Berita Bali
Jokowi Terbitkan Perpres Mikol, Tapi Penjual Arak di Bali Bingung Cari Izin, Ditawari Izin Restoran
Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
Penulis: Putu Supartika | Editor: Komang Agus Ruspawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Perpres Nomor 10 Tahun 2021 ini diterbitkan pada 2 Januari 2021 sebagai pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyambut baik terbitnya Perpres tersebut karena membuat minuman beralkohol (Mikol) di Bali sah untuk diproduksi dan dikembangkan.
Seorang pengecer arak dari Sanur, Denpasar, Wayan Odah, pun menyambut baik keluarnya Perpres tersebut.
Akan tetapi, walaupun aturan sudah keluar termasuk adanya Pergub Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali, pedagang arak masih tetap kebingunan mencari izin.
“Untuk aturan itu saya salut, tapi dari pengecer atau penjual belum ada aturan terkait jalurnya nyari izin. Apalagi saya hanya menjual arak saja dan tidak ada produk luar,” kata Odah saat dihubungi Senin 23 Februari 2021 siang.
Ia mengatakan, aturan untuk bisa menjual arak tersebut harus memiliki izin restoran maupun pub.
Dengan izin tersebut menurutnya, yang dijual bukan hanya arak saja, melainkan minuman dari luar. Sehingga akan sangat sulit untuk menjual arak saja.
“Kalau menurut saya, masyarakat kecil belum kena aturan ini. Yang kena kan yang sudah besar, seperti produsen besar, restoran dan pub,” katanya.
Baca Juga: Jokowi Teken Perpres, Bali Kini Sah untuk Produksi dan Kembangkan Mikol Lokal
Baca Juga: Perpres Nomor 10 Tahun 2021: Arak Bali, Brem Bali dan Tuak Bali Legal di Indonesia
Dirinya sempat mengurus izin untuk arak ini, namun yang ditawarkan adalah izin restoran dan bukan izin khusus untuk arak.
“Saya sudah dapat ngurus izin, tapi ditawari izin restoran. Izin khusus jual araknya tidak ada, kan tidak jalan,” katanya.
Ia menambahkan, terkait adanya cukai, dirinya pun mengaku sah-sah saja.
Namun, jika arak tersebut sasarannya hanya masyarakat lokal dinilai akan memberatkan petani dan penjual.
“Memangnya lokal tidak boleh konsumsi arak? Dari sana oke, ada aturannya, tapi jangan lupa kita konsumsi barang kita sendiri, kalau kita tidak konsumsi duluan, nggak mau orang luar beli,” ujarnya.
Dengan ketidaktahuan dan kebingungan dalam mencari izin ini, Odah mengaku masih harus kucing-kucingan saat menjual arak.
Bahkan, meskipun sudah ada aturan seperti Pergub dan Perpres terbaru ini, ia tetap waswas akan digrebek petugas karena usahanya belum memiliki izin.
Oleh karenanya, selain keluarnya regulasi, Odah membutuhkan kejelasan terkait izin bagi pengecer dan warung.
Sehingga mereka merasa nyaman dalam menjual arak yang merupakan minuman khas Bali ini.
Baca Juga; Koster Akan Bikin Merek Arak Bali yang Dipatenkan Bernama ‘Barak’
Baca Juga: Terapi Uap Arak Bali & Ekstrak Limau Bisa Sembuhkan Pasien Covid-19 ? Begini Penjelasan Ahli
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres Nomor 10 Tahun 2021 ini diterbitkan pada 2 Januari 2021 sebagai pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Gubernur Bali, Wayan Koster menyambut baik terbitnya Perpres tersebut karena membuat minuman beralkohol di Bali sah untuk diproduksi dan dikembangkan.
"Dengan berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang ditetapkan tanggal 2 Pebruari 2021, minuman Arak Bali, Brem Bali dan Tuak Bali menjadi usaha yang sah untuk diproduksi dan dikembangkan," kata Koster, Senin 22 Februari 2021.
Sebelumnya berlaku Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Regulasi ini sebagai penjabaran Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Melalui Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tersebut, ditetapkan bahwa industri minuman beralkohol merupakan bidang usaha tertutup.
Namun dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dengan menetapkan minuman beralkohol bukan bidang usaha tertutup penanaman modal.
Kemudian, kata Koster, tindak lanjut dari perubahan Pasal 12 UU Nomor 25 Tahun 2007 tertuang dalam Lampiran III angka 31, 32, dan 33 Perpres Nomor 10 Tahun 2021.
Lampiran itu menetapkan bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Koster mengungkapkan, industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt sebagai bidang usaha terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali sebagai respon atas upayanya mengajukan revisi ke pemerintah pusat.
Pengusulan revisi itu dilakukan melalui Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind Disdagperin pada 24 April 2019 dengan perihal permohonan fasilitasi revisi untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan di Bali terkait Perpres Nomor 39 Tahun 2014.
"Terhadap permohonan Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind/Disdagperin, mendapat respon dari Menteri Perindustrian RI melalui Dirjen Industri Agro untuk memfasilitasi revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 dan sambil menunggu perubahan Perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali," terang Koster.
Oleh karena itu, pihaknya di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pada 29 Januari 2020 memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Pergub ini disinyalir dapat memberikan penguatan dan pemberdayaan perajin bahan baku minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali, standardisasi produksi untuk menjamin keamanan dan legalitas, serta kesejahteraan Krama Bali.
"Dengan terbitnya Perpres Nomor 10 Tahun 2021, maka izin usaha industri beserta perluasan usaha minuman fermentasi dan /atau destilasi khas Bali yakni tuak Bali, brem Bali, arak Bali, produk artisanal dan arak/brem untuk upacara keagamaan sangat terbuka untuk dikembangkan oleh Krama Bali," kata dia.
Koster mengaku akan melibatkan IKM dalam pengembangan usaha industri beserta perluasan usaha minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali.
Hal ini dilakukan melalui industri kecil dan menengah (IKM) berbasis kerakyatan di berbagai sentra perajin arak.
"Penguatannya dilakukan dengan koperasi atau UMKM sehingga usaha rakyat ini dapat difasilitasi melalui akses permodalan, pendampingan mutu, kemasan, branding, dan pasar," kata Koster.
"Strategi dan kebijakan ini dilaksanakan guna meningkatkan nilai perekonomian rakyat, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ini wujud nyata keberpihakan pada ekonomi rakyat berbasis tradisi," imbuh Koster.
Kemudian, guna menjaga proses fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang sudah dilakukan secara tradisional dan turun-temurun serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap minuman tradisional Bali, maka praktek-praktek proses produksi yang tidak sesuai dengan proses secara tradisional. (*)