Berita Bali
Karantina Internasional Jadi 10 Hari, Luhut: Kebijakan yang Diambil Ini Akan Terus Dievaluasi
KOORDINATOR PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan masa karantina bagi WNA dan WNI pelaku perjalanan luar negeri ditambah menjadi 10 hari
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - KOORDINATOR Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan masa karantina bagi WNA dan WNI pelaku perjalanan luar negeri ditambah menjadi 10 hari dari sebelumnya selama tujuh hari.
Aturan ini berlaku bagi pelaku perjalanan luar negeri yang datang dari negara-negara di luar 11 negara yang telah dilarang masuk ke Indonesia.
Langkah itu diambil dengan mempertimbangkan semakin banyaknya negara yang mendeteksi varian Omicron.
Perpanjangan masa karantina ini akan berlaku mulai, Jumat 3 Desember 2021.
Baca juga: Jelang PPKM Level 3, Pelanggar Masker di Denpasar Meningkat
"Tentunya kebijakan yang diambil ini akan terus dievaluasi secara berkala sambil kita terus memahami dan mendalami informasi tentang varian baru ini," kata Luhut, lewat keterangan tertulis sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu 1 Desember 2021.
Adapun sebelumnya pemerintah telah menutup sementara masuknya Warga Negara Asing (WNA) dari 11 negara.
Rinciannya yakni, tiga negara yang telah mengonfirmasi adanya transmisi komunitas varian baru SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau varian Omicron, yakni Afrika Selatan, Botswana, dan Hong Kong.
Kemudian, delapan negara/wilayah yang secara geografis berdekatan dengan negara transmisi komunitas kasus varian Omicron secara signifikan, yaitu Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, dan Lesotho.
Aturan tersebut berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang diterbitkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Akan tetapi, aturan yang sama juga menjelaskan pengecualian terhadap pelarangan sementara WNA masuk ke wilayah Indonesia dan kewajiban karantina.
Kriteria WNA yang dikecualikan salah satunya yakni bagi delegasi negara-negara G20. Mereka pun harus menjalani karantina selama 14 hari.
SE tersebut awalnya juga mengatur masa karantina selama 7x24 jam atau tujuh hari bagi pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke Indonesia.
Perpanjangan masa karantina pelaku perjalanan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang mempertimbangkan semakin banyaknya negara yang terdeteksi varian Omicron.
Sementara itu, pemerintah akan memberlakukan PPKM Level 3 pada perayaan Nataru dengan tujuan mengkontrol dan membatasi ruang gerak manusia.
Tidak hanya itu untuk masa karantina bagi wisatawan pun diubah-ubah yang sebelumnya 3 hari kini menjadi 7 hari.
Bahkan yang terbaru, WNA atau WNI yang datang dari luar negeri harus menjalani karantina 10 hari.
Meski pemerintah melakukan upaya penekanan kasus saat Nataru, Pemerintah Provinsi Bali dan Pemkab Badung juga harus memikirkan ekonomi masyarakat yang 80 persen bergantung pada sektor pariwisata.
Maka dari itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRl) Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengusulkan sistem Masyarakat Produktif Aman Covid-19 (MPAC).
"Kita sekarang seperti berlayar di dua terumbu karang, yang satu kesehatan satunya lagi pariwisata atau ekonomi. Kita harus bisa berlayar di tengah-tengah itu," ujar Rai Suryawijaya Kamis.
Pihaknya mengakui jika sistem MPAC yang dinilai memungkinkan diterapkan tanpa mengabaikan kebijakan pemerintah dalam penanganan Protokol Kesehatan (Prokes).
Sebab, dilihat dari kesuksesan program vaksinasi di Bali mencapai lebih dari 100 persen.
"Usul saya kita tetap menerima tamu, tapi dibatasi jumlahnya. Misalnya, domestik boleh seribu, wisman boleh dua ribu yang berasal dari negara yang bebas varian baru Covid-19," ujarnya.
Pihaknya mengatakan, wisatawan yang datang ke Bali wajib mematuhi protokol kesehatan.
Selebihnya sebelum ke Bali juga harus melengkapi persyaratan seperti swab PCR.
"Jadi kita lakukan pengawasan di sini, sehingga Prokes jalan, ekonomi masyarakat juga tidak mati sekali," jelasnya.
Terkait dengan PPKM Level 3 dan masa karantina yang terkesan diubah-ubah, pihaknya mengaku itu merupakan kebijakan pemerintah pusat.
Baca juga: Pemandu Was-was PPKM Level 3, Nusa Penida Mulai Ramai Dikunjungi Wisdom
Pasalnya pemerintah sudah mengantisipasi masuknya virus varian baru yang berasal dari Afrika Selatan yakni Omicron.
"Ini kebijakan yang tepat juga, untuk mengantisipasi gelombang ke 3 virus Covid-19 di Indonesia. Apa lagi saat ini kita menjaga nama baik Bali di dunia," ujarnya.
Dijelaskan, jika Bali bisa mengendalikan virus Covid-19 di akhir tahun atau saat perayaan Nataru, maka Bali pasti dipandang oleh negara luar.
Mengingat di tahun yang akan datang Bali akan menjadi tempat pertemuan internasional yang dipimpin Presiden Jokowi.
"Kita harus jaga nama Bali untuk KTT G20 nanti. Mungkin tahun depan kita baru bisa perlahan membuka pariwisata, namun tetap dengan melihat tren kasus," tegasnya.
Meski demikian, lebih pihaknya berharap pemerintah bisa menerapkan sistem MPAC sehingga ekonomi bisa menggeliat di dunia pariwisata.
"Kita tidak boleh trauma, karena Bali benar-benar mengandalkan pariwisata. Maka dari itu pemerintah pusat termasuk Bapak Menteri pasti juga memikirkan Bali," katanya. (gus/kompas.com)
Kumpulan Artikel Bali
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/suasana-di-salah-satu-hotel-tempat-karantina-terpusat-di-kawasan-jalan-cokroaminoto.jpg)