Berita Denpasar
Desa Adat Kesiman Lakukan Sidak ke Ashram Sri Khrishna Balarama Mandir di Padang Galak Denpasar
I Ketut Wisna, bersama jajarannya mendatangi Ashram Sri Krishna Balarama Mandir di wilayah Padang Galak, Kesiman, Denpasar.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Keputusan bersama PHDI dan MDA Bali, tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran sampradaya non-dresta Bali di Bali. Yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Rabu, 16 Desember 2020.
Menetapkan, pertama Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali, secara bersama-sama melindungi setiap usaha penduduk menghayati dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya.
Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum.
Kedua, sampradaya non-dresta Bali merupakan organisasi dan/atau perkumpulan yang mengemban paham, ajaran, dan praktek ritual yang tata pelaksanaannya tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal dresta Bali.
Ketiga, untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali, maka menugaskan kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan se-Bali untuk secara bersama-sama melarang sampradaya non-dresta Bali di Bali menggunakan pura dan wewidangannya, tempat-tempat umum/fasilitas publik, seperti jalan, pantai, dan lapangan untuk melaksanakan kegiatannya.
Melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya.
Melakukan koordinasi dengan majelis desa adat, sesuai tingkatan dan prajuru desa adat dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali. dan melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali.
Dengan tembusan kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Majelis Desa Adat kabupaten/kota dan kecamatan beserta prajuru desa adat se-Bali, untuk secara bersama-sama melaksanakan penjagaan kesakralan dan kesucian pura, yang ada di wewidangan desa adat, meliputi pura kahyangan banjar, pura kahyangan desa, pura sad kahyangan, pura dhang kahyangan, serta pura kahyangan jagat lainnya.
Pelarangan kegiatan ritual sampradaya non-dresta Bali, diwewidangan desa adat yang bertentangan dengan sukerta tata parahyangan, awig-awig, pararem, dan/atau dresta desa adat masing-masing.
Pelarangan sampradaya non-dresta Bali di Bali melaksanakan kegiatan di pura/kahyangan yang ada di wewidangan desa adat dan/atau kahyangan tiga masing-masing desa adat.
Baca juga: Bule Swedia Diduga Aniaya PSK di Sanur Denpasar Bali, Begini Penjelasan Polisi
Koordinasi dengan pangempon masing-masing pura, untuk melarang kegiatan sampradaya non-dresta Bali yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu di Bali.
Apabila mereka berkeinginan dan/atau melaksanakan kegiatan di pura/parahyangan (dang kahyangan atau kahyangan jagat) atau tempat suci lain yang ada di wewidangan desa adat yang menjadi tanggung jawab pangempon masing-masing sesuai dresta setempat.
“Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap sampradaya non-dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya serta koordinasi dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia sesuai tingkatan dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali. Dan melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap sampradaya non-dresta Bali di Bali kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali dengan tembusan kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali,” imbuhnya.
Keempat, kata dia, para penganut, anggota, pengurus dan/atau simpatisan sampradaya non dresta Bali di Bali di dalam mengemban atau melaksanakan cita-cita dan kewajiban ajarannya. Dilarang melakukan penafsiran terhadap ajaran dan tatanan pelaksanaan ajaran agama Hindu di Bali. Mengajak dan/atau mempengaruhi orang lain untuk mengikuti ajaran sampradaya non-dresta Bali. Menyebarluaskan pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan pelaksanaan kegiatan keagamaan Hindu di Bali, serta tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal.
Memasukkan ajaran keyakinan sampradaya non-dresta Bali ke dalam buku agama Hindu dan buku pelajaran agama Hindu di Bali. Mengajarkan dan melakukan aktivitas dalam bentuk apapun pada lembaga lembaga pendidikan di Bali. Dan/atau melakukan kegiatan ritual yang menyerupai kegiatan keagamaan Hindu dresta Bali di Bali.