Berita Bali

Coreng Nama Kesulinggihan, MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, karena mencoreng nama kasulinggihan di Bali.

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Ilustrasi - Coreng Nama Kesulinggihan, MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penahanan oknum sulinggih dari Gianyar menggemparkan Bali.

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, karena mencoreng nama kasulinggihan di Bali.

Dimana seorang sulinggih adalah orang suci, pemuka agama, yang seharusnya diayomi dan disegani masyarakat.

Satu diantara tokoh yang sedih dengan kondisi ini adalah Gusti Made Ngurah, Petajuh Bendesa Agung, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Baca juga: Mengupas Fenomena Diksa Massal dan Mengenal 3 Guru Nabe dalam Diksa Sulinggih di Bali

Baca juga: Sulinggih jika Tersandung Kasus Hukum Haruskah Ngelukar Gelung?

Baca juga: Petajuh MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum

Pria yang membidangi urusan agama, seni budaya, tradisi, dan kearifan lokal ini kecewa mendengar kabar tersebut. Karena dianggap mencoreng nama kasulinggihan di Bali.

Ia mengatakan, kewenangan majelis Majelis Parisadha Hindu Dharma untuk membicarakan hal ini.

Namun khusus untuk seorang sulinggih, guru nabe memiliki kewenangan dan hak terhadap sisya atau muridnya.

“Kewenangan seorang sulinggih, saat didiksa adalah kewenangan guru nabe. Nah nabenya ini, yang harus mencabut jika terjadi hal demikian. Sehingga kalau terjadi kasus, terlebih dahulu mestinya dicari siapa guru nabenya. Supaya dicabut kasulinggihannya baru diproses hukum,” tegasnya kepada Tribun Bali, Jumat 26 Maret 2021.

Sebab saat proses hukum, maka nama yang seharusnya tertera atau dipakai adalah nama welaka seorang sulinggih.

Tidak sepantasnya nama saat amari aran menjadi sulinggih. Sebab nama tersebut adalah nama suci seorang sulinggih.

“Inilah masalah juga, sebab sulinggih sudah amari aran atau berganti nama. Jadi nama lamanya sudah tidak ada. Tetapi karena manusianya masih ada, ada nabenya juga maka nabenya yang harus mencabut itu,” jelasnya.

Apabila nabenya tidak diketemukan, entah karena meninggal atau lain sebagainya.

Tentu harus dicarikan solusi.

“Sebab kasus ini kan saya liat sepertinya guru nabenya tidak diketemukan. Itu semestinya Parisadha punya paruman sulinggih, dan paruman sulinggih lah yang seharusnya membicarakan itu, untuk kasulinggihannya dicabut baru nanti diserahkan pada proses hukum,” katanya.

Sebenarnya dalam sesana kasulinggihan, seorang sulinggih tidak diperkenankan bersentuhan dengan hukum.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved