Berita Buleleng

DARI Bahan Plastik, Topeng Raksasa Rama-Laksmana Berdiri, Pesan Ekologis di Panggung Bulfest 2025

Setinggi enam meter dengan lebar 2,5 meter, topeng Rama dan Laksmana menjadi pusat perhatian di panggung utama Buleleng Festival (Bulfest) 2025.

Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury 
Gagah - Patung Raksasa Rama dan Laksmana, berdiri gagah di depan tugu Singa Ambara Raja. Kedua Patung ini berbahan daur ulang sampah plastik.  

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Di bawah terik matahari siang, dua wajah tokoh pewayangan berdiri gagah di depan tugu Singa Ambara Raja.

Setinggi enam meter dengan lebar 2,5 meter, topeng Rama dan Laksmana menjadi pusat perhatian di panggung utama Buleleng Festival (Bulfest) 2025. 

Sekilas, orang mungkin mengira karya itu berbahan kayu, logam, ataupun styrofoam. Namun nyatanya, seluruh komponen tersusun dari ribuan serpihan plastik bekas, kecuali rangkanya menggunakan besi.

Baca juga: LOWONGAN Paling Banyak ke Luar Negeri Tujuan Jepang & Turki, Job Fair Jembrana &Pameran UMKM Kuliner

Baca juga: TARI Janger Warga Binaan Lapas Singaraja Berhasil Memukau Pengunjung Bulfest 2025

Putu Eka Darmawan merupakan sosok dibalik pembuatan karya seni megah ini. Selama 20 hari, ia bersama 12 karyawannya bekerja keras menuntaskan desain topeng untuk festival terbesar di Bali Utara ini. "Sebenarnya secara timeline, itu pekerjaan 1,5 bulan," ucapnya.

Mepetnya waktu pengerjaan karena karakter, yang akan digunakan sempat mengalami beberapa kali perubahan. Hingga akhirnya diputuskanlah Rama dan Laksmana sebagai figur utama.

Kedua tokoh dalam epos Ramayana itu digarap dengan pakem Wayang Wong Tejakula. Saking sakralnya, untuk melihat replika asli topeng ini saja diperlukan upacara khusus. Eka sendiri hanya menerima sketsa dan desain 3D, lalu menyesuaikannya dalam bentuk fisik.

"Setelah sketsa saya terima, ada beberapa yang saya revisi. Namun itu hanya bagian kecil agar tidak keluar dari pakem asli tapel (topeng) yang ada di Tejakula," katanya. 

Walau dikejar waktu, Eka mantap menerima proyek ini karena seluruh bahan baku sudah tersedia di bengkel miliknya, yakni Rumah Plastik Singaraja.

Dibutuhkan sampah plastik sebanyak 2,38 ton untuk pembuatan topeng ini. Jenisnya pun beragam, mulai dari yang berbentuk kantong, botol, bagian tutup, dan sebagainya. 

Seluruh sampah plastik ini dihancurkan menjadi serpihan dengan total mencapai 1,7 ton, untuk kemudian dicetak menjadi puluhan bagian yang dibutuhkan.

Ada untuk wajah, pernak-pernik, hingga backdrop yang menjadi latar atau tatakan topeng. "Ada beberapa bagian yang perlu sampah plastik tertentu. Misalnya tas plastik, tutup oli, tapi tidak digabung," katanya. 

Detail kecil turut dikerjakan serius. Hiasan mahkota, anting, sampai ukiran pada backdrop, rata-rata memakan waktu tiga jam untuk satu ukiran.

Pada 16 Agustus, potongan-potongan itu mulai dirakit di panggung utama. Dua hari berturut-turut Eka dan tim bekerja hampir tanpa tidur, memastikan setiap sambungan kuat sekaligus indah dipandang.

Meski secara ekonomis karya ini bernilai ratusan juta, Eka tidak memandangnya sebagai proyek komersial. Ia menyebutnya sebagai bentuk ngayah untuk Buleleng.

"Aku nggak dapat profit berupa uang. Ini bentuk ngayahku untuk Buleleng, sekaligus sarana edukasi sampah plastik," ucapnya.

Bulfest 2025 ini mengangkat tema The Mask History Of Buleleng yang artinya Topeng Leluhur, Jiwa Buleleng. Selain menyesuaikan dengan tema, pemilihan karakter Rama dan Laksmana ini sebagai bentuk penggambaran kebijaksanaan dan kesetiaan. (mer)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved