Berita Denpasar
Kisah Pilu Nenek Reni, Warga Tabanan, Hampir Bunuh Diri di Rel Kereta Api
Ketut Reni tak kuasa menahan tangis, sembari melahap nasi yang ada di tangannya saat ditemui di kawasan Renon
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketut Reni tak kuasa menahan tangis, sembari melahap nasi yang ada di tangannya saat ditemui di kawasan Renon, Denpasar, Bali, Selasa 30 Maret 2021.
Nenek asal Banjar Dinas Geluntung Kaja, Marga, Tabanan ini sesenggukan sembari mengunyah makanannya.
Tidak ada yang tahu pilunya hati wanita kelahiran 1945 ini.
Dadanya sesak, setiap orang bertanya ihwal kejadian naas yang hampir merenggut nyawanya.
Baca juga: Kisah Teja Sutedja, Pria Lumpuh yang Selamatkan Anaknya saat Ledakan Kilang Minyak Balongan
Baca juga: Kisah Sukses Wanita Pemulung, Kini Pendapatan Tiffany Rp 40 Juta Sebulan
Baca juga: Kisah Pilu Bayi Koma Akibat Kelainan Usus di RSUD Buleleng, Butuh Bantuan Biaya Operasi Rp 45 Juta
“Maafkan saya membuat repot,” ucapnya dengan derai air mata di sebuah kamar di Renon Denpasar.
Gusti Mustika, pria paro baya yang menolong nenek ini menceritakan kepada media apa yang sebenarnya terjadi.
“Pada awalnya sekitar hari Sabtu, tiga minggu yang lalu. Tepatnya kalau tidak salah tanggal 13 bulan empat, nenek Reni ini melintas di belakang rumah saya,” jelasnya kepada media di Denpasar, Senin 29 Maret 2021.
Pada saat itu, ia tidak mengira kalau nenek ini adalah sesama Hindu.
Sebab pada dasarnya, ia hanya ingin menolong sesama umat manusia.
“Saya tidak menolong hanya berdasarkan agama, hanya saja ketika ditanya ternyata nenek ini sama-sama Hindu seperti saya,” katanya.
Hal ini karena pertemuan mereka terjadi di luar Bali, tepatnya di Provinsi Banten.
Gusti Mustika kemudian membawa nenek ini ke rumahnya untuk dievakuasi.
Pasalnya nenek ini berniat melakukan percobaan bunuh diri.
Dengan cara menabrakkan diri di rel kereta api yang sedang melintas.
Saat kejadian itu, ada sedikit kisah mistis.
Sebab ketika nenek ini melompat, yang seharusnya jatuh ke depan namun malah jatuhnya ke belakang.
Sehingga begitu kereta itu lewat nenek ini selamat.
“Saya menyuruh istri saya untuk mendekati dan berbicara dengan nenek ini, kenapa dia melakukan hal tersebut,” katanya.
Akhirnya ditanya oleh istrinya, ternyata nenek ini asli dari Bali.
Kemudian mereka langsung mengajak nenek ini ke rumah.
“Kebetulan rumah kami tidak jauh dari rel kereta api dan dari tempat kejadian itu,” sebutnya.
Setelah dibawa pulang, ia dan istrinya bertanya kepada sang nenek.
Terlihat dari sana nenek ini sangat depresi, setelah pergi dari rumah anaknya di sana.
Tujuan nenek ini akhirnya tidak jelas, disuruh ke Lampung, namun juga tidak jelas tujuannya.
Ia pun membantu mencari tahu, namun menemukan jalan buntu.
Karena tidak jelasnya tujuan ini, ia pun mengajak nenek tersebut beristirahat di rumahnya.
“Saya tanya, meme (ibu) mau kemana?,” tanya Gusti Mustika.
Namun jawaban sang nenek membuatnya sedih, karena nenek ini hanya ingin mati dan pergi dari dunia ini saja.
Karena ia tidak punya tujuan, akhirnya nenek ini hanya ingin mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri tadi.
Melihat hal tersebut, perlahan-lahan Gusti Mustika berusaha menyadarkan nenek Reni agar tidak mengulangi hal tersebut.
“Saya bilang agar nenek Reni diam saja dulu di rumah, sembari mencari jalan keluarnya,” kata pria dengan rompi abu-abu ini.
Kalau tidak mau tidur di rumah, ia menyarankan nenek untuk ke pura di dekat sana.
Menginap di sana, dan kalau sudah bosan kembali ke rumahnya.
Setelah dia tenang, dua hari kemudian ia memberikan alamat anaknya, berada di Cikarang Barat.
Akhirnya secara kedinasan, ia melaporkan ke RT bahwa ada nenek Reni di rumahnya.
Secara adat, ia juga menjelaskan ke kelihan banjar.
Akhirnya kelihan banjar meminta waktu untuk musyawarah dengan perangkat lainnya.
Termasuk dengan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Akhirnya seminggu kemudian ada rapat Parisadha, yang memutuskan agar saling mengontak Parisadha lainnya.
