Berita Tabanan
49 LPD di Tabanan Macet Total, Diskop Sempat Mediasi Dua Kasus Korupsi LPD
Dua kasus penyalahgunaan dana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Batungsel dan Belumbang
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Dua kasus penyalahgunaan dana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Batungsel dan Belumbang diakui sudah mendapat pembinaan dan pendampingan dari Dinas Koperasi dan UMKM Tabanan.
Dan khusus untuk LPD Batungsel sebenarnya sudah dilakukan mediasi dan titik temu bahwa pelaku sanggup mengembalikan dana yang diselewengkan.
Kemungkinan karena ia belum mengembalikan secara penuh dana tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan akhirnya kasus ini mencuat kembali hingga masuk ke ranah hukum.
Untuk diketahui, menurut data yang berhasil diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMKM Tabanan, total jumlah LPD di Tabanan sebanyak 308.
Baca juga: 49 LPD di Tabanan Macet Total, Dinas Koperasi & UMKM Sebut Sudah Mediasi Dua Kasus Korupsi LPD
Baca juga: Kerugian Negara Rp 2 Miliar, Kejari Tabanan Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPD
Baca juga: Buntut Penetapan Tersangka Dalam Dua Perkara Korupsi LPD Gerokgak Bali, Penyidik Periksa Para Saksi
Dari jumlah tersebut ada empat kategori LPD diantaranya sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat alias macet.
Rinciannya, kondisi hingga Desember 2020 dari 308 LPD yang ada, yang masuk kategori sehat sebanyak 149 LPD, tidak sehat sebanyak 57, sehingga total ada 206.
Sisanya ada 102 LPD kurang sehat dan tidak sehat rinciannya kurang sehat 35 dan tidak sehat 67 LPD (49 diantaranya macet total).
Kepala Bidang UMKM dan LPD, Dinas Koperasi dan UMKM Tabanan, I Ketut Darmadi menjelaskan, sebenarnya pada 2018, ia bersama tim di Dinas Koperasi sudah melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap LPD Batungsel.
Segala hal sudah dilakukan dalam penanganannya, termasuk salah satunya adalah mediasi.
Dan dalam mediasi tersebut, sudah disepakati pelaku ini mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tak sampai setahun agar tidak sampai menempuh jalur hukum.
Selain itu, pihaknya juga menyebutkan, semua langkah penyelesaian termasuk pendampingan dari advokat sudah dilaksanakan oleh pemerintah.
"Sebenarnya kasus tersebut (Batungsel) sudah kita lakukan pembinaan dan pendampingan. Dan kasusnya tersebut sudah selesai dengan mediasi oleh seluruh masyarakat dan yang bersangkutan diminta memenuhi kewajibannya atau pengembalian atas kerugian LPD Batungsel. Kemungkinan karena tidak memenuhi kewajibannya atau pengembalian jelas, sehingga ke ranah hukum," ungkap Darmadi didampingi salah satu stafnya, Wayan Lena, Rabu 3 Maret 2021.
Darmadi melanjutkan, saat itu para penyalahguna anggaran tersebut sudah menyanggupi atau komitmen untuk bertanggungjawab.
Kemudian dari sisi pihaknya, meskipun LPD yang bersangkutan bermasalah, pemerintah tetap menginginkan agar lembaga di desa pakraman itu tetap jalan dan tetap ada.
"Orientasi kita seperti itu dulu, bahwa kasus sudah diselesaikan sesuai dengan kesepakatan krama di sana. Sehingga setelah itu kita fokus kepada pemulihan LPD Batungsel tersebut. Karena kami sebagai pemerintah intinya sangat menginginkan LPD tersebut bangkit, jalan dan tetap ada," jelasnya.
Darmadi mengakui begitu terkejut saat mendengar Kejari Tabanan justeru menggeber kasus di Batungsel.
Berarti ia belum memenuhi kewajibannya dan ada yang melaporkan kejadian tersebut.
Penyebab pelaporannya tersebut kemungkinan karena banyak faktor.
Namun pihaknya enggan menyebutkan kelanjutan kasusnya tersebut.
Dia lebih berfokus pada penguatan LPD agar bisa bangkit.
Bahkan, pasca kasus tersebut diselesaikan oleh krama secara mediasi, hingga November 2020, sesuai catatan LPLPD Tabanan, bahwa PD Batungael justeru bisa bangkit dan sudah memiliki dana hingga ratusan juta.
Dan hingga saat ini masih terus berkembang.
Kemudian, untuk kasus penyalahgunaan dana LPD Desa Pakraman Belumbang belum diketahui secara detail.
Sebab, Darmadi mengakui hanya sekali saja mengikuti proses kasus tersebut dan belum mengetahui kelanjutannya seperti apa.
Yang jelas sudah dilakukan mediasi oleh karyawan LPD dan perangkat desa setempat.
"Untuk Belumbang kerugiannya sudah jelas, namun saat itu lebih ke pembahasan internal desa pakraman setempat. Karena masalah LPD di desa adat tak bisa diselesaikan orang lain, selain krama adat itu sendiri," ungkapnya.
Menurutnya, kewenangan tim pembina justeru serba salah mengingat kewenangan penuh LPD merupakan ranah desa adat.
Sehingga 4 pilar yang terdiri dari Pengurus LPD, pengawas internal LPD yang diketuai Bendesa Adat, krama (warga), serta tokoh adat harus kuat.
Empat pilar ini harus tetap solid untuk saling berkomunikasi saling support untuk memajukan LPD karena, jika salah satu saja melenceng, akan membuat LPD itu hancur.
"Di Tabanan ini, sekitar 90 persennya LPD yang macet atau masuk dalam kategori sakit itu karena pengurusnya. Integritas pengurusnya tidak begitu baik sehingga timbul kekacauan di internal," tegasnya.
Berkaca dari dua kasus tersebut, masyarakat atau krama adat di seluruh Tabanan agar tetap ikut mengawasi secara ketat agar LPD bisa berjalan dengan baik.
"Satu contohnya masyarakat hanya perlu mencocokkan data antara angka di tabungan dan angka yang dicatat di manajemen. Sehingga, ketika angka tersebut tidak cocok, berarti ada kejanggalan. Namun jika cocok, harus dipercayai dan di-support terus agar semakin berkembang," tandasnya. (*).