Berita Bali

Pasar dan Toko Oleh-oleh di Bali Tutup Selama Pandemi, Suparta Mencoba Usaha Kuliner Nasi Jinggo

Pandemi Covid-19 memukul hampir semua lini kehidupan masyarakat. Pengusaha garmen Made Suparta ikut terkena imbas pandemi Covid-19.

Tribun Bali/Rizal Fanany
Pengusaha Garmen, Made Suparta menunjukkan tumpukan kain bahan kaos oleh-oleh khas bali di gudangnya kawasan Tukad Pancoran, Denpasar, Minggu 29 Agustus 2021. Ia kehilangan omset hingga 300 juta karena pasar dan toko oleh-oleh tutup akibat dampak pandemi - Pasar dan Toko Oleh-oleh di Bali Tutup Selama Pandemi, Suparta Mencoba Usaha Kuliner Nasi Jinggo 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pandemi Covid-19 memukul hampir semua lini kehidupan masyarakat.

Khusus di Bali dampaknya sangat terasa di sektor perekonomian dan pariwisata.

Banyak yang alih profesi atau kembali ke kampung halaman.

Pengusaha garmen Made Suparta ikut terkena imbas pandemi Covid-19.

Baca juga: Kasus Positif Masih Tinggi di Tabanan, Pemprov Bali Akan Menambah Tempat Isolasi Terpusat

Semenjak usaha garmennya tutup pada bulan Maret 2020 lalu, ia gulung tikar dan tidak mendapatkan pendapatan sepeserpun.

"Kalau garmen tutup pada Maret 2020. Saat itu 100 persen tutup, tidak bergerak berbarengan juga tutupnya dengan pasar oleh-oleh atau kesenian Bali. Semenjak tutup pendapatan langsung 0 persen," katanya kepada Tribun Bali, Minggu 29 Agustus 2021.

Sebelum pandemi, biasanya Made Suparta mengirim kaus yang sudah disablon dengan tulisan Bali ke pasar oleh-oleh di seluruh Bali, Toko Krisna Oleh-oleh atau Pasar Seni Sukawati, Bedugul, Kuta dan Tanah Lot.

Ketika pariwisata masih berjaya, Made bisa memproduksi kaus hingga 1.000 pcs per hari.

Omzet produksinya bisa ia dapatkan mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 50 juta.

Jika dirata-ratakan omzet Made Suparta berkisar di angka Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

"Dulu setiap hari produksi. Karyawan dulu 35 orang. Semua kita rumahkan. Sempat kita bantu hingga pertengahan Juli, kasih sembako dan gaji tetap. Akhirnya habis sudah dana cadangan kita, perputaran modal tidak ada," ujarnya.

Sementara stok kain yang tersisa di masih simpan di gudang.

Ia sempat mengobral baju-baju sisa produksi tahun 2020 lalu.

Pendapatan dari obral baju hingga Rp 15 juta.

Masuk awal tahun 2021 obral bajunya sudah tidak laku lagi karena kebutuhan masyarakat bukan lagi sandang.

Baca juga: Tetap Sehat di Masa Pandemi Covid-19, IISB Gelar Senam Zumba Virtual, Hadirkan 7 Instruktur Andal

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved