Berita Bali
IWM Keberatan, Didakwa Terkait Tindak Pidana Pencabulan di Bali
Oknum pendeta, I Wayan M (38) telah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Ida Rsi menceritakan, dahulu kala sebelum istilah Bawati dikenal, istilah yang pakai adalah Jro Gede.
Namun kemudian istilah Jro Gede ditinggalkan dan kini dikenal dengan istilah Bawati.
"Bawati sendiri masih disebut Eka Jati. Adalah orang yang akan meningkatkan diri untuk menjadi sulinggih (dwijati) nantinya," sebut ida.
Sehingga apabila seorang Bawati madwijati barulah menjadi sulinggih.
Sebelum menjadi Bawati, biasanya diawali dengan menjadi Pinandita (pemangku).
"Ketika seorang pinandita ingin meningkatkan diri untuk menjadi sulinggih, maka dia akan terlebih dulu mencari calon Nabe, dan disana ia belajar tentang kesulinggihan," jelas Ida.
Setelah mantap lalu akan diupacarai atau diwinten bawati, maka ia akan disebut Bawati.
Seorang Bawati tidak memakai udeng atau ikat kepala, tetapi dia akan mengikat rambutnya (mepusung) yang disebut 'Anyondong' yaitu mengikat rambut dengan cara 'Mepusung' dan diletakkan di belakang.
Bawati akan selalu belajar tentang tata cara kesulinggihan. Sebelum akhirnya didiksa menjadi sulinggih.
Sementara sulinggih, disebut juga dwijati yang artinya orang yang lahir dua kali.
"Pertama kali lahir dari rahim ibu, dan kedua lahir dari hasil upacara podgala dari seorang babe yang melahirkan seorang sulinggih," ucap beliau.
Jadi Bawati, adalah seorang Ekajati yang telah disucikan melalui podgala pawintenan Bawati, untuk belajar memperdalam ilmu kesulinggihan.
Ida mengatakan, bahwa rambutnya tidak boleh di gelung atau prucut di atas, tetapi rambutnya di prucut di belakang agak ke bawah (Anyondong).
Sesana yang dilaksanakan masih sesana walaka, tetapi bertahap menuju sesana kesucian, dan belajar pada orang-orang yang nantinya ia pilih sebagai nabe. (can/ask)