Berita Bali
Informasi di Dunia Digital Dikuasai Sampah, Lama Kelamaan Sampah Jadi Kebenaran
Di era media lama atau konvensional, produsen berita adalah juga sekaligus distributornya.
Penulis: Sunarko | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di era media lama atau konvensional, produsen berita adalah juga sekaligus distributornya.
Tapi, kini kenyataan tidak demikian lagi.
"Distribusi berita/konten media online kini melalui panggung atau platform yang diciptakan dan dikuasai oleh perusahaan teknologi (tech companies) seperti Google, Facebook, YouTube, WA dll (dan lain-lain) yang notabene sama sekali tidak miliki latar belakang sebagai media atau pers," kata Ketua Umum AMSI Pusat, Wensleus Manggut, dalam sambutannya pada Konferensi Wilayah (Konferwil) I AMSI Bali di Gedung Diskominfo Provinsi Bali di Denpasar, Bali, Minggu 7 Maret 2021.
Celakanya, menurut dia, distributor itu yang langsung bersentuhan dengan publik konsumen/pengguna media.
Baca juga: Rika Takut Jarum Suntik, Dinkes dan Diskominfos Bali Vaksinasi Ratusan Wartawan
Baca juga: Kena Prank Laporan Kebakaran Besar di Sukawati Gianyar, Petugas & Wartawan Clingak-clinguk di TKP
Baca juga: Pesan dari Roma, Wartawan Jangan Biarkan Diri Dimanipulasi Orang Lain
Bukan pihak media sebagai produsen konten.
AMSI adalah singkatan dari Asosiasi Media Siber Indonesia.
AMSI merupakan kumpulan perusahaan media, yang menjadi penghasil (produsen) berita.
Memang ini soal berkuasanya teknologi.
Tapi, rentetannya panjang bagi ekosistem media yang sebelumnya dikenal atau media konvensional.
Semua berita dan data milik media seperti "disedot" oleh Google tanpa media kuasa hindari, karena ini soal siapa supremasi/penguasa teknologi.
Dan celakanya lagi, dengan kuasai berita dan data (termasuk data kecenderungan perilaku dan pilihan konsumen media), tech company pun ciptakan model matematika (disebut algoritma) yang memilah-memilih dan mengklasifikasi data, yang secara bisnis itu merupakan potensi besar.
Tetapi data sebagai potensi bisnis itu (yang sumbernya dari media-media) dikuasai tech company.
Media-media tidak memiliki akses ke data itu.
Data inilah sumber utama bisnis tech company, yang mendapatkan income jauh lebih besar dari sana daripada media yang memproduksi konten.
Algoritma inilah yang kini menentukan isi kepala orang-orang di newsroom, di ruang redaksi.