Berita Bali
Begini Pendapat Bendesa Agung MDA Bali Terkait Kemelut Sampradaya
Pucuk pimpinan MDA Bali ini, menjelaskan bahwa pada dasarnya desa adat di Bali, memiliki hak otonom yang diakui oleh Negara
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, buka suara ihwal kemelut sampradaya di Bali.
Pucuk pimpinan MDA Bali ini, menjelaskan bahwa pada dasarnya desa adat di Bali, memiliki hak otonom yang diakui oleh Negara.
Pengakuan ini, merupakan hal yang mutlak, tidak bisa diganggu gugat dan menegaskan posisi desa adat sebagai pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jadi sekali lagi karena desa adat adalah pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini," ucapnya
Baca juga: PHDI dan MDA Bali Batasi Panca Yadnya, Ini Penjelasan Filolog Sesuai Lontar
Lalu bagaimana dengan pendapat, bahwa saat ini ISKCON hadir dalam bentuk yayasan dan jumawa karena merasa masih kuat dan legal pasca Pencabutan Pengayoman oleh PHDI Pusat.
"Jadi begini, yayasan atau apapun itu, meskipun diakui oleh Negara, namun jika melanggar hak otonom desa adat, melakukan aktivitas yang melanggar norma-norma yang dipegang teguh sebagai tradisi dan warisan leluhur. Apalagi ingin mengganti tradisi yang dipertahankan oleh desa adat selama ribuan tahun, maka desa adat sangat berhak untuk mempertahankan semuanya, berdasarkan tradisi dengan dasar penerapan hukum adat yang tegas,” ucapnya.
Bahkan, Negara pun harusnya hadir dan bertindak tegas terhadap yayasan yang melakukan upaya untuk mengacaukan kehidupan beragama.
Apalagi mencoba mengubah keyakinan orang yang sudah beragama, bahkan berusaha ingin melenyapkan tradisi yang sudah dianut turun-temurun sebagai warisan leluhur dan nenek moyang.
"Ini harusnya disadari adalah aspek yang paling sensitif, yang semestinya tidak ada kompromi, karena sangat rentan menimbulkan permasalahan yang lebih besar jika dibiarkan terus berlarut," tegasnya.
Inilah sejatinya landasan desa adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang harus dihormati dan dipahami oleh siapapun.
"Janganlah takut bahwa dunia internasional akan mencap Bali tidak toleran, hanya karena keras pada pengacau serta penghancur adat dan tradisi dalam kerangka Hindu Dresta Bali," tegasnya.
Takutlah jika ini dibiarkan, maka dunia termasuk siapapun yang membela sampradaya asing atas nama "toleransi", akan kehilangan surga terakhir, tempat hidup dan lestarinya warisan peradaban yang adi luhur yang dijuluki Pulau Surga dan dikagumi oleh seluruh orang di dunia.
"Biarkan tradisi kami hidup dengan cara kami, dan kalian jangan pernah mencoba mengganti adat dan tradisi dalam kerangka Hindu Dresta Bali dengan cara dan tradisi yang kalian yakini," imbuhnya.
"Pulanglah ke tempat semestinya kalian berada, karena tempat kalian bukan disini, bukan di tanah Bali, bukan di Nusantara," tambahnya.
Baca juga: Polemik Keberadaan ISKCON di Bali, Dirjen Bimas Hindu Kemenag dan Komnas HAM Datangi MDA Bali