Berita Bali

Kritisi Raperda, Golkar Bali Minta Pembentukan BUPDA Jangan Sampai Mematikan LPD yang Sudah Eksis

Made Dauh Wijana mengatakan bahwa pendirian BUPDA hanya satu dalam desa adat, dan pendirian tersebut mengecualikan LPD yang sudah ada dan eksis

Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ragil Armando
Jumpa pers Fraksi Golkar DPRD Bali sesaat usai Sidang Paripurna, Senin 31 Mei 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) yang digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Bali mendapat catatan khusus dari Golkar.

Dalam konferensi persnya di ruang Fraksi Golkar DPRD Bali sesaat usai Sidang Paripurna, Senin 31 Mei 2021, Sekretaris DPD I Golkar Bali, Made Dauh Wijana mengatakan bahwa pendirian BUPDA hanya satu dalam desa adat, dan pendirian tersebut mengecualikan LPD yang sudah ada dan eksis.

Pasalnya, menurut dirinya yang juga Staf Ahli Fraksi Golkar DPRD Bali ini LPD sebagai lembaga jasa keuangan milik desa adat harus berdiri secara independen, sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Bahkan, LPD mendapat pengecualian khusus dalam regulasi tersebut sehingga tidak dikenakan pajak.

Baca juga: Apresiasi Raperda BUPDA, Bendesa Adat Mas: Sangat Membantu Kami

Mantan Ketua DPD II Golkar Gianyar itu mengungkapkan jika keberadaan LPD selama ini dinilai telah memiliki manfaat dalam membantu masyarakat Bali.

Sehingga, pihaknya berharap jika raperda tersebut telah ditetapkan dan diterapkan di Bali, diharapkan pendirian BUPDA oleh setiap desa adat tidak berbenturan dengan Lembaga Perkreditan Desa  (LPD) yang juga sama-sama usaha jasa keuangan milik desa adat.

"Jangan sampai pendirian BUPDA menimbulkan benturan di desa adat. Usaha milik desa adat harus ada sinergitas antara desa dinas dengan desa adat terhadap yang sudah ada sehingga sangat dipandang  perlu adanya sinkronisasi," pintanya.

Sedangkan, Ketua Fraksi Golkar Wayan  Rawan Atmaja juga memberikan contoh keberadaan LPD Desa Adat Bualu yang ada di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Rawan juga menyebut bahwa dalam perjalanannya, secara operasional antara LPD dengan BUPDA berjalan secara terpisah.

Ia menjelaskan bahwa LPD Desa Adat Bualu sendiri telah memiliki payung hukum dalam memberikan pelayanan jasa keuangan pada masyarakat.

Sedangkan, BUPDA di Desa Bualu selama ini bergerak pada usaha pelayanan masyarakat seperti minimarket dan supplier guna memenuhi kebutuhan hotel dan rekening BUPDA tetap ada di LPD. Pengelolaan BUPDA dilakukan secara profesional dengan SDM yang ada.

"BUPDA di Bualu saat ini sudah memiliki aset sampai Rp 1,2 miliar dan dalam kondisi pariwisata normal, pelayanan kebutuhan hotel sangat besar dan kita juga mengelola parkir dan keuntungannya 40 persen untuk desa adat," jelas dia.

Di sisi lain, Anggota Fraksi Golkar DPRD Bali yang menjadi Juru bicara Fraksi Golkar saat menyampaikan Pandangan Umum Fraksi Golkar, Made Suardana pada sidang paripurna juga memberikan banyak catatan terhadap Ranperda yang diusulkan oleh Gubernur Wayan Koster.

Suardana menyampaikan catatan diantaranya, pada BAB 1, Pasal 1 ayat 7 Sabha perekonomian Adat Bali yang selanjutnya disebut SAKA Bali adalah lembaga otoritas perekonomian Adat Bali yang memiliki tugas pokok dan kewenangan pembinaan dan pengawasan dengan cara mengatur, mengawasi, dan membina.

Baca juga: Wujudkan Kemandirian Ekonomi Desa Adat, DPRD dan Pemprov Bali Godok Raperda BUPDA

Menurut hemat Fraksi Golkar kata mengatur tidak perlu ada karena ini terkesan mengabaikan independensi dan disarankan diganti dengan kata memfasilitasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved