Sponsored Content
OJK Gelar Webinar Security Crowdfunding, UMKM Diharapkan Mendapatkan Wawasan
OJK menggelar Webinar Security Crowdfunding Sebagai Alternatif Pendanaan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Penulis: Karsiani Putri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Ia mengatakan, bahwa dengan adanya Webinar Security Crowdfunding Sebagai Alternatif Pendanaan bagi Usaha Mikri Kecil dan Menengah (UMKM) ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terhadap pasar modal dan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memiliki jaringan sistim elektronik sebagai penyelenggara.
Giri Tribroto juga menjelaskan, bahwa sejak dikeluarkannya POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF), hingga 31 Mei 2021, perkembangan Layanan Urun Dana di wilayah Bali dan Nusa Tenggara telah ada 5 penerbit UMKM dengan total dana dihimpun Rp 11,8 milyar.
Sementara dari segi pengguna telah mencapai 2.747 pengguna.
Baca juga: Guna Memulihkan Ekonomi Nasional, OJK Dorong Potensi Ekonomi Baru
Menurutnya, perkembangan yang baik ini diharapkan dapat meningkatkan lagi seiring dengan diterbitkannya POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowfunding (SCF) yang menggantikan POJK sebelumnya.
"Saya berharap dengan berbagai jenis kemudahan untuk mendapatkan sumber pendanaan dalam mengembangkan usahanya, kedepannya UMKM bisa berkembang menjadi perusahaan dengan aset yang besar dan kuat. Serta mampu menjadi penopang perekonomian khususnya di wilayah Indonesia Timur dan di Indonesia umumnya," tuturnya.
Sementara itu, Gubernur Bali, Wayan Koster, turut mengapresiasi berbagai kegiatan yang dilakukan OJK di masa pandemi Covid-19 ini.
Wayan Koster menuturkan, bahwa keberadaan UMKM dianggap sebagai representatif ekonomi kerakyatan, mengingat dari segi kuantitas jauh lebih banyak dibanding dengan usaha-usaha menengah besar.
"Saya sangat mendukung OJK dalam upayanya mendorong perkembangan SDM-nya dan saya berharap UMKM bisa berkembang menjadi perusahaan dengan aset yang besar dan kuat. Serta mampu menjadi penopang perekonomian Indonesia dan tentunya berdampak kepada perekonomian daerah. Dan juga memiliki daya saing yang semakin kuat," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, menyampaikan bahwa melalui acara yang digelar OJK tersebut, diharapkan dapat membuka wawasan peserta mengenai alternatif solusi pendanaan bagi UMKM melalui instrumen pasar modal berbasis teknologi informasi.
Ia mengatakan, OJK dalam meluncurkan SCF dengan pertimbangan yang matang dan juga mencermati serta mengadopsi budaya yang sangat lekat di tengah masyarakat yaitu budaya gotong royong.
Menurut dia, istilah crowdfunding dapat diartikan sebagai urunan dana atau patungan untuk membantu saudara, kerabat atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan.
"Budaya-budaya tersebut kemudian kita serap ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal melalui konsep penawaran efek. Hanya saja mekanismenya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital atau sering kita sebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding," kata Hoesen.
Menurutnya, pada awalnya fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF).
Setelah dievaluasi oleh OJK, kegiatan ECF itu ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.
Sebagai gambaran, sampai akhir Desember 2020 jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara, baru mencapai 129 penerbit dengan jumlah dana yang dihimpun Rp 191,2 miliar.