Berita Bali
Mengupas Fenomena Diksa Massal dan Mengenal 3 Guru Nabe dalam Diksa Sulinggih di Bali
Mengupas Fenomena Diksa Massal dan Mengenal 3 Guru Nabe dalam Diksa Sulinggih di Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Nabe Saksi, adalah nabe yang memberikan kesaksian bahwa sang diksita sudah pantas didiksa.
Baca juga: Griya Bangkasa Lahirkan 13 Sulinggih Warga Jepang, Disudhi Widani Sebelum Madiksa
Sebelumnya, Ida Rsi juga pernah mengatakan bahwa seorang nabe boleh menolak atau menerima murid, apabila tidak sesuai atau telah memiliki kriteria sebagai seorang sisya atau murid.
"Seorang bisa didiksa apabila telah lulus persyaratan baik persyaratan tertulis/administrasi maupun tak tertulis, baik yang dikeluarkan oleh guru nabe ataupun dari PHDI," kata Ida Rsi, Minggu 7 Maret 2021 lalu.
Tak hanya itu, seorang sulinggih yang melanggar sesana juga dapat kena sanksi administrasi dari PHDI apabila ketika madwijati tercatat dalam daftar PHDI.
"Apabila seorang sulinggih keluar dari sesana seperti di atas, misalnya berhubungan dengan hukum, kriminal, kepolisian, maka yang paling bertanggung jawab adalah guru nabe," tegasnya.
Ida Rsi juga menjelaskan bahwa menjadi seorang sulinggih atau pendeta dalam Hindu Bali, tidaklah mudah.
Banyak syarat yang harus dilalui oleh seorang sulinggih.
Selain muput upacara yadnya, seorang sulinggih juga harus mengayomi masyarakat.
Sebab sulinggih adalah panutan umat, khususnya dalam kehidupan beragama Hindu di Bali.
Baca juga: Tak Mudah Menjadi Sulinggih, Begini Pandangan Ida Rsi yang Juga Pensiunan Dosen UNHI
Hal ihwal tentang kesulinggihan secara umum dijelaskan di dalam lontar Siwa Sesana, lontar Rsi Sasana Catur Yuga, atau lontar Tutur Purbha Somi, lontar Wreti Sesana, dan beberapa lontar lainnya.
Lontar-lontar tersebut membicarakan tentang kesulinggihan atau sesana menjadi sulinggih (pendeta).
"Dalam lontar-lontar tersebut telah diuraikan tentang syarat-syarat, dan ketentuan apabila ingin menjadi sulinggih ataupun syarat-syarat untuk menjadi nabe," jelas Ida Rsi, Minggu 7 Maret 2021 lalu.
MDA Bali Tak Bisa Ikut Campur
Sementara itu, Petajuh Bendesa Agung, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali menyebut lembaganya tidak bisa ikut campur terkait pediksan.
Namun, secara pribadi ia pun tidak setuju dengan fenomena diksa massal.
“Tetapi sekarang ini kan kadang-kadang berbagai macam cara dilakukan, ada sulinggih yang madiksa massal ada yang memang action senang menjadi sulinggih karena seolah-olah sudah ditunjuk dan disegani oleh orang serta sebagainya,” ujarnya.
Baca juga: Sulinggih jika Tersandung Kasus Hukum Haruskah Ngelukar Gelung?