Buleleng saat ini memang melakukan pemeriksaan maraton, agar berkas penyidikan dapat segera dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Singaraja.
Seusai memeriksa 20 saksi, Selasa 16 Februari 2021 dan Rabu 17 Februari 2021, giliran delapan tersangka yang akan diperiksa.
Selain itu, imbuh Jayalantara, pada Senin, pihaknya juga menyita tambahan barang bukti, berupa uang tunai sekitar Rp 24 juta dari salah satu vendor.
Seperti diketahui uang tersebut sudah disisihkan oleh vendor, namun belum sempat diambil oleh para tersangka lantaran kasus dugaan korupsi ini keburu mencuat.
Saat disinggung apakah ada vendor yang juga akan ditetapkan sebagai tersangka, mengingat pihaknya ikut memberikan uang kepada para tersangka, Jayalantara mengaku dalam keadaan pandemi ini, pihaknya hanya fokus mengejar orang yang memiliki niat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Jadi modusnya klasik. Mau tidak mau para rekanan mengikuti modus dan keinginan para tersangka, memberikan fee. Karena kalau tidak diikuti, kapan hotel itu bisa mendapatkan dana untuk membayar karyawannya, untuk membayar operasional di hotel. Kendati dananya terpotong hampir setengah, pihak rekanan sudah sangat bersyukur. Kami masih memiliki hati nurani kepada teman-teman pelaku pariwisata. Di tengah terjepitnya mereka, sehingga mengikuti kemauan para tersangka ini. Jadi siapa yang memiliki niat untuk korupsi itu lah yang kami kejar," jelas Jayalantara.
Sementara terkait dana hasil mark-up yang diterima oleh para tersangka, kata Jayalantara berbeda-beda.
Ada yang menerima lebih dari Rp 10 juta, ada yang menerima Rp 9 juta, dan ada pula yang menerima Rp 6 juta.
Sementara terkait kapan para tersangka akan ditahan, Jayalantara mengaku masih menunggu keputusan dari Kajari Buleleng.
"Jadi hasil mark-up ini dikumpulin dulu, terus dibagi-bagi. Yang eselon II nilainya beda, yang eselon III dan IV juga beda,”
Terpisah, Sekda Buleleng, Gede Suyasa menjelaskan, dana hibah periwisata yang diberikan oleh pusat untuk pemulihan ekonomi nasional di Buleleng pada Oktober 2020 lalu sebesar Rp 13,4 miliar.
Sesuai petunjuk teknis, dana tersebut dibagi dengan skema 70:30.
Dimana, 70 persennya atau Rp 9,3 miliar diberikan kepada pemilik hotel dan restoran.
Sementara 30 persennya, atau sebesar Rp 4 miliar masuk dalam kegiatan belanja langsung, untuk kegiatan di Dispar Buleleng dan untuk pengawasan atau pendampingan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Dari dana 70 persen itu, kata Suyasa yang terealisasi hanya Rp 6,6 miliar, dengan rincian untuk hotel Rp 4,9 miliar dan restoran Rp 1,7 miliar.
Dana tidak seluruhnya terealisasi lantaran ada beberapa hotel maupun restoran yang tidak lolos verifikasi.
Sehingga sisa dana lagi Rp 2,8 miliar sudah kembali ke kas negara.
Berdasarkan pemeriksaan Kejaksaan, dana 70 persen untuk para pemilik hotel dan restoran ini tidak bermasalah, bahkan diapresiasi oleh BPK.
Sementara untuk dana yang 30 persen, yang diberikan kepada Dispar Buleleng Rp 3,9 miliar, untuk menjalankan program sosialisasi atau bimtek CHSE, bantuan sarpras di masing-masing DTW, serta Explore Buleleng.
Sementara untuk pengawasan atau pendampingan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Rp 117 juta. Pada program yang di Dispar Buleleng ini lah yang diduga oleh Kejari Buleleng terjadi penyimpangan.
"Kami berharap seluruh masyarakat menghormati proses hukum ini dan tudak menyampaikan opini secara tendensius. Tunggu bagaimana keputusan akhir dari proses hukum ini sampai ada keputusan yang bersifat tetap," terang Suyasa.
Imbuh Suyasa, pendampingan yang dilakukan oleh APIP hanya yang berkaitan dengan verifikasi calon penerima hibah (pemilik hotel dan restoran).
Sementara untuk program yang dijalankan oleh Dispar, tidak didampingi APIP mengingat dananya menjadi belanja langsung maka kewenangan ada di penggunaa anggaran sendiri, dalam hal ini Dispar Buleleng.
"Jadi seperti proses pengadaan biasa, kegiatannya jadi belanja langsung. Ketika pengguna anggaran mengeksekusi tentu menggunakan berbagai proses, seperti proses pengadaan dan penentuan kepersertaan," jelasnya.
Sementara Kepala BKPSDM Buleleng, I Gede Wisnawa mengatakan, surat resmi penetapan delapan pejabat Dispra Buleleng sebagai tersangka belum diminta oleh pihaknya kepada Kejari Buleleng.
Surat akan diminta dalam waktu dekat, sehingga pihaknya akan menindaklanjuti dengan proses menon-aktifkan status kepegawaiannya sementara.
"Ketika pengadilan nanti mengatakan mereka bersalah, maka mereka akan diberhentikan sebagai PNS. Kalau tidak bersalah, mereka akan dikembalikan lagi sebagai PNS," jelasnya.
Mengingat selama belum ada putusan inkracht, posisi delapan pejabat itu akan diisi sementara oleh Plt. Penunjukan Plt akan dilakukan langsung oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.
"Siapa-siapa saja yang ditunjuk sebagai Plt itu keputusan Bupati dan Sekda. Siapa yang ditunjuk harus siap sebagai Plt, dan penunjukan ini juga harus dilaporkan ke BKN dan KASN," tutupnya.
Gubernur Bali Mengaku Malu
GUBERNUR Bali, Wayan Koster mengaku malu dengan adanya penyelewengan pemanfaatan dana hibah di Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng.
Koster meminta agar para pelaku yang sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi agar diproses secara hukum.
"Jadi saya berharap ini diproses secara hukum. Dan ini menjadi pelajaran supaya kita berhati-hati mengikuti aturan dalam menggunakan dana APBN. Apalagi tahun ini kan akan ada lagi program itu. Saya jadi malu karena ada kejadian begini, jadi malu, enggak enak," kata dia di rumah jabatannya, Jaya Sabha, Dennpasar, Selasa 16 Februari 2021.
Koster pun mengaku menyayangkan tindakan tersebut. Apalagi dana hibah tersebut diperjuangkan secara susah payah guna membantu sektor pariwisata Bali yang terdampak pandemi Covid-19.
"Tentu saya menyayangkan. Itu kan kita bersusah payah memperjuangkan dana hibah pariwisata, tapi kok dilaksanakan secara tidak wajar. Gitulah ya," kata Koster.(*).
(Ratu Ayu Astri Desiani / I Wayan Sui Suadnyana)