Myanmar
Myanmar Semakin Mencekam, Jumlah Korban Jiwa akibat Menentang Junta Militer Terus Bertambah
Setidaknya enam pengunjuk rasa tewas di tangan pasukan keamanan di Myanmar.
Menurut Andrews sebagaimana dilansir Reuters, lebih dari setengah korban tewas berusia di bawah 25 tahun.
Disamping itu, lebih dari 2.000 orang telah ditahan secara tidak sah sejak militer merebut kekuasaan dari tangan pemerintahan sipil.
"Negara Myanmar sedang dikendalikan oleh rezim pembunuh ilegal. Ada banyak bukti video tentang pasukan keamanan yang dengan kejam memukuli pengunjuk rasa, petugas medis, dan pengamat," kata Andrews.
Menurut dia, ada rekaman video yang menunjukkan aparat Myanmar menembak seorang pedemo di kepalanya. Selain itu, ada video yang menunjukkan sejumlah tentara Myanmar menyeret atau membawa mayat korban.
Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri Myanmar Chan Aye mengatakan, pihak berwenang fokus menjaga hukum dan ketertiban.
"Pihak berwenang telah menahan diri sepenuhnya untuk menangani protes kekerasan," kata Chan Aye.
Amerika Serikat mendesak semua negara untuk menekan militer Myanmar supaya menahan diri agar tidak melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang damai.
Pemerintahan Presiden Joe Biden juga meminta semua negara untuk menekan junta militer Myanmar mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah yang dipilih secara demokratis bulan November 2020.
China dan Rusia, yang memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar, menyerukan langkah-langkah menuju rekonsiliasi.
Kedua negara tersebut juga sekaligus menyerukan untuk menjunjung tinggi prinsip tidak ada campur tangan asing dalam urusan dalam negeri.
Baca juga: Kudeta Militer Myanmar Ternyata Berkaitan Pula dengan Kerajaan Bisnis Raksasa
Andrews, mantan anggota Kongres AS, mengatakan hak-hak dasar atas kebebasan berekspresi dan berkumpul ditolak junta militer Myanmar.
Dia menyerukan untuk menjatuhkan sanksi multilateral pada para pemimpin junta militer dan Myanmar Oil and Gas Enterprise milik militer Myanmar.
Pendapatan perusahaan tersebut dari proyek gas alamnya ditaksir mencapai 1 miliar dolar AS atau sekira Rp 14 triliun tahun ini.
“Sanksi hanya akan benar-benar efektif jika disatukan dan dikoordinasikan,” kata Andrews.
Gunakan senjata perang