Baik Parisadha pusat maupun wilayah tersebut, dan PHDI Bali. Hingga nenek Reni bisa sampai di Bali dan ditangani Dinas Sosial Provinsi Bali.
“Akhirnya PHDI Provinsi Banten menanyakan ke saya, apakah nenek Reni ini mau dipulangkan ke Bali,” ujarnya.
Ia menjawab bahwa nenek Reni awalnya tidak mau.
Nenek Reni tidak mau kembali ke rumah anaknya yang berada di Cikarang.
“Nenek Reni mau ke Bali, tetapi tidak mau kembali ke Geluntung,” tegasnya.
Hal ini disampaikan ke Ketua PHDI Banten.
Berkat kerjasama PHDI Banten dan Bali, serta Dinas Sosial Provinsi Bali.
Nenek Reni berhasil kembali ke Pulau Dewata dengan selamat.
Termasuk bantuan PHDI Serang, PHDI Cilegon, bekerjasama dalam proses membantu kepulangan nenek ini.
Gusti Mustika yang mengajak nenek Reni tinggal di Cilegon, selama kurang lebih satu bulan.
Merasakan kesan tersendiri.
Terlihat dari caranya memperlakukan sang nenek, sudah seperti ibunya sendiri.
Tidak ada sekat diantara mereka saat mengobrol.
“Kesan saya, selama nenek Reni tinggal di rumah, ia sangat antusias untuk semangat hidup yang bangkit kembali. Secara agama juga bagus,” jelasnya.
Ia pun berharap, jangan sampai muncul nenek Reni lainnya. Ia sangat sedih melihat orangtua telantar seperti ini.
Sampai nenek ini depresi dan sedih yang mendalam. Ia menjelaskan, kemungkinan yang membuat nenek ini depresi adalah ketika jam 1 malam berangkat dari Cikarang.
Sedihnya saat berangkat dari Cikarang itu, dalam kondisi diusir oleh anaknya.
Awalnya sang anak menyuruh nenek ke Bali, namun nenek Reni tidak mau kembali ke Geluntung.
Lalu diputuskan ingin ke Lampung saja.
“Nah ke Lampung ini dengan alamat dan orang yang dituju tidak jelas,” katanya.
Gusti Mustika tidak tahu persis, kenapa alasan nenek Reni tidak mau kembali ke Bali.
Namun Gusti Mustika sempat menghubungi keluarganya yang di Geluntung.
Dan mereka juga menolak kedatangan nenek Reni ini ke sana.
“Pokoknya tiang tidak mau terima nenek Reni kembali ke sini, anaknya saja tidak mau mengajak, apalagi saya,” katanya menirukan jawaban keluarga di Geluntung.
Ia pun bertanya alasannya, dan dijawab hanya keputusan semua orang tidak mau nenek Reni kembali.
Akhirnya ia mengontak PHDI dan Dinsos untuk dibantu mencarikan lokasi tinggal nenek Reni di Bali.
“Saya bisa ke Bali, atas bantuan dana punia umat Hindu yang ada di Banten. Membuka dompet amal dan terkumpul dana Rp 4,5 juta,” sebutnya.
Biaya ini pun digunakan untuk membawa nenek Reni ke Bali.
Ia pun mengucapkan terimakasih kepada PHDI Banten, PHDI Bali, dan Dinas Sosial Provinsi Bali terkait bantuan ini.
Sebab ia telah menganggap nenek Reni sebagai ibu kandungnya sendiri.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, Dewa Mahendra, menjelaskan, memang kewajibannya di dinas sosial untuk menerima dan merawat nenek Reni.
Kemudian agar lebih terfasilitasi, nenek Reni dibawa ke panti, khususnya ke pantai tempat orang tua telantar atau ditelantarkan, yakni panti lansia yang ada di Wana Sraya. Kemudian di Buleleng juga ada.
“Bisa ditempatkan di sana,” jelasnya.
Kemudian ada juga yang dari yayasan, dengan panti yang juga bagus dan representatif.
“Begitu nenek Reni datang dibawa ke rumah singgah, sesuai amanat perda lansia. Kami responsif begitu selesai perda, ya saya sudah fungsikan ini,” katanya di depan kamar tempat sang nenek rebahan seusai makan.
Mantan Karo Humas Provinsi Bali ini, selanjutnya akan melakukan cek kesehatan serta prosedur lainnya.
Apalagi sang nenek memang memiliki sisi traumatiknya sendiri.
Setelah mulai pulih baru ditempatkan di panti khusus lansia.
Apalagi nenek ini ditelantarkan, tentu menjadi kewajiban pemerintah untuk merawatnya.
“Kami atensi benar lah kasus ini,” tegasnya.
Pihaknya pun terus bersingergi dengan tim relawan Bali. Untuk hal yang sifatnya emergency, akan cepat ditangani oleh Dinsos Bali.
(AA Seri Kusniarti)