Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati
Herry Wirawan, Guru Pengajian Rudapaksa 21 Santri Larang Berpergian Santri, Belanja Wajib Ditemani
Santriwati di pesantren milik Herry Wirawan dilarang keluar, bahkan diantar ketika berbelanja
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM – Selama lima tahun para korban rudapaksa yang dilakukan oleh, Herry Wirawan, guru ngaji di Pesantren di Kota Bandung menahan rasa pilu.
Para korban rudapaksa pun dilarang keluar rumah oleh Herry Wirawan.
Rumah milik pelaku rudapaksa santriwati tersebut berada di Jalan Nyaman Nomor 34 Kota Bandung.
Rumah tersebut bersebelah dengan Yayasan Manarul Huda yang merupakan tempat para santriwati korban rudapaksa Herry Wirawan tinggal.
Hal tersebut diungkapkan salah satu warga Komplek Sinergi Antapani, Kota Bandung, Rizal (42).
Rizal menuturkan sejak Herry menyewa rumah tersebut, para santriwati dilarang keluar dari rumah tersebut.
Bahkan, yang mengejutkan adalah, jika santriwati hendak pergi berbelanja, mereka harus diantar Herry.
"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal. Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."
"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal pada Jumat, 10 Desember 2021 dikutip Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id pada Sabut, 11 Desember 2021 dalam artikel berjudul Herry Wirawan Guru Bejat Larang Anak Asuhnya Bicara ke Tetangga Panti, Belanja Pun Diantar.
Lebih lanjut, Rizal menyebut warga setempat sempat heran lantaran semua santri Herry berjenis kelamin perempuan.
Baca juga: Pengakuan Santriwati Korban Rudapaksa Herry Wirawan, Berbohong Soal Sosok Ayah Bayinya
Kendati demikian, selama ini aktivitas di panti Herry tersebut terlihat normal dari luar.
Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak mengaji di lantai utama rumah tersebut.
"Warga juga sempat heran, kok yang di panti yatim itu perempuan semua, tidak ada laki-lakinya. Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.
Setelah santriwati memasuki usia dewasa, ujar Rizal, mereka akan dipindahkan ke pesantren yang ada di Cibiru.
Warga pun menganggap pemindahan itu berkaitan dengan kenaikan kelas seperti di sekolah pada umumnya.