Berita Bali
MKKBN Laporkan Sejumlah Pimpinan Lembaga Agama dan Adat di Bali ke Polisi
Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), menilai penutupan ashram atau sampradaya di Bali selama ini kurang tepat.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Pada dasarnya, Nurasa tidak ingin sesama saudara di Bali saling mengalahkan dan bertengkar. Apalagi Hindu di Bali adalah minoritas. Sehingga akan lebih baik tidak menggunakan kekerasan.
"Padahal agama Hindu itu harusnya paras paros," ucapnya.
Untuk itu ia ingin mengajak dialog bersama mencari kedamaian.
"Sekarang kan mencari beras saja sudah susah, kenapa kok tidak berani musyawarah. Dalam 7 kali 24 jam saya sudah tawarkan dialog. Tapi malah saya ditantang dan menutup lagi salah satu ashram. Bahkan juga menantang puputan," katanya.
Pihaknya masih menawarkan perdamaian untuk kedamaian umat Hindu di Bali.
"Marilah kita luas berpikir dan mohon pemimpin di Bali jangan memihak, karena semua anak-anaknya beliau. Termasuk pemimpin lembaga umat," tandasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, MDA Bali maupun PHDI Bali belum memberikan jawaban.
Tribun Bali pun mencoba mencaritahu. Patajuh Penyarikan Agung MDA Bali I Made Abdi Negara, mengatakan belum ada keterangan resmi dari MDA.
Namun begitu ada keterangan resmi,pihaknya akan segera menyiarkan melalui media.
Baca juga: Desa Adat Disebut Tidak Langgar Hukum Tutup Ashram ISKCON, Begini Penjelasan Ketua MDA Bali
Sedangkan Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana belum memberikan komentar.
Sikap Bendesa Agung MDA Bali Terkait Penutupan Ashram Sampradaya Asing
Sebelumnya diberitakan, mulai banyaknya desa adat yang mengambil sikap untuk menutup ashram yang disinyalir merupakan bagian dari sampradaya asing atau non dresta Bali ditanggapi oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet mengaku bahwa pihaknya menghormati langkah dari berbagai desa adat tersebut.
Apalagi, menurut dia keberadaan desa adat sendiri jauh sudah ada sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga ia menyebutkan tidak ada sejengkal tanah Bali yang di luar wewidangan (wilayah) desa adat.