Berita Bali
Untuk Menghibur Diri, Rindik Mulai Dilirik Masyarakat Bali untuk Dibeli Saat Pandemi Covid-19
Dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat pada alat musik Rindik membuat salah satu usaha produksi Rindik alami kenaikan penjualan
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Siapa sangka alat musik khas bali yakni 'Rindik' mulai dilirik oleh masyarakat.
Di tengah jenuhnya pada situasi pandemi Covid-19, membuat masyarakat beralih mengisi aktivitasnya dengan bermain rindik.
Terlebih pemerintah telah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat di luar rumah.
Dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat pada alat musik Rindik membuat salah satu usaha produksi Rindik alami kenaikan penjualan.
Baca juga: Permintaan Rindik di Karangasem Menurun Drastis, Wisna Tetap Berproduksi Walau Permintaan Sepi
Seperti cerita, Gede Satria pemilik usaha produksi rindik yang ditemui di Pameran IKM Bali Bangkit tahap 3, Art Center pada, Kamis (16 September 2021).
"Kalau usaha produksi rindik mulai dari lima tahun lalu sekitar Tahun 2016. Kalau kita di sini poin nya memproduksi rindik dan suling. Sementara alat musik lain seperti gong, dan kecek itu instrumen pendukung," katanya.
Gede memang baru membuka stand Rindiknya dua hari diacara Pameran IKM Bali Bangkit, sehingga belum ada rindik atau alat musik lainnya terjual. Ia juga memperkirakan hal tersebut karena juga jumlah pengunjungnya masih terbatas.
Penjualan rindiknya mulai ramai malah ketika memasuki awal Pandemi Covid-19.
"Kalau ramainya penjualan ketika awal pandemi Maret 2020. Itu lumayan karena mungkin ada pekerja pariwisata yang lesu dirumahkan dan untuk menghibur diri membeli rindik juga untuk refreshing. Yang belajar bermain rindik juga banyak karena memiliki waktunya luang lebih," tambahnya.
Rindik sendiri berbahan dasar kayu, sementara untuk daun rindik berbahan bambu yang menggunakan bambu jenis Santong Jembrana.
Satu rindik terdiri dari 11 daun atau bambu.
Untuk pengerjaannya memakan waktu hingga satu minggu untuk satu rindik. Bukan hanya Bali, ia juga sudah memasarkan Rindiknya tersebut hingga ke Luar Negeri.
"Kalau luar Bali seperti Jatim, Jakarta, Lombok. Ke Luar Negeri juga seperti Jepang, Belanda dan Amerika. Cuma rindiknya yang bisa bongkar pasang kalau untuk dikirim keluar negeri. Kalau harga paling standar Rp. 650 ribu termahal Rp 8,5 Juta. Yang membedakan tempatnya berisikan ukiran," paparnya.
Dalam sebulan saat pandemi omzetnya berjualan rindik hingga Rp 4 Juta.
Baca juga: Gamelan Semara Pegulingan Iringi Peragaan Busana di Bali, Putri Koster: Jangan Selesai di Panggung
Untuk rindik seharga Rp. 8,5 Juta biasanya hanya laku satu buah saja selama sebulan dan biasanya merupakan pesanan. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali