Berita Bali

Bala Kanda hingga Uttara Kanda, Berikut Bagian Epos Ramayana

Berikut Tribun Bali telah merangkum bagian-bagian dari epos Ramayana. Bagian ini dikenal dengan istilah kanda

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Wikipedia
Lukisan India modern yang menggambarkan Sita dan Rama saat tinggal di hutan. Berikut Tribun Bali telah merangkum bagian-bagian dari epos Ramayana. Bagian ini dikenal dengan istilah kanda. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ramayana adalah salah satu epos yang sangat terkenal di dunia sebagai warisan Hindu.

Bagian Itihasa ini mengisahkan perjalanan Sang Rama dengan Dewi Sita, serta kisah peperangan dengan Rahwana.

Rama sendiri dipercaya merupakan salah satu Awatara Wisnu, yang lahir ke dunia dengan tujuan untuk menegakkan kebenaran. 

Berikut Tribun Bali telah merangkum bagian-bagian dari epos Ramayana. Bagian ini dikenal dengan istilah kanda.

Baca juga: Pengabdian Hanoman pada Rama dan Sita, Kisah Heroik Epos Ramayana

Pertama adalah Balakanda, yang isi pokoknya menceritakan tentang sebuah negeri dengan ibukota Ayodya.

Dan dipimpin seorang raja bernama Dasaratha. Beliau memiliki tiga orang istri, yakni Kausalya, Kekayi, dan Sumitra. 

Ibu dari Sang Rama adalah Kausalya. Sedangkan Kekayi melahirkan Sang Baratha, dan Sumitra melahirkan Laksamana serta Satrughna.

Sementara di negara lainnya bernama Metilla, yang dipimpin Prabu Janaka memiliki putri bernama Dewi Sita. Dalam sebuah sayembara, Dewa Rama akhirnya memenangkan Dewi Sita dan mempersuntingnya. 

Bagian kedua adalah Ayodhya Kanda, mengisahkan Prabhu Dasaratha untuk turun dari tahta kerajaan karena telah usia tua.

Beliau menyerahkan mahkota kepada Rama, yang notabene putra tertuanya. Namun Dewi Kekayi mengingatkan janji Prabu Dasaratha.

Bahwa Baratha yang akan naik menjadi raja. Setelah itu janji kedua agar Rama dibuang selama 12 tahun ke dalam hutan. 

Atas janjinya dan desakan Dewi Kekayi, sang prabu tidak bisa berbuat apa. Kemudian mengangkat Baratha menjadi raja untuk menggantikan ayahnya.

Sang Rama yang berbakti tidak menolaknya, dan pergi ke hutan bersama sang istri serta adiknya Laksamana.

Selanjutnya adalah Aranyaka Kanda. Kanda ini menceritakan tatkala Rama, Dewi Sita, dan Taruna Laksama berada di hutan.

Baca juga: Kisah Ramayana Menurut Kepercayaan Hindu, Bagian dari Memperdalam Ajaran Weda

Hingga pertemuan dengan raksasa Surpanaka, yang menyukai Rama. Lalu hidung dan telinganya dipotong oleh Laksamana.

Surpanaka tak lain adalah adik Rahwana, sang raja Alengka Pura. Surpanaka pula mengadu pada kakaknya, bahwa Dewi Sita sangat cantik. 

Patih Marica diutus oleh Rahwana untuk menculik Sita dengan cara berubah menjadi kijang emas yang melompat di depan kemah Sang Rama dan Laksmana.

Tatkala Rama mengejar kijang emas itu, atas permintaan Dewi Sita. Sang dewi mendengar jeritan dari kejauhan yang dikira jeritan Sang Rama. 

Padahal itu adalah jeritan Patih Marica, yang terkena panah Sang Rama. Akhirnya karena salah paham, Dewi Sita menyuruh agar Laksamana menyusul kakaknya.

Sang Laksamana akhirnya pergi menyusul sang kakak. Walau dengan berat hati meninggalkan Dewi Sita sendirian. 

Tak lama muncul seorang brahmana, yang tertatih-tatih layaknya orang kelaparan dan kehausan meminta-minta kepada Dewi Sita.

Sebelumnya ada kisah yang mengatakan, ketika Laksamana pergi, ia telah memasang sengker dan melarang Dewi Sita melewati sengker itu, sembari menunggu mereka kembali dari tengah hutan. 

Namun melihat brahmana yang tertatih-tatih itu, batin Dewi Sita terkoyak-koyak. Tanpa sengaja ia melewati batas yang dibuat Laksamana, dan hendak memberi air pada brahmana.

Begitu keluar dari sengker, brahmana itu berubah menjadi Rahwana dan menculik Sita untuk dibawa menuju Alengka Pura.

Baca juga: Dewa Wisnu Menjelma Menjadi Awatara Demi Menyelematkan Dunia

Dalam perjalanan penculikan itu, Rahwana bertemu Jatayu saat terbang di langit. Jatayu adalah sahabat Prabu Dasaratha dan ia hendak menolong Dewi Sita.

