Berita Bali

Petajuh MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum

Ditahannya seorang oknum sulinggih dari Gianyar, menggemparkan jagat Pulau Dewata.

Ulrike Mai via Pixabay
Ilustrasi - Petajuh MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ditahannya seorang oknum sulinggih dari Gianyar, menggemparkan jagat Pulau Dewata.

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, karena mencoreng nama kasulinggihan di Bali.

Di mana seorang sulinggih adalah orang suci, pemuka agama, yang seharusnya mengayomi dan disegani masyarakat.

Satu di antara tokoh yang sedih dengan kondisi ini adalah Gusti Made Ngurah, Petajuh Bendesa Agung, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Pria yang membidangi urusan agama, seni budaya, tradisi, dan kearifan lokal ini, cukup kecewa mendengar kabar tersebut karena dianggap mencoreng nama kasulinggihan di Bali.

Baca juga: Korban Apresiasi Jaksa Tahan IWM, Kasus Dugaan Pencabulan Oknum Sulinggih Disidang 1 April di Bali

Baca juga: Wayan Sang Oknum Sulinggih Jalani Sidang Online Awal April, Korban Jalani Terapi Agar Siap Mental

Ia mengatakan, kewenangan majelis Majelis Parisadha Hindu Dharma untuk membicarakan hal ini.

Namun khusus untuk seorang sulinggih, guru nabe memiliki kewenangan dan hak terhadap sisya atau muridnya.

“Kewenangan seorang sulinggih, saat didiksa adalah kewenangan guru nabe. Nah nabenya ini, yang harus mencabut jika terjadi hal demikian."

"Sehingga kalau terjadi kasus, terlebih dahulu mestinya dicari siapa guru nabenya. Supaya dicabut kasulinggihan-nya baru diproses hukum,” tegasnya kepada Tribun Bali, Jumat 26 Maret 2021.

Sebab saat proses hukum, maka nama yang seharusnya tertera atau dipakai adalah nama welaka seorang sulinggih.

Tidak sepantasnya nama saat amari aran menjadi sulinggih.

Sebab nama tersebut adalah nama suci seorang sulinggih.

Baca juga: BREAKING NEWS : Oknum Sulinggih di Bali Tersangka Pencabulan Syok Langsung Ditahan

“Inilah masalah juga, sebab sulinggih sudah amari aran atau berganti nama jadi nama lamanya sudah tidak ada."

"Tetapi karena manusianya masih ada, ada nabenya juga maka nabenya yang harus mencabut itu,” jelasnya.

Apabila nabenya tidak diketemukan, entah karena meninggal atau lain sebagainya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved