Berita Bali
Panggung Seni Tradisi Tampilkan Tari Sang Hyang dan Kecak dari Ubud Gianyar
Antida Music Production bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar acara Panggung Seni Tradisi
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Antida Music Production yang menjadi bagian dari komunitas Bali Wariga, bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar acara Panggung Seni Tradisi.
Acara ini menampilkan potensi seni tradisi dari berbagai sekeha tari tradisional di berbagai wilayah di Bali.
Pementasan ini menjadi sebuah serial program telusur seni tradisi yang menampilkan kekayaan seni budaya dari berbagai kabupaten/kota di Bali.
Seluruh rangkaian kegiatan ini akan ditayangkan melalui kanal Youtube antidamusic dan Kemenparekraf secara virtual.
Baca juga: Mahabharata dan Kisahnya, Menggambarkan Kehidupan Sosial Budaya Hingga Filsafat Agama Hindu
Kegiatan kedua dalam serial telusur seni tradisi ini menampilkan tari Sang Hyang Dedari, Sang Hyang Jaran beserta Kecak dari sekeha tari Trena Jenggala Padangtegal, Ubud, Gianyar, Bali.
Hal ini dilakukan mengingat salah satu potensi seni di Ubud adalah seni pertunjukan tradisi.
Apalagi sebelum pandemi hampir setiap malam di setiap sudut desa terdengar suara gamelan dengan berbagai pementasan tari yang diinisiasi oleh sekeha atau sanggar yang tumbuh di Ubud.
Tari Kecak cukup populer di kalangan para wisatawan sebagai sebuah pementasan yang wajib untuk di tonton jika ke Ubud.
Pementasan tari Kecak biasanya membawakan lakon Ramayana kisah Rama dan Sinta.
Namun pada pementasan streaming kali ini akan ditampilkan juga tari Sang Hyang Dedari yang ditarikan oleh dua gadis yang diiringi kidung yang menghanyutkan, khusuk dan religius.
Sang Hyang Dedari sendiri merupakan sebuah pementasan sakral dimana dipentaskan untuk penolak bala dan memohon keselamatan.
Keunikan dari tari Sang Hyang Dedari ini adalah para penari menarikannya dengan mata terpejam, dan bergerak mengikuti alunan tembang tembang pemujaan yang juga disertai asap dupa yang harum sebagai sebuah persembahan yang membawa penari untuk berkomunikasi dengan para dewa dewi sehingga nampak seperti dalam keadaan trans atau tidak sadar.
Selain itu, ditampilkan juga tari apri Sang Hyang Jaran yang ditarikan oleh seorang pria atau pemangku.
Penari tampak seperti menunggang sebuah kuda yang terbuat dari pelepah daun kelapa.
Tari Sang Hyang Jaran ini juga ditarikan dengan mata terpejam, dengan gerakan berjalan, berlari kecil, sambil menginjak dan menendang bara api dari serabut dan batok kelapa dengan kaki telanjang.
Tarian ini juga merupakan tarian sakral yang di tarikan sebagai penolak bala dan mengusir wabah penyakit.
Kedua tarian Sang Hyang tersebut pada masa sebelum pandemi di pentaskan sebagai sebuah pertunjukan profan oleh sekeha seni tradisi Trena Jenggala Padangtegal Ubud yang kini akibat pandemi telah vakum pentas hampir satu setengah tahun.
"Rangkaian program Telusur Seni Tradisi ini merupakan sebuah upaya dari Antida Music Production untuk mendokumentasikan beragam bentuk kekayaan seni tradisi yang ada di Bali. Bagaimana merawat sebuah tradisi dan harus dijaga, dilestarikan dan juga didokumentasikan untuk menjadi jembatan yang menghubungkan kembali generasi muda Bali dengan seni budaya yang diwariskan oleh para leluhur. Selain itu untuk memberikan wadah kepada para sekeha atau sanggar tari tradisi yang selama pandemi ini vakum dari panggung seni. Melalui kegiatan pementasan ini diharapkan dapat memberikan kegairahan kembali kepada para seniman seni tradisi untuk terus memelihara optimismenya," kata Anom Darsana, pendiri Antida Music Production.
Baca juga: Mengenal Jenis Tarian di Bali, Tari Wali Menjadi Sakral Apabila Disucikan dengan Upacara dan Upakara
Pementasan panggung seni tradisi ini diselenggarakan secara streaming dari Museum Seni ARMA.
"Saat ini kunjungan wisatawan ke Bali sangat menurun dan menjadi tugas kita bersama untuk bersinergi dengan semua pelaku industri kreatif serta para seniman untuk membangkitkan kembali pariwisata di Bali. Salah satu cara adalah memulainya dari skala kecil dengan menciptakan kegiatan-kegiatan kreatif yang mengaplikasikan sistem hybrid dengan menghadirkan penonton dalam jumlah terbatas dan ditayangkan pula secara virtual,” kata Reza Fahlevi, direktur event daerah Kemenparekraf.
Setiap kegiatan di lokasi menerapkan protokol kesehatan ketat dengan standar CHSE, seluruh panitia dan seniman yang terlibat juga wajib swab antigen terlebih dahulu.
"Dengan penerapan protokol kesehatan yang baik kita akan bisa secara perlahan menumbuhkan kembali rasa percaya dan rasa aman kepada wisatawan untuk datang ke Bali dan ke Ubud," katanya. (*).
Kumpulan Artikel Bali