Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati

Inilah Akal Bulus Herry Wirawan Lakukan Rudapaksa, Semua Santrinya Perempuan serta Usia SD dan SMP

Inilah akal bulus yang digunakan Herry Wirawan dalam menyembunyikan aksi bejat lecehkan santriwati.

Editor: Harun Ar Rasyid
Istimewa
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil. 

"Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.

Baca juga: Kontrak Enam Pemain Utama Bali United akan Berakhir, Teco Sebut Urusan Pemain dan Manajemen

Baca juga: Banyak Pihak Desak Guru Bejat Hery Wirawan Dihukum Dikebiri Setelah Lecehkan 12 Santriwati

Baca juga: Sambut Hari Raya Natal 2021, BNI Bali-Nusra Berbagi Kasih kepada Masyarakat

Setelah santriwati memasuki usia dewasa, ujar Rizal, mereka akan dipindahkan ke pesantren yang ada di Cibiru.

Warga pun menganggap pemindahan itu berkaitan dengan kenaikan kelas seperti di sekolah pada umumnya.

Salah Gunakan Dana Bantuan

Diketahui, Herry Wirawan menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kepentingan pribadinya, seperti menyewa hotel dan apartemen.

Hotel yang disewa Herry, juga digunakannya untuk merudapaksa para korban.

Fakta ini terungkap berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen, selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.

Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.

"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis (9/12/2021) kepada TribunJabar.

Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.

Awal Mula Kasus Terungkap

Berdasarkan keterangan Herry Wirawan di persidangan, ia sudah melancarkan aksinya sejak 2016 hingga 2021.

Diberitakan TribunJabar, aksi bejatnya terungkap saat orang tua salah satu korban mencurigai adanya perubahan pada tubuh sang anak.

Mereka pun langsung melapor pada kepala desa dan diteruskan pada Polda Jawa Barat serta P2TP2A Kabupaten Garut, Juni 2021 lalu.

Karena tak semua orang tua mengetahui kasus tersebut, 2TP2A Kabupaten Garut memanggil mereka untuk diberi tahu masalah yang menimpa anak mereka di pesantren.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved