Serba Serbi

Mahabharata dan Kisahnya, Menggambarkan Kehidupan Sosial Budaya Hingga Filsafat Agama Hindu

Dikenal pula dengan sebutan Sri Krishna Dwipayana, ia merupakan putra dari Maharsi Parasara. Kemudian ibunya bernama Dewi Setyawati

Editor: Wema Satya Dinata
Instagram antv_official
ilustrasi Mahabharata 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mahabharata adalah Itihasa yang juga merupakan hasil karya sastra tulisan Bhagawan Wiyasa.

Dikenal pula dengan sebutan Sri Krishna Dwipayana, ia merupakan putra dari Maharsi Parasara. Kemudian ibunya bernama Dewi Setyawati.

Selain menulis karya sastra Mahabharata, ia juga menyusun kitab Catur Weda.

Mahabharata disebut pula dengan nama 'Wiracarita' dan terdiri dari 100 ribu sloka yang terbagi ke dalam 18 parwa.

Baca juga: Karmaphala Tak Bisa Disuap, Belajar dari Epos Mahabharata Saat Para Pandawa Masuk Neraka

Dengan bagian terbesarnya adalah Santika Parwa, atau parwa yang ke-12 dengan 14 ribu stansa atau sloka.

Kemudian parwa paling kecil adalah Mahaprastanika Parwa, atau parwa ke-17 yang terdiri dari 312 sloka. Secara keseluruhan cerita pokoknya terdiri dari 24 ribu sloka.

Menurut Prof. Dr. Pargiter, usia Mahabharata lebih muda dari Ramayana. Disebutkan Mahabharata pernah terjadi sekitar tahun 950 sebelum masehi. Sedangkan tradisi India menyatakan, Mahabharata terjadi pada permulaan zaman Kali Yuga, yakni diperkirakan dimulai pada 3.101 sebelum masehi. Dari berbagai sumber yang dirangkum Tribun Bali, disebutkan bahwa isi kitab ini menceritakan sejarah keluarga Bharata.

Kisah ini banyak menggambarkan kehidupan keagamaan, sosial, budaya, politik, pendidikan, etika, filsafat, dan ideologi sesuai ajaran agama Hindu.

Dalam penyebarluasan Mahabharata ke Indonesia, kitab ini ditulis dalam naskah kekawin.

 Pada abad ke-10, ketika zaman Dharmawangsa Teguh berkuasa di Jawa Timur. Diadakanlah proyek besar, yang disebut 'Menjawaken Byasamata' atau membahasajawakan ajaran Bhagawan Wiyasa.

Beberapa naskah atau bagian parwa yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno, pada zaman pemerintahan Dharmawangsa Teguh adalah Adi Parwa.

Kemudian Sabha Parwa, Wana Parwa, Wirata Parwa, Udyoga Parwa, dan Bhisma Parwa. Setelah Dharmawangsa Teguh wafat, proyek membahasajawakan kitab Mahabharata kembali dilakukan. Khususnya pada sisa parwa yang belum dialih-bahasakan.

Berikut sekilas parwa-parwa yang ada di dalam Mahabharata. Pertama adalah Adiparwa, yang mengisahkan asal mula keluarga Pandawa dan Korawa. berawal dari kisah Prabu Sentanu memiliki putra Sang Bharata, Citra Gada, dan Citra Wirya. Kemudian ada kisah tewasnya raksasa Hidimbi di tangan Bhisma. Arjuna memenangkan sayembara memperebutkan Drupadi.

Hingga kisah kelahiran Bhagawan Wiyasa atau Byasa, lalu kelahiran para naga dan garuda. Kisah pemutaran Gunung Mandara dan terbakarnya hutan Khandawa.

Baca juga: Mahabharata Kembali Tayang di TV: Kisah tentang Kekuasaan, Moral, hingga Perempuan-perempuan Tangguh

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved