Myanmar

PBB Sebut Myanmar Dikendalikan Rezim Pembunuh, Pedemo yang Tewas Sedikitnya 70 Orang

Data tersebut diungkapkan penyelidik hak asasi manusia ( HAM ) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Thomas Andrews pada hari Kamis 11 Maret 2021.

Editor: DionDBPutra
FOTO AP via KOMPAS.COM
Orang-orang menangis menatap tubuh Kyal Sin, yang juga dikenal dengan nama China-nya Deng Jia Xi, seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang ditembak di kepala saat ikut unjuk rasa protes anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, Rabu 3 Maret 2021. 

Andrews, mantan anggota Kongres AS, mengatakan hak-hak dasar atas kebebasan berekspresi dan berkumpul ditolak junta militer Myanmar.

Dia menyerukan untuk menjatuhkan sanksi multilateral pada para pemimpin junta militer dan Myanmar Oil and Gas Enterprise milik militer Myanmar.

Pendapatan perusahaan tersebut dari proyek gas alamnya ditaksir mencapai 1 miliar dolar AS  atau sekira Rp 14 triliun tahun ini.

“Sanksi hanya akan benar-benar efektif jika disatukan dan dikoordinasikan,” kata Andrews.

Gunakan senjata perang

Sementara itu pasukan kemananan dari junta militer Myanmar menggunakan senjata perang untuk melumpuhkan demonstran.

Pasukan keamanan Myanmar pun melakukan pembunuhan terencana yang diatur komandan mereka.

Hal itu disampaikan organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International melalui laporan terbarunya yang dirilis hari Kamis 11 Maret 2021.

Amnesty International menyusun berbagai video kekerasan terhadap demonstran di Myanmar yang telah tersebar di media sosial sebagaimana dilansir AFP.

Organisasi tersebut menyebutnya dokumentasi pembunuhan besar-besaran yang dilakukan setelah militer melakukan kudeta pada 1 Feburari 2021.

Direktur Tanggapan Krisisi Amnesty International Joanne Mariner mengatakan, taktik militer Myanmar untuk membubarkan demonstran adalah taktik lawas.

"Tetapi pembunuhan mereka belum pernah disiarkan langsung ke dunia untuk melihatnya," kata Mariner melalui laporan terbaru tersebut.

Dia menambahkan, para komandan yang memerintahkan pasukannya untuk membunuh tidak merasa menyesal karena terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. “Mengerahkan pasukan dan metode pembunuhan di tempat terbuka,” kata Mariner.

Amnesty menganasilis 55 video yang direkam sejak 28 Februari hingga 8 Maret di kota-kota di Myanmar termasuk Mandalay dan Yangon.

Dalam salah satu video tertanggal 28 Februari di kota Dawei, seorang tentara terlihat menyerahkan senapannya ke petugas polisi di sebelahnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved