Berita Bali
Segerakan Soft Loan Buat Bali, Pelaku Pariwisata Sambut Baik Perluasan Dana Hibah
Program pinjaman lunak atau soft loan yang diminta Gubernur Bali Wayan Koster kepada Kemenparekraf tengah dalam pembahasan
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Program pinjaman lunak atau soft loan yang diminta Gubernur Bali Wayan Koster kepada Kemenparekraf, sebagai upaya percepatan pemulihan ekonomi disektor pariwisata Bali dampak dari pandemi Covid-19 tengah dalam pembahasan di Komite PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya SE MBA menyampaikan, pinjaman lunak ini sangat diharapkan bagi pelaku pariwisata di hotel dan restoran.
"Kita selalu berharap yang penting nanti ada berupa pinjaman lunak, walaupun mungkin tidak full barangkali Rp 9,4 triliun (disetujui sepenuhnya oleh pemerintah pusat). Industri pariwisata di Bali sudah shutdown artinya collaps, berdarah-darah karena sudah setahun berlalu pandemi Covid-19 ini," ujar Agung Ray yang juga selaku Wakil Ketua PHRI Bali, Selasa 23 Maret 2021.
Diharapkan soft loan ini dapat segera terealisasi secepatnya karena belum tahu kapan pandemi akan berakhir dan industri pariwisata (khususnya hotel dan restoran) dapat memulai kembali atau restart usahanya.
Baca juga: Program Soft Loan Dalam Tahap Pembahasan, PHRI Badung: Industri Pariwisata Bali Sudah Kolaps
Baca juga: Program Soft Loan dan Dana Hibah Pariwisata Bali, Menparekraf: Sudah Memasuki Tahap Pembahasan
Baca juga: Dikenal Digdaya Karena Pariwisata, Badung Kini Menjerit hingga Kesulitan Bayar Gaji Pegawai
Sudah setahun berlalu pandemi Covid-19, menurutnya banyak properti hotel dan vila di Bali sudah mulai rusak karena tidak dihuni oleh tamu.
"Contohnya saya sendiri punya beberapa vila ya, kalau saya restart bisnis itu tentu akan perlu renovasi. Renovasi kamar, renovasi pool-nya karena lama tidak dipakai karena tidak ada tamu menempati. Ini perlu biaya besar, minimal Rp 50 juta akan habis per vila," papar Agung Ray.
Disamping itu untuk restart bisnis kita perlu modal kerja untuk operasional cost akan membutuhkan dana cukup tinggi, seperti membayar listrik, membayar gaji karyawan dan juga maintenance yang harus dilakukan.
Jika soft loan terealisasi, industri pariwisata tentu akan langsung mengajukan permohonan ke Himpunan Bank Negara (Himbara) yang ditunjuk seperti Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN.
Diharapkan program soft loan realisasi penyalurannya juga dapat melalui Bank Daerah ataupun BPR.
"Tergantung kebijakan dari pemerintah itu sendiri melalui mana akan disalurkan seandainya sudah disetujui. Kelihatannya masih dalam pembahasan tahap final. Ini karena banyak prioritas lain yang diambil dari APBN itu tidak gampang," jelasnya.
Untuk lanjutan program dana hibah pariwisata dari Kemenparekraf di tahun ini, Agung Ray berharap Provinsi Bali kembali mendapat porsi dana hibah pariwisata seperti tahun lalu.
Dan karena penerima dana hibah pariwisata nantinya tidak hanya hotel dan restoran, tetapi penerimanya diperluas, harapannya Bali mendapat dana hibah lebih besar daripada tahun lalu.
"Kalau bisa program itu dilanjutkan tahun ini, dan penerimanya diperluas dengan stakeholder pariwisata lainnya (di luar hotel dan restoran) tentu harus lebih besar (dari sebelumnya). Karena anggota kita saja tidak 100 persen mendapatkan dana hibah karena terkendala beberapa persyaratan," harap Agung Ray.
Ketua DPD Asita 1971 Bali I Putu Winastra, senang mendengar adanya kabar baik.
Ihwal soft loan Rp 9,4 triliun yang diajukan Pemprov Bali dan kini sedang dibahas pemerintah pusat. Ia menyambut baik rencana penerima dana hibah diperluas.