Serba Serbi
Rahina Pemacekan Agung, Berikut Filosofinya dalam Hindu
Maka sore harinya wajib masegeh agung di muka halaman rumah serta nyambleh atau menyembelih ayam samalulung (ayam kecil).
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari ini, Senin 15 November 2021 merupakan hari suci Pemacekan Agung.
Hari suci ini tepat pada Soma Kliwon wuku Kuningan, beberapa hari sebelum hari suci Kuningan.
Dalam Sundarigama disebutkan, bahwa pada saat Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung.
Maka sore harinya wajib masegeh agung di muka halaman rumah serta nyambleh atau menyembelih ayam samalulung (ayam kecil).
Baca juga: Umat Hindu Bersiap Rayakan Kuningan, Jejahitan Dipilih Warna Kuning, Berikut Maknanya
Tujuannya adalah untuk menghindari atau menghindarkan diri dari marabahaya yang disebabkan oleh Sang Bhuta Galungan, beserta antek-anteknya atau hambanya.
Oleh sebab itu, makna utama dari Pemacekan Agung adalah mengembalikan Sang Bhuta Galungan beserta para pengikutnya kembali ke asalnya semula.
Kemudian tempat melakukan caru penyambleh ayam samalulung adalah di lebuh atau di pamesuan tatkala Pemacekan Agung.
Lebuh atau pamesuan itu adalah pintu keluar masuk dari jalan raya menuju ke pekarangan rumah.
Walaupun biasanya pelaksanaan nyambleh ini dilakukan sore hari.
Namun sisanya bisa disesuaikan dengan dresta masing-masing desa atau wilayah.
Pemacekan Agung berasal dari kata pacek yang artinya tonggak, inti, pertengahan dan sebagainya.
Agung berarti utama, besar, mulia, dan nirmala.
Pemacekan Agung dimaknai sebagai tonggak atau pertengahan dari awal sampai akhir rangkaian Galungan dan Kuningan.
Serta tujuan nyambleh ayam samalulung ini, adalah suguhan ke hadapan Sang Kala Galungan agar tidak membencanai umatNya.
Baca juga: MAKNA Penjor, Sarana Wajib saat Hari Raya Galungan dan Kuningan sebagai Lambang Kemenangan Dharma
Inilah filosofi spirit dari Pemacekan Agung. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi