Berita Buleleng

Mesadu ke DPRD Buleleng, Pemilik Ruko Pasar Banyuasri Keluhkan Tarif Pungutan Harian dan Bulanan

mereka sangat keberatan dengan besaran tarif pungutan harian senilai Rp 20 ribu, serta tarif pungutan bulanan senilai Rp 400 ribu

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Sejumlah pemilik ruko Pasar Banyuasri saat mendatangi kantor DPRD Buleleng, Rabu (2/6/2021) 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Belasan pemilik ruko di Pasar Banyuasri, Kecamatan Buleleng mendatangi kantor DPRD Buleleng, Rabu 2 Juni 2021 pagi.

Mereka datang untuk mengeluhkan terkait tarif pungutan harian dan bulanan, yang dirasa terlalu mahal.

Mereka pun berharap para anggota dewan dapat memfasilitasi pihaknya, agar tarif tersebut dapat diturunkan. Mengingat pendapatan mereka saat ini berkurang, akibat dampak pandemi Covid-19.

Kedatangan belasan pemilik ruko ini langsung diterima oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna di ruang rapat gabungan komisi kantor DPRD Buleleng.

Baca juga: Dinsos Buleleng Kubur Kerangka Diduga Bayi Tanpa Identitas

Dari pertemuan itu, perwakilan pedagang bernama Gede Sugeng Darmawan menyampaikan ada sembilan tuntutan dari para pemilik ruko.

Pertama, mereka sangat keberatan dengan besaran tarif pungutan harian senilai Rp 20 ribu, serta tarif pungutan bulanan senilai Rp 400 ribu.

Kedua, pihaknya meminta janji Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana saat mensosialisasikan perencanaan pembangunan pasar Banyuasri beberapa waktu lalu, yang menyatakan tidak akan menaikan tarif pungutan.

Namun nyatanya saat ini tarif pungutan saat ini mengalami kenaikan yang cukup besar hingga memberatkan para pemilik ruko.

Ketiga, dalam situasi pandemi Covid-19 ini, Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng mengeluarkan imbauan yang membuat para pemilik toko resah.

Pasalnya imbauan itu berisi ancaman jika tidak membayar pungutan maka toko milik mereka akan diambil alih oleh  Perumda Pasar Argha Nayottama.

Keempat, sejak ruko diserahkan kepada pemilik , terdapat bangunan lain yang menutup beberapa akses areal depan ruko.

Hal ini dirasa dapat mempengaruhi pendapatan pemilik toko itu sendiri, lantaran dagangannya tidak terlihat dari arah depan.

Kelima, baru beberapa bulan beroperasi ada beberapa ruko yang mengalami kebocoran pada bagian atap, dan kebocoran berupa rembesan air pada dak lantai toilet atas.

Hal ini sudah disampaikan kepada  Perumda Pasar Argha Nayottama, namun tak kunjung mendapat respons.

Baca juga: Illegal Logging Terjadi di Kawasan Hutan TNBB, Polhut Ngaku Kerap Diancam dengan Senjata Tajam

Keenam, pada ruko nomo 78 sampai dengan 96 tidak memiliki akses pembuangan limbah rumah tangga. Ketujuh, lingkungan ruko nomor 78 hingga 88 kurang bersih dan rapi, sehingga mengalami penurunan pengunjung.

Kedelapan, konstruksi bangunan ruko pada sebelah timur dan utara terlalu tinggi, dengan mempunyai 6 hingga 9 anak tangga. Namun tidak dilengkapi pegangan tangga.

Hal ini dirasa sangat berbahaya, utamanya bagi pengunjung lansia dan difabel. Dan kesembilan, pihaknya berharap Bupati Buleleng dapat mengizinkan pihaknya memasang kanopi secara swadaya, mengingat ruko terasa sangat panas jika disiang hari, dan terkena cipratan hujan saat hujan turun dengan lebat.

