Serba Serbi
Ini Rangkaian Prosesi Hari Suci Nyepi, Bermakna untuk Penyucian Alam Semesta dan Diri Sendiri
Hari suci Nyepi, merupakan tahun baru bagi umat Hindu yang telah dilaksanakan secara turun temurun atau warisan yang mempunyai makna sangat dalam
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari suci Nyepi, merupakan tahun baru bagi umat Hindu yang telah dilaksanakan secara turun temurun atau warisan yang mempunyai makna sangat dalam dan mulia.
Berdasarkan kalender tahun saka atau sering disebut Icaka Warsa.
Hari suci ini dilaksanakan oleh umat Hindu, baik yang di Bali, maupun yang ada di seluruh nusantara Indonesia.
"Adanya hari suci Nyepi ini tertuang sejak kerajaan Majapahit dalam buku Nagarakertagama. Yang dikarang oleh Mpu Prapanca," sebut Jero Mangku Ketut Maliarsa, kepada Tribun Bali, Kamis 4 Maret 2021.
Baca juga: Harga Komoditas Naik Jelang Nyepi 2021, Pemerintah Gianyar Bali Tak Sanggup Gelar Pasar Murah
Selain itu, perayaan hari suci Nyepi tersurat pada Lontar Sang Hyang Aji Swamandala dan Lontar Sundarigama.
Menurut keyakinan umat Hindu, bahwa hari suci Nyepi ini sangat baik untuk memohon penyucian alam semesta (bhuana agung) atau makro kosmos beserta isinya.
Serta penyucian alam manusia itu sendiri (bhuana alit), atau mikro kosmos kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan manifestasi-Nya sehingga mencapai keharmonisan, kedamaian, dan ketenangan kedua alam tersebut.
"Umat Hindu pada saat perayaan hari suci ini, memperingati anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai tahun baru saka yang dimulai pada tahun 78 Masehi.
Hal ini juga sebagai momen penting untuk menjaga keseimbangan antara alam semesta yaitu bhuta kala dengan alam manusia agar tercapai keharmonisan hidup dan kehidupan sebagai umat manusia," sebutnya.
Hari suci Nyepi dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu kegiatan upacara melasti yang dilaksanakan beberapa hari ( dua atau tiga hari ) sebelum perayaan hari suci Nyepi.
Pada saat ini para umat Hindu akan mundut pratima dan pralingga beserta alat-alat upacara di pura.
Lalu disucikan di segara atau lautan sebagai tempat penyucian ida bhatara, sebab secara mitologi bahwa segara adalah tempat Tirta Amerta dari pemutaran Gunung Mandara atau Mandara Giri oleh para dewa dan para raksasa di lautan susu (Ksirarnawa) untuk memperoleh air kehidupan atau Tirta Amerta.
Tahap kedua adalah upacara Bhuta Yadnya dengan mecaru, yang dilaksanakan pada saat hari suci Tilem Kesanga (bulan mati ke-9) atau pelaksanaannya sehari sebelum hari suci Nyepi yang dilaksanakan di perempatan agung dengan caru tawur agung kesanga.
"Nah di lingkungan desa atau dusun dengan caru panca sanak dan untuk di rumah-rumah umat, dengan caru panca saya( caru paling kecil )," sebutnya.
Baca juga: Jelang Hari Raya Nyepi, Dishub Badung Akan Matikan LPJU Pada Sabtu 13 Maret Pukul 22.00 Wita
Umat Hindu sangat meyakini bahwa upacara Bhuta Yadnya ini sebagai pelaksanaan pamarisudha alam semesta beserta isinya dari segala kekotoran (sarwa klesa) agar menjadi bersih atau dalam bahasa Bali galang apadang.
Tahap selanjutnya adalah upacara yadnya 'pangerupukan' yang pelaksanaannya pada sore hari setelah upacara Bhuta Yadnya.
Dengan menyebarkan nasi tawur di pekarangan rumah dan sekitarnya, disertai dengan obor dan kulkul kecil atau bunyi-bunyian lain untuk mengusir bhuta kala. Dilakukan juga ngarak ogoh-ogoh.
"Setelah itu, keesokan harinya sudah mulai pelaksanaan hari suci Nyepi dari pukul 06.00 pagi sampai pukul 06.00 pagi esok harinya," sebut mantan kepala sekolah ini.
Pada saat inilah para umat Hindu tidak melakukan kegiatan atau aktivitas.
Diantaranya berupa amati geni tidak menyalakan lampu atau api, amati karya tidak melakukan pekerjaan, amati lelungan yaitu tidak pergi kemana-mana,dan amati lelanguan yaitu tidak membunyikan bunyi-bunyian.
Setelah Nyepi usai, maka disebut dengan Ngembak Geni artinya 4 kegiatan tadi sudah boleh dilaksanakan.
Atau yang disebut juga melaksanakan Dharma Shanti yaitu saling kunjung-mengunjungi sanak keluarga untuk silaturahmi dan besyukur atas adanya tahun baru saka untuk saling memaafkan.
"Sebab kita menganut filsafat 'Tat Twam Asi' yang artinya aku adalah kamu, dan kamu adalah aku," jelasnya.
Serta di sini juga berlaku konsep 'Waisudewa Khutumbhakam yaitu kita adalah bersaudara. (*)