Serba Serbi

Tangkal Energi Negatif, Ini Makna Seselat dalam Keyakinan Hindu Bali

Diletakkan di angkul-angkul atau lebuh di depan pekarangan rumah. Kemudian dibiarkan terpasang selama 42 hari atau abulan pitung dina

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
ilustrasi angkul-angkul rumah di Bali. Tangkal Energi Negatif, Ini Makna dan Fungsi Seselat Dalam Keyakinan Hindu Bali 

Jangan lupa sarana bawang putih, sebagai yantra dari Iswara yang berwujud angin.

"Tentunya angin jugalah yang membawa wabah dan menerbangkannya. Tentu juga angin dalam wujud Bhatara Bayu yang bisa mempralina hal tersebut," ujarnya.

Ada juga sarana cabai merah, yang merupakan yantra dari Ongkara Gni Prenawa.

"Maka semua akan kembali, dileburkan sampai musnah dan seimbang seperti semula," imbuhnya.

Sarana penting lainnya adalah benang tridatu, sebagai pengikat.

Benang ini merupakan keyakinan, dalam kepercayaan tentang menyatunya bayu, sabda, idep. Yang kukuh, bakuh, langgeng sempurna. Sebagai lambang ketulusan dan  keikhlasan dalam beryadnya.

"Sehingga apa yang kita harapkan membuahkan hasil sesuai permohonan kita," ujarnya.

Lanjutnya, seselat sesungguhnya sangat berpengaruh dan bisa menetralisir energi negatif yang ada di dunia ini.

"Bahkan ada rekan saja di Jepang, mereka juga pesan setahun yang lalu. Jadi keyakinan ini yang perlu ditanamkan kembali pada masyarakat kita," tegasnya.

Sebab warisan nenek moyang memang kaya akan manfaat dan filosofi yang tinggi demi kemaslahatan umat. Salah satunya seselat yang bisa menetralisir semua unsur negatif.

Baca juga: Dasa Mala yang Harus Dihindari Dalam Hindu Bali

Seselat, kata dia, sebaiknya dipasang saat akan bertemu dengan kliwon apalagi sebelum Kajeng Kliwon. Itu adalah waktu paling baik, layaknya Sabtu Kliwon Wuku Wayang kemarin. Maka sebelum hari itu dipasang seselat di rumah. Dan kepercayaan ini sudah ada turun temurun.

Ia juga setuju dengan pemasangan selama abulan pitung dina ini. Sebab sesuai dengan perhitungan wariga, abulan pitung dina ini adalah jumlah yang paling lama atau disebut wanengan.

Tujuannya agar energi negatif kembali normal.

"Setelah abulan pitung dina berakhir, atau nemu gelangan. Maka seselat tersebut dipralina dengan cara dibakar, dan abunya dimasukan ke dalam bungkak kelapa gading lalu dihanyutkan ke laut," katanya. Sebab laut dipercaya sebagai akhir dari setiap paleburan.

Namun jika rumah warga tidak dekat dengan laut, bisa dibuang ke sungai yang nantinya bermuara ke laut.

"Tentunya dengan sarana canang dan segehan ireng (hitam) dan mancawarna agar kembali menyatu pada Ida Sang Hyang Widhi," sebutnya. Sebab makhluk negatif dan positif di alam semesta ini tentu ada maksud dan tujuannya hadir. (*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved