Wawancara Tokoh
Profil Ketua DPRD Jembrana Sri Sutharmi: Ikuti Pendidikan Organisasi Sejak SMP, Sebut Peran Keluarga
perempuan 52 tahun asal Desa Yehembang Kecamatan Mendoyo ini, duduk sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jembrana.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Wema Satya Dinata
Kemudian, ia pun pada 2011 dilantik sebagai anggota dewan Jembrana.
“Saya sebenarnya tidak terlalu berminat. Bahkan tidak pernah berpikir di dunia politik. Karena hanyalah perempuan. Tidak seperti saat ini. Dahulu, kalau perempuan pulang lambat sedikit pasti ada sorotan,” ungkapnya.
Namun, hal itu berubah ketika suaminya menyakinkan, bahwa perempuan dapat meraih posisi di sosial masyarakat. Bahkan menjadi pemimpin.
Dan kegagalan pada waktu pencalonan pertama itu, suaminya selalu setia mendukung. Meskipun tidak bisa terjun langsung membantu untuk meraup suara karena duduk sebagai anggota KPU Jembrana.
Meski gagal, ia tetap bersemangat. Karena tujuannya ialah membuat bangkit perempuan, untuk bisa mendapat posisi di lingkungan social, bukan di keluarga.
Dan mencoba membangun pandangan warga bahwa perempuan dapat menjadi sesuatu.
Meskipun, harus sadar bahwa sikap itu tidak dapat di rumah karena di rumah perempuan tetaplah istri dan ibu dari anak.
Dan itu yang dilakukan ibu dari tiga anak Putu Dianda Ega Dinanda, Ni Made Dias Dinanda, dan Komang Radi Dinanda, itu.
“Saat itu suami saya mendukung penuh. Dan memang pada 2005 itu masuk dalam struktural partai juga karena memang 30 persen harus diisi perempuan. Tapi saya benar-benar bersyukur mempunyai suami yang mendukung. Tapi pada pemilihan pertama suami saya tidak dapat terjun karena memang bekerja di KPU. Baru di periode kedua suami saya terjun untuk membantu saya,” ungkapnya.
Diakuinya, di dunia politik tidak selalu manis. Apalagi sebagai perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang memang lebih leluasa.
Bersyukurnya, di era sekarang mulai berubah. Di awal ketika mulai terjun teramat susah. Perempuan dipandang sebelah mata.
Ketika turun sosialisasi memandang sebelah mata, karena cibiran masyarakat yang mengklaim bahwa perempuan itu tugasnya harus di dapur.
Konsep pemikiran yang seperti itulah yang memang harus diubah. Mengubah konsep itu susah. Membawa mereka ke pemikiran terbuka.
“Akhirnya saya mentargetkan suara perempuan. Karena bagi saya Gender itu bisa diraih. Tapi memang Berat sekali. Ibu-ibu harus bangkit. Dari situlah saya fasilitasidan buktikan bahwa perempuan juga bisa. Meskipun di pemilihan pertama gagal dan PAW. Tapi dalam satu periode saya, semua saya buktikan. Segala solusi saya beri ke kaum ibu-ibu. Alhasil, di pemilihan kedua saya mendapatkan 4.300 suara dibanding periode pertama yang gagal terpaut sembilan suara itu saya mendapat 1.200 suara. Apalagi di periode ketiga lebih signifikan dengan 7.000 lebih suara (suara terbesar di Kabupaten Jembrana),” ungkapnya lagi.
Menurutnya, berkarier di politik perempuan itu yang terpenting ialah prinsip. Mana yang setara dan mana yang tidak boleh dilewati.