Serba Serbi
Upacara Sudhi Wadani, Ketahui Proses dan Sarana yang Digunakan
Sudhi Wadani merupakan proses seseorang untuk menjadi Hindu dari agama lain. Ada dua macam jenis pelaksanaan Sudhi Wadani, pertama karena pernikahan
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Upacara sudhi wadani adalah upacara dalam Hindu untuk mengukuhan seseorang menjadi agama Hindu.
Bagaimana proses upacara sudhi wadani?
Waka PHDI Bali, Pinandita Drs. I Ketut Pasek Swastika saat dihubungi Tribun Bali, Senin, 25 Oktober 2021 siang mengatakan, Sudhi Wadani merupakan proses seseorang untuk menjadi Hindu dari agama lain.
Ada dua macam jenis pelaksanaan Sudhi Wadani, pertama karena pernikahan dan kedua karena atas kesadaran sendiri.
Untuk kedua jenis ini memiliki persyaratan dan proses yang hampir sama.
“Untuk yang dikarenakan kemauan sendiri harus ada surat keterangan dari orang tua, serta dua orang saksi yang melengkapi diri dengan KTP. Yang akan melangsungkan prosesi ini juga harus siap menandatangani surat pernyataan,” kata Pinandita Swastika.
Tempat pelaksanaan Sudhi Wadani ini bisa dilakukan di Kantor PHDI setempat, rumah sendiri, ataupun di griya.
Baca juga: MAKNA Melukat bagi Umat Hindu Bali, Begini Teknik hingga Hari Baik Melukat
Sedangkan banten yang digunakan pun sederhana yakni cukup pejati, sementara untuk di griya biasanya menggunakan banten ayaban tumpeng lima.
“Itu bisa dipilih, karena agama itu rasa. Mau di PHDI boleh, karena di Kantor PHDI ada Padmasana. Di griya juga boleh, atau di rumah juga boleh,” imbuhnya.
Sementara untuk banten di bawah bisa menggunakan segehan manca warna atau segehan putih kuning.
Untuk banten ini, bisa dianteb oleh pemangku yang melengkapi diri dengan KTP ataupun dipuput oleh sulinggih tanpa perlu menyiapkan KTP.
“Dalam pelaksanaannya, saksi dan yang bersangkutan wajib hadir. Sementara untuk orang tua dipersilakan hadir atau cukup dengan surat keterangan saja,” katanya.
Setelah melakukan pembersihan secara niskala, yang bersangkutan lalu mengucapkan aksara suci Om Ang Ung Mang kemudian dilanjutkan dengan Brahman Atman Aikyam.
Akhir dari semua ucapan dari aksara suci dan kalimat Brahman Atman Aikyam adalah Satyam Eva Jayate lalu dijawab oleh yang bersangkutan (orang yang melakukan sudhi wadani) dengan kata Jaya.
“Juga diawali dengan Om Swastiastu dan diakhiri dengan Om Santi, Santi, Santi Om. Ini terus diucapkan berulang-ulang sampai tidak ada kesalahan ucap. Pertama dicontohkan sekali oleh penganteb atau pemuput prosesi ini,” katanya.
Setelah itu dilanjutkan dengan panca sembah, lalu diperciki tirta dan dipasangi benang tri datu di tangannya.
“Bilamana perlu, PHDI setempat bisa memberikan nasihat dan kalau ada bisa memberikan yang bersangkutan buku doa sehari-hari,” katanya.

Baca juga: 6 Tempat Melukat di Bali yang Patut Dikunjungi, Salah Satunya Pantai Lovina Buleleng
Proses Pembinaan Setelah Upacara Sudhi Wadani
Untuk pembinaan selanjutnya, bagi yang pindah agama Hindu dengan kemauan sendiri dilaksanakan oleh PHDI setempat.
Sedangkan, untuk yang pindah agama karena pernikahan akan menjalani pembinaan dari desa adat setempat maupun PHDI setempat.
Setelah itu, surat keterangan, surat pernyataan, maupun blangko yang sudah diisi kemudian diserahkan ke PHDI setempat.
Nantinya PHDI akan mengeluarkan surat keterangan Sudhi Wadani lengkap dengan foto diri yang nantinya dipakai untuk pengurusan dokumen kependudukan di Catatan Sipil.
Bagi yang sudah Sudhi Wadani dan mendiami suatu wilayah di Bali wajib melapor ke desa adat setempat dan akan ikut menjadi krama di sana.
“Setelah ikut menjadi krama, yang bersangkutan bisa melakukan persembahyangan di Pura Kahyangan Tiga. Setelah Sudhi Wadani juga sudah bisa sembahyang ke pura sad kahyangan termasuk ke Besakih dan pura lainnya,” katanya.
Sementara itu, untuk prosesi selanjutnya menyesuaikan dengan keinginan yang bersangkutan apakah akan melakukan prosesi tiga bulanan, satu oton, ataupun metatah.
“Karena oleh PHDI dalam Sarira Samskara sangat sederhana prosesnya, hanya pejati dan mengucapkan aksara suci itu. Untuk yang lainnya kembali kepada yang bersangkutan apakah ada proses tiga bulanan, metatah dan sebagainya, karena butuh biaya tinggi. Kami tidak mempersulit pelaksanaan upakara yadnya,” katanya. (*)