Serba Serbi
Kisah Mpu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha Dalam Menyatukan Sekte di Bali
Mpu Kuturan hadir ke Pulau Dewata atas permohonan Udayana untuk diposisikan sebagai senapati
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Kemudian agama Hindu telah mengakar dan menyatu dengan masyarakat serta alam lingkungannya, termasuk adat dan budayanya.
Sehingga dalam upaya memenuhi tujuan itu, secara bertahap melalui dharma yatranya.
Dang Hyang Nirartha pergi dari satu tempat ke tempat lain, serta mengajak masyarakat Bali membangun pura yang telah dirintis oleh pendahulunya.
Apabila dihitung pura-pura yang dibangun di masa dharma yatranya, jumlahnya ratusan dan cukup banyak berada di dekat pantai.
Dibangun di dekat pantai ini, karena bercermin dari kejatuhan Majapahit.
Dimana sebelumnya, kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar yang mampu menyatukan seluruh nusantara.
Serta menjadikan agama Hindu sebagai agama resmi kerajaan.
Namun runtuhnya karena pengaruh agama lain, yang masuk melalui daerah pantai pertama kali kemudian meluas.
Sehingga untuk mengantisipasi pengaruh agama lain masuk ke Bali, umumnya dari daerah pantai.
Maka di setiap daerah pantai yang dianggap rawan, bagi masuknya pengaruh agama lain.
Dibuatlah dan dibangun tempat suci sebagai benteng keimanan, dalam upaya memperkuat agama Hindu.
Baca juga: Makna Pura Umum dan Pura Teritorial dalam Hindu Bali
Dang Hyang Nirartha atau dengan nama lain Pedanda Sakti Wawu Rawuh, yang menata kehidupan beragama di Bali.
Kemudian disebut sebagai tokoh pembaharuan, sebab hari-harinya selama tinggal di Bali dimanfaatkan untuk dharma yatra dan mengelilingi pantai.
Untuk itu, sebagai tanda kehadirannya di suatu tempat yang dipandang memiliki nilai spiritual.
Dibangunlah pura sekalius sebagai tempat pesanggrahan.