Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati
Guru Pesantren Herry Wirawan Nyaris Tiap Hari Rudapaksa Santriwatinya di Berbagai Lokasi, 12 Hamil
Kasipenkum Kejati Jabar Dodi Gazali Emil menjelaskan, perbuatan Herry dilakukan di berbagai tempat.
TRIBUN-BALI.COM, BANDUNG - Kebejatan Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung terhadap para santriwatinya sungguh mengerikan.
Sebanyak 12 santriwati dirudapaksa hingga semua kini telah melahirkan.
Para santriwati itu semua masih di bawah umur, usia 13 tahun hingga 15 tahun.
Baca juga: Santriwati Korban Rudapaksa Histeris Tutup Telinga dengar Suara Herry Wirawan
Kini, Herry Wirawan sedang diadili di Pengadilan Negeri Bandung.
Agenda persidangannya masih mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, Herry merudapaksa santriwati nyaris setiap hari.
Baca juga: Begini Nasib Bayi-bayi Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren, Keluarga Korban Geram
Akibat hal tersebut, sejumlah santriwati hamil.
Ada korban yang mengadu kepada Herry bahwa dirinya hamil.
Guru pesantren itu kemudian melontarkan janji-janji manisnya kepada korban.
Baca juga: Kasus Guru Rudapaksa Santriwati: Orangtua Menangis, Disodori Bayi 4 Bulan, Seperti Kiamat
"Biarkan dia lahir ke dunia, bapak bakal biayai sampai kuliah, sampai dia mengerti, kita berjuang bersama-sama," kata Herry Wirawan seperti dikutip di berkas dakwaan jaksa.
Herry juga melancarkan aksi tipu daya lainnya.
Kepada para korban, ia menjanjikan anak yang dilahirkan akan dibiayai dari kuliah sampai bekerja.
Lalu, pelaku juga menjanjikan anak korban akan menjadi Polwan hingga menjadi pengurus pesantren.
Sementara itu, kepada para santriwati korbannya, Herry juga kerap mencekokinya dengan pemahaman bahwa guru harus ditaati.
"Guru itu Salwa Zahra Atsilah, harus taat kepada guru," kata Herry Wirawan di berkas dakwaan.
Kasipenkum Kejati Jabar Dodi Gazali Emil menjelaskan, perbuatan Herry dilakukan di berbagai tempat.
Ia melancarkan aksinya di Yayasan Komplek Sinergi Jalan Nyaman Anatapani, Yayasan Tahfidz Madani Komplek Yayasan Margasatwa Cibiru, Pesantren Manarul Huda Komplek Margasatwa Cibiru, di apartemen di kawasan Soekarno-Hatta Bandung, hingga di sejumlah hotel.
"Perbuatan terdakwa Herry Wirawan dilakukan di berbagai tempat," ujar Dodi Gazali Emil saat dihubungi, Rabu (8/12/2021).
Para santriwati yang dirudapaksa itu kini sudah melahirkan.
Kebejatan Herry melakukan rudapaksa terhadap santriwatinya dilakukan sejak 2016.
Jumlah korban mencapai 12 orang, sebagian besarnya berasal dari Garut.
"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir," ujar Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari di kantornya, Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
"Tadi saya lihat di TV masih disebutkan dua korban masih hamil, tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," sambungnya.
Bayi yang dilahirkan tersebut semuanya sudah dibawa oleh para orangtua korban.
Sementara itu, para korban sedang menjalani proses penyembuhan trauma di Rumah Aman P2TP2A.
Selain kepada korban, proses penyembuhan trauma itu juga diberikan kepada orangtua korban.
Diah mengungkapkan, saat ini kondisi para korban sudah lebih kuat.
Para korban masih di bawah umur. Rata-rata, usianya berkisar antara 13-15 tahun.
Diah mengatakan, di antara beberapa korban pun masih ada yang terkait persaudaraan.
Pasalnya, mereka sebelumnya saling mengajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.
"Kondisi korban saat ini Insyaallah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap menghadapi media," katanya.
Keluarga Korban Marah
Wartawan Tribunjabar.id di Garut sudah berkesempatan mewawancarai salah satu keluarga korban rudapaksa itu.
Kakak salah satu korban, AN (34) seperti menyimpan amarah terhadap pelaku. Hal itu terlihat dari raut wajahnya.
Rupanya, keluarga korban sudah enam bulan berjuang agar pelaku bisa mendapatkan hukuman setimpal.
AN bertanya-tanya, mengapa baru sekarang kasus tersebut ramai.
"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang. Kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame? Saya minta keadilan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id di rumahnya di Garut, Kamis (9/12/2021).
Selama enam bulan terakhir ini, ia sulit mendapatkan informasi mengenai proses hukum yang berjalan.
Ia yang warga Garut mengaku tak memiliki kenalan di Bandung yang bisa memberikan informasi mengenai kasus tersebut.
"Mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tahu perkembangan terkini," ucapnya.
Saat kasus ini sedang viral, AN tak memungkiri ia juga bersyukur.
Pasalnya, dengan viralnya kasus ini semua pihak kini bisa ikut memantau.
"Biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakkan seadil-adilnya," ujarnya.
Sosok Herry Wirawan
Sebelumnya, beredar surat keterangan domisili dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung yang mencantumkan tempat tinggal Herry.
Dalam surat itu, tertulis Herry Wirawan tinggal di Dago Biru, Kota Bandung.
Namun, berdasarkan penelusuran wartawan Tribunjabar.id, ia tak tinggal lagi di sana.
Hal ini diungkapkan oleh seorang warga di RW 04, Dago Biru, Ashari (61).
"Sudah lama dia enggak ada di sini. Lupa sejak kapan, tapi sudah lama sekali," ujarnya, Kamis (9/12/2021).
Lebih lanjut Ashari pun mengungkapkan seperti apa sosok Herry di matanya.
Ia mengatakan, Herry sering belanja ke tempat jualannya.
Menurutnya, Herry adalah sosok pendiam dan kadang bersikap tak acuh.
"Dia pernah ngajar di lembaga pendidikan sekitar sini, tapi sudah lama sekali, sekarang enggak tahu di mana tinggalnya," kata Ashari.
Ketika mendengar mengenai kasus Herry, Ashari kaget.
Ia pun geram dengan perbuatan pelaku.
"Apalagi korbannya banyak sampai melahirkan anak, ini perbuatan di luar kemanusiaan. Saya berharap pelaku dihukum berat," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Begini Nasib Bayi-bayi dari Korban Rudapaksa Guru Pesantren di Bandung, Dilahirkan dari 8 Santriwati,