Atas tuntutan para pemilik ruko itu, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna pun mengaku akan segera melakukan pertemuan dengan Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng, sehingga permasalahan ini dapat segera teratasi.

 Supriatna pun tidak menampik, sejak enam bulan diresmikan, aktivitas di pasar berlantai tiga ini belum begitu optimal alias masih terlihat sepi.

"Ini perlu pemikiran kita bersama, jangan dibiarkan berlarut-larut seperti ini. Kasian pedagangnya, juga jangan sampai kita sia-sia membangun pasar ini dengan anggaran yang cukup besar. Apalagi pasar ini diharapkan bisa menjadi ikon the spirit of sobean," terangnya.

Sementara  Gede Sugeng Darmawan mengatakan, sebelum Pasar Banyuasri direvitalisasi omzet yang didapatkan oleh para pemilik ruko rata-rata mencapai Rp 30 hingga Rp 50 juta per hari.

Namun setelah pasar mulai direvitalisasi, dan pihaknya direlokasi di tempat sementara dengan bangunan bedeng, omzet mereka mulai menurun.

Ditambah lagi dengan kondisi pandemi Covid-19, sehingga omzet menurun hingga sebesar 80 persen.

"Pandemi ini membuat para pemilik ruko juga kebingungan mau jualan apa. Sehingga banyak yang memutuskan untuk tutup. Apesnya ketika ruko tutup, pungutan harian dan bulanannya tetap harus dibayarkan. 

Baca juga: Disdikpora Buleleng Larang Seluruh SD Lakukan Tes Calistung Saat PPDB, Utamakan Siswa Usia 7 Tahun

Sebulan itu harus bayar Rp 1 Juta, terdiri dari pungutan harian Rp 20 ribu dan pungutan bulanan Rp 400 ribu). Untuk itu lah kami minta keadilan bupati, besar hatinya agar menurunkan tarif pungutannya," tutupnya.

Terpisah,  Dirut Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng I Made Agus Yudi Arsana mengatakan,  tarif pungutan harian dan bulanan ini sudah disepakati oleh Pemkab Buleleng.

Dengan adanya keberatan ini, Agus Yudi mengaku hal itu sah-sah saja.

 Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada Bupati Buleleng selaku kuasa pemilik modal untuk mengambil kebijakan apakah akan menurunkan tarif pungutan atau tidak.

"Kami hanya menunggu kesepakatan saja. Kalau diturunkan pasti akan berpengaruh pada setoran PAD, sementara kami diwajibkan setor PAD Rp 1 Miliar setahun. Tarif pungutan ini sebenarnya sudah dibawah standar, jauh dibawah nilai Appraisal Rp 45 ribu per hari. Kalau mau diturunkan lagi, dasarnya apa," jelasnya.

Sementara terkait ancaman pengambilan alih ruko jika tidak membayar pungutan harian dan bulanan kata Agus Yudi dilakukan sesuai SOP, dari perjanjian yang ditandatangi oleh kedua belah pihak (pemilik ruko dan Perumda Pasar Argha Nayottama) saat pengambilan Sertifikat Pemakaian Tempat Usaha.

Sedangkan terkait beberapa ruko yang mengalami kebocoran, kata Agus Yudi masih menjadi tanggung jawab pihak rekanan. Mengingat masa pemeliharaan masih berlaku lagi beberapa bulan kedepan.

"Yang jelas pasar ini menggunakan skema kerjasama antara Pemkab selaku pemilik aset dan kami selaku pengelola yang ditunjuk. Harus ada kesepakatan lah nanti, bagaimana lagi menetapkan pungutan harian dan bulanan ini.

 Intinya jika nanti kami dipanggil oleh DPRD kami tidak bisa memberikan keputusan, karena kuasa pemilik aset adalah Bupati, jadi minimal nanti ada bupati atau perwakilannya, karena nanti ada hitung-hitungannya,” tutupnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved