Pura di Bali

Kisah Angker Pura Goa Sudamala di Selat Karangasem, Bila Terkena Desti Hingga Cetik Bisa Disembuhkan

Pancoran pertama terletak paling selatan, atau dikiri dari pintu masuk pura adalah pancoran Naga Taksaka.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Pura Goa Sudamala 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Selain wisata kolam jernih alami Yeh Babah di Petung, Padang Aji, Selat, Karangasem, Bali, ada pula lokasi malukat yang unik dan memiliki kisah angker nan sakral.

Cukup berjalan sedikit dari lokasi mata air permukaan ke tengah hutan.

Jero Mangku Kemasan, menceritakan kepada Tribun Bali bahwa di lokasi malukat ini tidak boleh berkata dan berbuat sembarangan.

“Tirta dan mata airnya sudah ada ratusan tahun yang lalu. Kalau dipugarnya baru tiga bulanan,” sebutnya kepada Tribun Bali, Selasa 15 Juni 2021.

Baca juga: Kisah di Balik Berdirinya Pura Dalem Pangembak, Patung yang Dibuat Jero Mangku Bisa Tertawa Sendiri

Pemugaran dilakukan saat Kajeng Kliwon Uwudan. Ada empat pancoran, tiga memakai kendi dan satu langsung tanpa kendi.

Pancoran pertama terletak paling selatan, atau dikiri dari pintu masuk pura adalah pancoran Naga Taksaka.

Setelah itu, ada pancoran Naga Basuki, lalu ada pancoran Naga Ananta Boga.

“Nah pancoran keempat adalah pancoran langsung tirta dari Ulun Danu Batur,” sebutnya.

Kegunaannya masing-masing berbeda-beda. Naga Taksaka untuk peleburan dari aneluh nerangjana. Seperti desti dan lain sebagainya.

Naga Basuki adalah penyucian diri, ketiga adalah nunas merta. Keempat adalah tirta Ulun Danu. Jadi tirta untuk karya dan lain sebagainya.

"Kalau ada pamedek yang datang, prosesinya matur piuning di Ida Bhatara Wisnu dan Bhatara Lingsir dari Besakih," sebutnya.

Satu diantaranya menghaturkan pejati di palinggih Ida Bhatara Dalem Bungkut, yang ada di tengah hutan dekat dengan lokasi malukat.

 Konon ada goa yang dijaga oleh banyak raksasa dan ancangan ida bhatara.

"Dulunya tidak terjamah, orang tidak ada yang berani masuk ke sana. Semenjak saya bangunkan panglukatan ini. Baru ada yang berani masuk," sebutnya.

Baca juga: Meminta Jabatan, Ini Kisah Pura Dalem Pangembak Denpasar

Kemudian apabila ada yang berani menebang bambu baik siang ataupun malam. Tiba-tiba akan ada atau bertemu dengan naga dan hal lainnya. Sebab memang wilayah tersebut angker.

Jero mangku menjelaskan bahwa ada Tirta Empul di goa tersebut.

 Namun sayangnya goa tersebut sudah tertimbun oleh tanah longsor.

Tirta itu asal muasalnya dari Desa Muncan. Goa itu di jalan tepat sebelum palinggih Ida Bhatara Dalem Bungkut.

Apalagi ada kisah, dahulu ada tiga orang yang salah berbicara. Lalu hanyut karena tiba-tiba ada air bah. Dua orang ditemukan sementara satu orang hilang entah kemana hingga saat ini.

"Padahal airnya dangkal dan tidak terlalu besar," imbuhnya.

Airnya dari tengah hutan di dekat Dalem Bungkut. Yang termasuk ke dalam wilayah, Desa Muncan, Taman Dharma dan Padang Aji.

"Ada cakangan mati tidak ada airnya," jelas jero mangku.

Lokasi air bah di depan palinggih itu, ada dua airnya dari kiri kanan lurus hanya tidak ada air. Di sana angker tidak boleh bicara sembarangan.

"Goa Sudamala adalah untuk metamba, saya ngiring Dalem Dukuh Sakti. Di daerah Ratu Bagus di atas. Pura Dalem Dukuh Sakti memang sudah ratusan tahun ada pohon besar taru menep. Nah saya ngiring di sana. Dengan pawisik maka disuruh membangunkan Goa Sudamala ini," jelasnya.

Kebetulan rumah jero mangku berada tepat di atas area goa.

Baca juga: Cuntaka dan Tata Tertib Masuk Pura Dalam Hindu Bali, Ini yang Boleh Dan Tidak Boleh 

Ia mengatakan saat Kajeng Kliwon Uwudan banyak yang sembahyang ke sana. Sementara untuk pujawalinya adalah Sugihan Manik Bali.

"Setiap Kajeng Kliwon Enyitan nyambleh. Kalau Kajeng Kliwon Uwudan saya nyambleh di rumah di Jero," ujarnya.

Namun malukat tetap di Goa Sudamala.

Sebenarnya awal cikal bakal panglukatan, ada di jero. Kemudian dipindahkan dengan membangkitkan Naga Taksaka, Naga Basuki, dan Naga Anantaboga.

"Dahulu karena yang berobat ke rumah berjejal, akhirnya saya bangunkan panglukatan di sana," sebutnya. Tentunya area tersebut adalah dari pawisik.

"Bhatara yang malinggih di sana, adalah Ida Bhatara Wisnu dan Ida Bhatara Lingsir di Gunung Agung," katanya. Kemudian palinggih Ida Bhatara Dalem Bungkut di tengah hutan. Sementara untuk Bhatara Dalem Dukuh Sakti berbeda tempat.

Biasanya pamedek yang datang ke lokasi malukat ini, ingin membersihkan diri dan pengobatan. Ada pula jero mangku yang datang ke sana. Selain itu juga nunas merta amerta.

"Jadi nanti bisa pula menghaturkan pejati di Bhatara Ida Dalem Bungkut," sebutnya.

Memang karena lokasi yang angker, ada saja yang mendengar suara aneh. Seperti suara genta atau mantram Gayatri. Namun pejati dan prosesi malukat harus dilakukan oleh pemangku. Tidak seperti panglukatan lainnya, dilakukan sendiri dengan langsung ke pancoran.

"Tinggal telepon dan panggil saja saya," jelasnya. Dengan membawa dua pejati dan canang sari.

Pejati untuk dihaturkan di Dalem Bungkut dan Goa Sudamala. Sedangkan kalau tidak sempat bawa pejati, bisa membawa canang sari. Tapi kalau metamba disarankan membawa pejati.

Apabila tidak berani ke palinggih Ida Bhatara Dalem Bungkut di tengah hutan.

Pengayengannya sudah ada, sehingga bisa dihaturkan di sana. Satu maturan di Bhatara Lingsir dan satunya di Ida Dalem Bungkut.

Kemudian di Ida Bhatara Wisnu, Ida Bhatara Ulun Danu, keempat di Ananta Boga dan Naga Basuki.

Pakaian kalau bisa rapi dengan kamen dan adat Bali. Setelah selesai mebanten baru malukat dan sembahyang.

"Keadaan basah tidak apa-apa," katanya.

Sebab di sana malukat untuk berobat, sehingga airnya bisa meresap.

"Kadang kalau ada yang terkena bebai, baru dituang saja airnya sudah panas. Kalau terkena cetik, belum apa-apa sudah muntah. Kalau badannya kotor di tengah gemetar," ujarnya.

Sehingga benar-benar sakral, tidak asal-asalan. Pengalaman ini yang telah dilihatnya selama ini.

Jero mangku, melakukan pengobatan aneluh nerangjana. Penyakit kulit dan sebagainya. Termasuk terkena penyakit non medis atau black magic.

Bahkan ada yang bangkrut dan datang lalu pelan-pelan kembali sukses. Sehingga ketika memohon harus benar-benar khusyuk tidak bisa asal-asalan.

Jero mangku menyarankan, lebih baik malukat sandikala sekitar jam 7 malam dan jam 12 malam. Apabila memang benar-benar ingin nunas tamba.

"Ini hanya tugas saya sebagai mangku yang ngiring dan ngayah Ida Bhatara Dalem Dukuh Sakti," katanya.  (*)

Artikel lainnya di Pura di Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved