Myanmar
Update Kudeta Myanmar, Militer Ciptakan Minggu Berdarah, 18 Orang Tewas dalam Sehari
Aparat keamaan di negeri itu menciptakan hari paling berdarah ketika 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi, Minggu 28 Februari.
TRIBUN-BALI.COM, NAYPYIDAW – Junta militer yang berkuasa di Myanmar semakin membabi buta menghadapi aksi demonstrasi.
Aparat keamaan di negeri itu menciptakan hari paling berdarah ketika 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi, Minggu 28 Februari 2021.
Jumlah kematian 18 orang itu merupakan yang tertinggi sejak gelombang aksi protes menentang kudeta militer 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Militer Myanmar Dilarang Pakai Facebook dan Instagram, 137 LSM Desak PBB Embargo Senjata
Baca juga: Lebih dari 1.000 Warga Negara Myanmar Dideportasi dari Malaysia Ditengah Kekhawatiran Kudeta
Sejauh ini demonstran Myanmar yang tewas sedikitnya 21 orang. Data tersebut diungkapkan Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana dilansir kantor berita Reuters.
Pada hari Minggu kemarin, aksi demonstrasi menolak kudeta militer berubah menjadi kerusuhan. Menurut militer Myanmar, seorang polisi juga tewas dalam kerusuhan itu.
Junta tidak mau menanggapi konfirmasi perihal kekerasan yang terjadi pada Minggu 28 Februari 2021.
Menurut lembaga yang dikelola negara, Global New Light Of Myanmar, tentara sebelumnya sudah berusaha menahan diri tetapi tidak memberi tempat bagi massa pedemo yang anarkistis.
Corong junta militer Myanmar itu memastikan tindakan keras pasti diambil terhadap pengunjuk rasa yang rusuh atau dianggap menentang junta.
Seorang pedemo yang tewas dalam kerusuhan adalah seorang insinyur jaringan internet bernama Nyi Nyi Aung Htet Naing.
Sebelum tewas, dia sempat mengunggah di Facebook mengenai tindakan keras dari junta militer yang semakin meningkat terhadap pengunjuk rasa di Myanmar.
“#How_Many_Dead_Bodies_UN_Need_To_Take_Action,” tulisnya di Facebook, mengacu pada PBB.
Baca juga: Indonesia Bantah Dukung Pemilu Baru di Myanmar, KBRI Yangon Didemo
Dilaporkan, Nyi Nyi Aung Htet Naing ditembak beberapa ratus meter dari Persimpangan Hledan di Yangon, tempat aksi protes biasa berlangsung,
Video dari sebuah apartemen di lantai atas merekam suara tembakan saat Nyi Nyi ambruk di luar gerbang sekolah menengah Kamaryut.
Beberapa pedemo berlari melewati mayat pria itu sebelum akhirnya lima orang dengan keberaniannya membawanya pergi. Namun, nyawa Nyi Nyi tak terselamatkan.
Lima Tewas di Yangon
Pejabat PBB yang berbicara tanpa menyebut nama mengatakan, Nyi Nyi adalah satu dari setidaknya lima orang yang terbunuh di Yangon. Salah satu korban tewas di Yangon ditembak di mata.
Seorang guru sekolah menengah meninggal karena dugaan serangan jantung akibat ledakan stun grenade alias granat kejut.
Para guru mencoba berkumpul lebih awal, tetapi polisi melemparkan granat kejut dan menyerbu untuk membubarkan protes.
“Banyak yang terluka. Saya tidak punya senjata. Saya hanya datang ke sini untuk memprotes dengan damai. Apa pun yang mereka lakukan, kami harus menerimanya,” kata seorang guru Hayman May Hninsi.
Di seluruh negeri Myanmar, pengunjuk rasa yang mengenakan helm plastik dan perisai darurat berhadapan dengan polisi dan tentara dengan perlengkapan perang.
Beberapa unit polisi dan militer Myanmar yang terkenal melakukan tindakan keras terhadap kelompok pemberontak etnik di wilayah perbatasan Myanmar.
Menurut saksi mata, di Kota Dawei pasukan keamanan menembaki demonstran di tengah jalan.
Rekaman video yang dibagikan di media sosial menunjukkan, seorang pengunjuk rasa bercelana jins dan bersandal jepit terbaring tak bergerak setelah kerumunan berpencar.
Tentara berjalan melewati mayat itu dan mulai memukuli pengunjuk rasa lainnya.
Di Mandalay, seorang pria ditembak mati saat mengendarai sepeda motornya. Para pengunjuk rasa menggotong jenazah pria itu ke ambulans.
Peluru menembus helm merahnya, membuatnya bersimbah darah, gambar di media sosial menunjukkan kegetiran itu.
Seorang reporter di garis depan membuat unggahan di Facebook bahwa polisi telah memberi tahu orang-orang bahwa mereka tidak menembak karena mereka diperintahkan.
“Kami menembak karena kami ingin. Masuklah ke dalam rumah kalian jika kalian tidak ingin mati," tulis reporter itu mengutip salah satu polisi yang berteriak.
Kendati ada tindakan keras, pengunjuk rasa menyebar ke berbagai distrik, memasang penghalang jalan dengan tempat sampah beroda, tiang lampu, dan balok beton.
Beberapa orang memegang tameng antihuru hara buatan sendiri dari lembaran timah dan distensil dengan tulisan “PEOPLE” agar kontras dengan tameng yang berlabel “POLICE”.
Para pedemo menulis golongan darah mereka dan nomor kontak kerabat terdekat di lengan mereka jika mereka terluka.
“Kaum muda melawan penindasan negara dengan apa pun yang mereka miliki. Kami tidak akan membiarkan militer memerintah kami lagi. Tidak akan lagi,” kata aktivis pemuda, Thinzar Shunlei Yi.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul Hari Paling Berdarah sejak Kudeta Militer Myanmar, 18 Orang Tewas dalam Sehari