Namun sayang dalam pertarungannya, Jatayu kehilangan sayap karena ditebas Rahwana. Beruntung sebelum mati Jatayu dapat bertemu dengan Rama dan mengatakan bahwa Dewi Sita telah diculik Rahwana.

Kisah selanjutnya adalah Kiskinda Kanda, yang mengisahkan Rama saat berjumpa dengan Sugriwa. Kala itu Sugriwa sedang berseteru dengan saudaranya bernama Subali.

Rama pun membantu Sugriwa untuk merebut kerajaan dan istrinya yang direbut Subali. Akhirnya Sugriwa membantu Rama, dan pasukan kera berangkat menuju Alengka Pura.

Di sini kisah serunya adalah tatkala pasukan kera bekerjasama membangun jembatan di atas laut untuk diseberangi.

Bagian kelima adalah Sundara Kanda, mengisahkan tentang Hanoman. Hanoman tiada lain adalah kera kepercayaan Sugriwa dan putra Dewa Angin atau Dewa Bayu.

Ia mendaki Gunung Mahendra, hingga akhirnya tiba di Alengka Pura. Hanoman yang cerdik akhirnya sampai ke dalam istana Rahwana. Ia mencari dan akhirnya menemukan Dewi Sita. 

Hanoman menyerahkan cincin Rama, dan mengatakan bahwa Rama akan menjemputnya. Hanoman yang tertangkap, akhirnya diikat dan ekornya disulut dengan api.

Ia melompat ke sana sini, sehingga membuat kebakaran di Alengka Pura. Beruntung Hanoman berhasil lolos dari kejaran pasukan Alengka. 

Yuddha Kanda adalah kisah tentang Sang Rama dengan bantuan Hanoman, Anggada, serta Sugriwa mempersiapkan pasukannya menggempur Alengka di bawah pimpinan Rahwana.

Pasukan kera berhasil membangun jembatan di atas laut dan menyeberang ke Alengka Pura.  Rahwana tidak diam, ia mengutus Indrajit dan Kumbakarna untuk segera bersiap melawan.

Adiknya yang lain, Wibhisana menyarankan agar Dewi Sita dikembalikan. Sehingga tidak terjadi perang, namun Rahwana malah marah dan akhirnya Wibhisana malah mendukung Rama. 

Peperangan tak bisa dielakkan, namun tentu saja Rahwana akhirnya kalah. Semua pasukan dan para panglimanya juga kalah, termasuk Indrajit dan Kumbakarna.

Wibhisana akhirnya dinobatkan menjadi raja Alengka Pura oleh Sang Rama. Hanya saja, setelah Dewi Sita kembali ke Ayodya Pura, masyarakat menyangsikan kesuciannya selama tinggal di Alengka Pura.

Dewi Sita yang marah sekaligus sedih, kemudian membuktikan kesuciannya dengan menceburkan diri ke dalam kobaran api. Dewa Agni (api) tetap melindungi Dewi Sita, dan ia tidak tersentuh api sama sekali. 

Hal itu membuktikan bahwa Dewi Sita memang masih suci, dan omongannya tidak mengada-ada. Dewi Sita bersama Rama dan Laksmana kembali ke Ayodya Pura.

Baca juga: Rabu Paing Kuningan, Hari Pemujaan Pada Dewa Wisnu, Lakukanlah Ini

Pasukan kera juga ikut dan disambut meriah. Dikisahkan pula bahwa Baratha akhirnya menyerahkan tahta pada Sang Rama. 

Terakhir, adalah Uttara Kanda yang menceritakan asal usul Alengka Pura. Negeri asal Rahwana. Juga mengisahkan bahwa desas-desus prasangka akan kesucian Dewi Sita masih terus berlanjut.

Sang Rama dengan berat hati mengasingkan Dewi Sita ke hutan untuk menghindari cemoohan masyarakat. 

Di dalam hutan, Dewi Sita bertemu dengan Bhagawan Walmiki. Dewi Sita yang dibuang dalam keadaan hamil, akhirnya melahirkan anak kembar.

Anak tersebut diberi nama Kusa dan Lawa. Bhagawan Walmiki mengajarkan mereka ilmu memanah dan menghafalkan kakawin, guna menceritakan kisah hidup Dewi Sita, Kusa, dan Lawa. 

Rama yang mengadakan upacara besar bernama Aswameda. Bhagawan Walmiki bersama Kusa dan Lawa pun hadir di sana.

Kusa dan Lawa disuruh membawakan nyanyian Ramayana gubahan Bhagawan Walmiki. Sang Rama yang tahu bahwa kedua anak itu adalah buah hatinya, memanggil Bhagawan Walmiki guna membawa dan mengantar Dewi Sita agar balik ke istana. 

Sampai di istana, Dewi Sita bersumpah bahwa jika ia tidak suci maka tanah tidak akan menerima raganya. Tiba-tiba tanah terbelah menjadi dua, dan muncullah Dewi Parwati (Pertiwi).

Rama yang menyesal dengan keadaan ini, akhirnya menyerahkan kekuasaan pada Kusa dan Lawa, dan akhirnya meninggal serta kembali ke kahyangan dalam wujud Dewa Wisnu.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved