Berita Denpasar
Selain Sebagai Alat Komunikasi, Ini Penjelasan Terkait Makna Kulkul di Bali
Kulkul adalah salah satu warisan adat budaya dalam bentuk benda, yang hingga saat ini masih lestari di tengah-tengah masyarakat Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
Sehingga dibuatkan kulkul di dalam sebuah komunitas banjar, untuk memudahkan komunikasi antar warga.
Kulkul digunakan sebagai alat komunikasi karena mengeluarkan suara keras dan cukup nyaring.
Bahkan, kata beliau, suaranya menjangkau hingga radius 1-2 km bahkan lebih.
Khususnya dalam kondisi pedesaan, yang minim suara bising maka suara kulkul akan sangat nyaring dan menjangkau lebih jauh.
Lanjut beliau, suara kulkul tersebut memiliki ciri atau kode-kode tertentu yang telah disepakati oleh seluruh anggota banjar.
Misalnya kalau ada kematian, maka kulkul disuarakan hanya dengan tiga kali pukulan saja.
Kemudian apabila ada kebakaran kulkul disuarakan dengan sambung-menyambung, begitu juga kalau ada kejahatan kulkul disuarakan dengan suara panjang yang terus-menerus dan sebagainya.
Dengan adanya suara kulkul yang disepakati melalui pararem ataupun telah ditulis dalam awig-awig, maka kulkul banjar akan disakralkan.
Sehingga tidak sembarang orang boleh memukul tanpa seizin krama banjar.
"Begitu juga dengan bentuk atau ritme suara saat dibunyikan maka harus sesuai dengan kesepakatan bersama.
Hampir di setiap banjar memiliki kulkul, dan jumlahnya ada dua yakni kulkul lanang dan wadon.
Hal ini, jelas beliau, karena umat Hindu khususnya di Bali adalah orang yang menganut paham keseimbangan.
Hal ini tercermin dalam segala hal, baik itu filosofis hidup, perilaku, budaya, seni dan sebagainya, serta segala sesuatu dilogikakan sesuai dengan manusia itu sendiri.
Misalkan saja, suatu contoh konsep Rwa Bhineda yaitu ada baik ada buruk, ada senang ada susah, ada laki ada perempuan.
"Begitu juga konsep memanusiakan isi alam, sehingga bisa ajeg dan selalu harmonis," sebut beliau.