Berita Jembrana

Kisah Pembudidaya Maggot di Jembrana untuk Menyambung Hidup, Pemintaan Datang dari Jawa hingga Papua

Pria warga Jalan Gunung Agung gang VIII Kelurahan Loloan Timur Kecamatan Jembrana, melakukan budidaya dari pembusukan buah, yang menjadi maggot atau

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Budidaya Maggot atau Belatung produksi dari Hery di rumahnya. 

Hery menjelaskan, proses budidaya magot sampai dari telur sampai menjadi belatung kecil paling tidak membutuhkan waktu 18 hari.

Sedangkan untuk pembibitan dewasa hingga bisa dipanen, diperkirakan mencapai sekitar 21 hari.

Dan untuk tips sendiri, untuk budidaya ini tetap ada kendala karena perbedaan pakan yang digunakan.

Namun, semua bisa tetap diatasinya dengan ketelatenan melakukan perawatan.

“Untuk pendapatan lumayan jauh berkurang, tapi masih layak diandalkan. Untuk harga sendiri magot yang masih putih antara 7 ribu sampai 10 ribu per kilo.

Yang masih telur 5 ribu per gram. Sedangkan untuk yang mau menjadi lalat sekitar Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu per kilogram,” ungkapnya.

Untuk pasar sendiri, ia mengaku, penjualan masih di sekitaran regional Jembrana dan penjualan d luar Bali. Belum sampai ekspor.

Sebelum pandemi, bahkan banyak permintaan dari luar bali ada dari Jawa, Kalimantan, Sumatera bahkan Papua.

Maggot sendiri sangat bermanfaat bagi ternak seperti unggas entah ayam atau burung. Bahkan, sisa budidaya atau turunannya bisa menjadi pupuk kompos.

Dan layak untuk tanaman-tanaman atau bunga.

Baca juga: Pohon Waru Setinggi 10 Meter Tumbang di Jalan Pulau Singkep Jembrana

“Untuk pakan dari maggot, saya memanfaatkan semua yang organik. Seperti buah, roti BS, kemudian saya juga ke pedagang dawet untuk mengambil ampas kelapa.

Dan juga ke rumah makan untuk mengambil semua sisa makanan. Dimana semuanya akan dimakan oleh maggot,” jelasnya.

Untuk sekali panen, Hery mengaku, bahwa setiap panen ada perbedaan.

Ia tidak dapat merinci. Hanya saja, dalam 10 gram telur maka akan menjadi 10 kilogram maggot.

Sedangkan dengan semakin banyaknya persaingan, baginya sejatinya pembudidaya akan dapat bertahan ketika kombinasi atau bersinergi dengan peternakan. Karena maggot ini penting untuk mengurangi biaya pakan ternak.

“Kalau tanpa kombinasi akan sangat susah. Banyak budidaya baru maka harga anjlok. Kalau ternak sendiri bagus. Semua unggas layak untuk memakan maggot. Dan produk turunan bisa dijadikan maggot kering kemudian dicampur tepung untuk pakan ikan hias,” bebernya. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved