Berita Bali
Membaca Lontar Tutur Pajyut, Duta Badung Juara I Ngwacen Aksara Bali
lontar berjudul Pajyut, lontar ini tergolong klasifikasi lontar satua koleksi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang diperkenalkan pertama kali ke publik
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Membaca aksara Bali, diperlukan kecerdasan dalam merangkai suku kata, sebab tidak semua lontar atau teks memiliki kesamaan pola atau pasang aksara yang digunakan.
Seperti lontar berjudul Pajyut, lontar ini tergolong klasifikasi lontar satua koleksi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang diperkenalkan pertama kali ke publik.
Lontar ini dibaca oleh 7 peserta duta dari kabupaten kota kecuali Tabanan dan Bangli yang tidak hadir dalam ajang Wimbakara (lomba) Ngwacen Aksara Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali 2021, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Bali, 18 Februari 2021.
Tetap dengan prosedur kesehatan (prokes) yang ketat, keseruan para pembaca lontar di atas panggung dengan waktu 10 -15 menit terlaksana dengan baik.
Baca juga: Pemprov Bali Melaksanakan Lomba Ngetik Aksara Bali di Bulan Bahasa Bali 2021, Diikuti 8 Peserta
Baca juga: Tanjung Bungkak Denpasar Perkuat Identitas Sebagai Pusat Kesenian Lewat Papan Nama Beraksara
Baca juga: Sebuah Pesan untuk Menjaga Kelestarian Alam dalam Tutur Korawisrama di Bulan Bahasa Bali 2021
Jangankan para peserta yang sebagian besar pelajar tingkat SMP, para dewan juri pun baru mengetahui lontar yang belum pernah dipublikasikan ke publik itu memang cukup sulit dibaca.
Ada kesulitan tersendiri, melihat jenis aksara tertentu diperlukan kejelian cara membacanya.
Meski demikian, ke tujuh peserta lomba ini mendapat apresiasi luar biasa dari dewan juri, karena mampu secara teknik, ekpresi dan penampilan disajikan dengan baik.
Dari tujuh peserta mewakili kabupaten kota, akhirnya I Gusti Putu Weda Adi W Duta Kabupaten Badung meraih juara I, disusul A.A Gede Wiraputra Duta Gianyar Juara II dan I Komang Alit Astawa dari Kabupaten Klungkung meraih Juara III.
"Intonasi, penampilan, ekspresi walau kita akui teks lontar ini sangat sulit untuk dibaca, kami dari dewan juri memberi apresiasi luar biasa kepada para remaja ini mampu membaca teks lontar ini," kata Drs. I Wayan Suteja, M.Hum., Dosen Universitas Udayana, selaku dewan juri lomba.
Wayan Suteja didampingi juri lainnya diantaranya Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum., Dosen Universitas Udayana, dan Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A., Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar sangat salut dengan kemampuan rata-rata para pelajar yang ikut lomba kali ini, yang sejatinya mereka mempunyai pengalaman membaca lontar.
Teks lontar ini, sedikit berbeda dengan gaya aksara Bali pada umumnya.
"Sebagian besar tulisan di lontar ini mengabaikan pasang aksara, pembaca harus jeli disini diperlukan kecerdasan merangkai menjadi kata-kata yang dimaksud, syukurnya ini masih bahasa Bali tetapi kalau bahasa Jawa Kuno lebih ribet lagi," tutur Suteja.
Meski demikian, jangan kapok karena kesulitan membaca lontar yang belum pernah sama sekali dibaca, apalagi teks lontar yang dipilih oleh panitia belum banyak dipublikasi.
Namun inilah proses latihan, semakin banyak yang membaca lontar banyak pula tutur yang bisa diungkap.
"Contohnya lontar satua Pajyut ini, ternyata panitia sangat tepat memberikan pilihan lontar ini untuk dijadikan bahan membaca aksara Bali, isi lontar tentang tutur berjudul Pajyut ini mengisahkan cerita logika di tengah perseteruan antara orangtua dan anak," tambah Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A.,