Berita Bali

MKKBN Laporkan Sejumlah Pimpinan Lembaga Agama dan Adat di Bali ke Polisi

Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), menilai penutupan ashram atau sampradaya di Bali selama ini kurang tepat.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Suasana saat MKKBN melakukan pelaporan ke Mapolda Bali Kamis siang 13 Mei 2021. 

“Ada pemahaman yang rancu antara hak milik dengan wewidangan. Seolah olah wewidangan desa adat adalah yang menjadi milik desa adat saja,” jelas dia, Selasa 11 Mei 2021.

Pihaknya menyebut bahwa persoalan mengenai wewidangan desa adat atau wilayah dan kewenangan desa adat merupakan hak otonom yang diakui negara.

Ida Penglingsir menceritakan bahwa pada masa kerajaan dan masa kolonial Belanda bahkan desa adat memiliki  kewenangan untuk mengurus Parahyangan, Pawongan dan Palemahan.

Begitu pula hal- hal yang berkaitan dengan kerukunan, keharmonisan, ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keamanan di wilayah atau wewidangan desa adat.

“Bahkan sampai urusan kesejahteraan pun desa adat ikut mengurus dan ikut juga bertanggungjawab. Tidak ada sejengkal tanah Bali yang di luar wewidangan desa adat di Bali,” tegasnya.

Dirinya juga menyebutkan bahwa alasan berbagai desa adat tersebut melakukan penutupan ashram tersebut ialah dikarenakan ingin memegang teguh nilai-nilai Hindu Bali yang memang menjadi dasar dari desa adat tersebut.

“Alasan desa adat menutup ashram sampradaya asing non dresta Bali  bukanlah karena perbedaan keyakinan yang sangat berbeda semata. Karena  Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Khonghucu juga sangat berbeda dengan Hindu Bali atau Hindu Dresta Bali, tetapi Islam, Kristen, Katolik  , Buddha, Khonghucu hidup damai, harmonis dan rukun di tengah- tengah wewidangan desa adat. Selain itu karena memegang teguh etika pergaulan antar agama dengan keyakinan yang berbeda,” ujar pria yang juga sebagai Ketua FKUB Bali ini.

Ia juga menyebut bahwa para ashram sampradaya asing yang non dresta Bali itu dinilai juga telah secara sistematis , terstruktur dan masif menyebarkan keyakinan mereka yang sangat berbeda itu di tengah umat yang sudah beragama.

Dalam hal ini di tengah -tengah umat Hindu Bali atau di tengah desa adat.

“Dengan penyebaran keyakinan tersebut yang masif, sistematis dan terstruktur tersebut maka jelas dapat dipastikan bahwa kelompok sampradaya asing yang merupakan gerakan untuk mengganti dan atau menghancurkan Agama Hindu Bali, Agama Hindu Nusantara, Adat Bali, Budaya Bali dan Desa Desa Adat di Bali,” tandasnya.

Berdasarkan hal itu juga adanya keinginan mereka menghancurkan dan atau menggantikan nilai yang paling luhur, paling bernilai dan paling dalam dari aspek nilai Bali.

“Itu berarti mereka sudah punya rencana jahat untuk menghancurkan Bali. Ini sungguh prilaku sangat tercela dari Sampradaya Asing tersebut, dan inilah alasan utama mengapa desa adat menutup ashram- ashram  Sampradaya Asing di Bali,” tukasnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved